BAB 02

4.7K 540 171
                                    

Pagi-pagi sudah kulihat Dino mengeluarkan buku catatan dan penanya, kemudian sibuk sekali mencatat. Aku melirik sedikit, lalu menyadari kalau ia tengah mengarang sesuatu dalam Bahasa Inggris. Kutanya, "Itu apa?"

Dino menoleh ke arahku, dan menaikkan kedua alisnya sepintas. Aku hanya mengulang pertanyaanku sekali, kemudian melirik ke arah buku catatannya. Beberapa saat kemudian, baru Dino menjawab, "Bahasa Inggris. Minggu kemarin kan gue nggak ngerjain PR yang dikasih sama gurunya. Jadi disuruh bikin ini."

Aku hanya mengangguk-angguk, dan berhenti bicara. Dino juga lantas melanjutkan pekerjaannya yang tertunda, sementara aku hanya memandangi deretan tulisan di buku catatannya. Dari sini, sedikit-sedikit aku bisa membaca tulisan tangannya, yang berupa sebuah karangan tentang dirinya.

Lagi-lagi, percakapan kami berhenti karena tidak adanya obrolan yang bisa terbangun. Aku pada akhirnya diam, sibuk dengan kegiatanku sendiri sampai bel masuk berkumandang. Setelah sepuluh menit berlalu tanpa satu pun guru yang masuk ke kelas, kelasku jadi berisik sekali. Obrolan dari satu mulut dengan mulut lainnya terdengar di mana-mana.

"Ini pelajaran apa sih sekarang?" tanya Daniel seraya memutarbalikkan tubuhnya hingga menghadap ke arahku. "Gurunya belum pernah masuk, ke mana dah?"

Dengan singkat, aku hanya menjawab, "Jaringan Dasar."

Well, sepertinya seluruh anggota kelasku tidak tahu pelajaran apa ini. Di jadwal pelajaran, tertulis ruangan yang digunakan untuk pelajaran Jaringan Dasar adalah ruang teori. Tapi, sampai saat ini, guru mata pelajaran Jaringan Dasar belum pernah masuk ke kelas. Entah karena beliau yang memang mangkir, atau kami semua yang salah ruangan sehingga tidak bertemu dengannya.

Dan, di tengah gaduhnya ruangan, seseorang sukses membuat kami semua hening hanya dengan ketukan pintu. "Permisi," ujar seorang laki-laki yang entah siapa itu, berdiri di ambang pintu. Semua pasang mata mengarah kepadanya. "Ini Sepuluh TKJ Dua?" tanyanya.

"Iya," jawab Fajar, sang ketua kelas yang menempati kursi terdepan di kelas.

"Anu, kata Pak Koko belajarnya di ruang komputer tiga. Kalian lagi pelajaran Jaringan Dasar, kan?" ucapnya. Kemudian hampir semua anak laki-laki hanya ber-oh ria sambil sedikit-sedikit berkicau. Sementara aku tak berkomentar apa pun.

Juga dengan Dino; tidak mengatakan apa pun. Laki-laki itu langsung menarik ranselnya, kemudian angkat kaki dari kelas. Aku mengekorinya berjalan ke gedung di seberang gedung teori. Bukan, bukan hanya aku, tapi semua anggota kelasku. Semuanya mengekori Dino ke ruang komputer nomor tiga di lantai dasar bengkel.

Jadi, gedung sekolahku terbagi menjadi dua gedung. Gedung A adalah ruang-ruang kelas tempat kami belajar teori, seperti matematika, sejarah, dan mata pelajaran umum lainnya, yang biasa kami sebut gedung teori. Sementara gedung B berisikan ruang kelas tempat kami belajar mata pelajaran kejuruan. Kami lebih akrab menyebutnya bengkel ketimbang gedung B.

"Sepuluh TKJ Dua, ya?" Seorang pria berkumis—yang kuasumsikan adalah Pak Koko, langsung menyapa begitu Dino membuka pintu ruangan. Laki-laki di depanku ini hanya menyahut dengan singkat sambil mengangguk. "Oke, duduk di komputer sesuai nomor absen, ya."

Aku langsung berjalan menyusuri barisan komputer yang tertata rapi, mencari angka lima belas yang melekat di ujung kanan monitor. Well, jika kulihat sekitarku, Dino duduk tidak jauh dari posisiku. Kursi kami saling membelakangi, dan sejajar.

"Oke, selamat siang," sapa guru dengan kumis tebal tersebut. Beliau masih duduk di kursinya sambil menyapukan pandangannya ke seisi kelas. "Sebelumnya, maaf dua minggu lalu saya nggak masuk. Kebetulan, kemarin hari Kamis memang saya lagi izin keluar, jadi nggak ngajar. Lalu, mulai sekarang, untuk pelajaran Jaringan Dasar, kalian pakai ruangan ini saja, ya. Saya selalu ngajar di rungan ini, jadi nggak mau pindah-pindah ke ruang teori. Nggak masalah, ya?

THS 1.0 : How To Heal A Heart and Break It AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang