Tau nama gue dari mana ini orang...

Ia membatin. Tapi Bita masih memilih menyembunyikan dirinya sendiri di balik jendela yang belum kunjung dia buka.

"Bita gue minta maaf, ya?" ulang Akbar lebih jelas. "Soal HP lo," imbuhnya.

Bita diam. Tidak menjawab. Tidak juga bergerak dari posisinya berdiri sekarang. Tangannya menyelipkan rambut-rambut yang menutupi jarak pandang ke belakang telinga.

Lalu dengan keberanian penuh, perempuan itu membuka pintu balkon sehingga dia bisa keluar dari kamar dan melihat lebih jelas ke arah tetangga barunya itu.

"Hai?" sapa Akbar canggung. Dia tidak menyangka perempuan bernama Bita itu akan langsung merespon dan keluar dari kamar sesaat setelah dia bicara. "Gue— gue Akbar."

Bita diam. Tapi dia masih menatap ke arah jendela kamar Akbar. Sikunya sudah bertumpu pada pagar pembatas balkon dan dagunya ia topang dengan tangan.

Sementara di sisi lain, Akbar merasa dia hampir mati karena malu. Lawan bicaranya sedaritadi tidak merespon apapun yang dia katakan barang sepatah katapun. Bita diam. Dan pandangannya itu tidak bisa dibaca Akbar sama sekali.

"Soal HP lo," Akbar bicara lagi. Membuat Bita yang tadi sempat memalingkan wajahnya kembali menatap anak lelaki dengan gitar yang ada dipangkuannya itu. "Gue bakal ganti. Secepatnya."

Bita masih bungkam.

"Dimaafin nggak?" Suara Akbar meninggi ia takut kalau-kalau Bita tidak dengar.

"Emang muka gue tuh tampang-tampang depresi, ya?" Perempuan itu akhirnya mau mulai terbuka dan berbicara. Dan sedetik setelahnya, Akbar merasakan tali kasat mata yang menjerat dadanya bagaikan dilepas begitu saja.

Lega.

Akbar langsung terkekeh, menertawakan kebodohannya pagi tadi yang membuat mereka tanpa sengaja memulai interaksi. "Awkward banget ya, sumpah. Sorry, I didn't mean it." Akbar lalu menggaruk pangkal hidungnya dengan bibir yang masih melengkung.

"It's happened anyway." Bita ikut tersenyum. Sebenarnya, dia juga tidak tahu mengapa dia harus tersenyum ke arah anak lelaki yang baru tiga kali dia lihat itu. Tetapi, seperempat dalam jiwanya merasa harus.

"Berarti? Gue dimaafin?"

Bita mengangguk. "Appology accepted."

"Jadi...," ada jeda, "lo baru pindah ke sini dua hari?" Pertanyaan itu sebetulnya dikeluarkan Akbar bukan hanya karena faktor rasa ingin tahu yang sejak kemarin memenuhi otaknya, tapi setengahnya juga untuk mengalihkan pembicaraan.

"Lebih tepatnya tiga hari." Bita mengoreksi.

Akbar manggut-manggut dan Bita bisa melihat itu dari tempatnya berdiri. Keduanya terdiam selama beberapa menit. Sibuk dengan apa yang bermunculan di kepala mereka masing-masing. Sampai Akbar memulai pembicaraan lagi.

"Omong-omong, kita belom kenalan like bener-bener kenalan," katanya. "Gue Akbar."

Bita terdiam sesaat sebelum dia menjawab perkataan lawan bicaranya. "Gue Bita."

Somebody ElseWhere stories live. Discover now