Bagian 3

114K 10.2K 961
                                    

Kevan meregangkan tubuhnya setelah selesai melakukan siaran selama satu jam. Ia lalu melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam sebelum pamit kepada para kru dan rekan seprofesinya untuk pulang terlebih dahulu.

Kepalanya terasa pusing setelah melakukan obrolan berat bersama tamu yang hadir di acara yang dibawakannya malam ini. Masalah yang terjadi baru-baru ini benar-benar menggemparkan satu Indonesia. Dan sebagai seorang news anchor, ia dituntut untuk tahu lebih banyak mengenai masalah tersebut dan harus menyampaikannya secara netral—tidak memihak siapa pun. Dan kecerdasannya benar-benar diuji saat ia harus melakukan obrolan dengan orang-orang penting yang hadir di acaranya. Melelahkan sekali.

Kevan melepaskan jasnya dan melemparkan begitu saja benda tersebut di bangku penumpang setelah ia berada di dalam mobil. Ia lalu mengambil ponselnya, mengecek notifikasi yang masuk ke dalam ponselnya seraya melonggarkan dasinya yang membuatnya gerah sedari tadi.

Sudut-sudut bibirnya tertarik ke atas saat melihat satu pesan balasan yang dikirim oleh Namira sekitar satu jam yang lalu. Gadis yang satu itu benar-benar sedang menguji kesabarannya. Bagaimana tidak, pesan yang ia kirimkan selalu mendapat jawaban yang begitu singkat dari Namira. Gadis itu membuatnya gemas.

Entah apa yang salah dengan dirinya. Padahal, ia serius saat mengajak Namira untuk menikah dengannya. Apalagi memangnya yang ditunggu gadis itu? Namira sudah dua puluh lima tahun dan sudah sangat pantas menikah di umur segitu. Entahlah, mungkin Namira memang lebih tertarik dengan seorang pria beristri.

Senyum di bibir Kevan luntur seketika saat membaca satu pesan dari seseorang yang begitu penting baginya. Ia lalu memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celananya seraya menyalakan mesin mobilnya sebelum melaju menuju tempat yang menjadi tujuannya saat ini.

Hanya butuh waktu sekitar tiga puluh menit untuk sampai di tempat yang menjadi tujuannya—apartemen. Setelah memarkirkan mobilnya, ia segera melangkah keluar lantas berjalan memasuki apartemen tersebut dan mencari unit yang menjadi tujuan kedatangannya saat ini.

Kevan memencet bel dengan tidak sabar setelah ia sampai. Sungguh, rasanya ia benar-benar tidak tenang setelah mendapat pesan tersebut.

Ia tampak mengembuskan napas lega saat seseorang membukakan pintu untuknya. Tampak seorang wanita cantik tengah berdiri di hadapannya dengan gaun tidur berbahan tipis yang membuat Kevan bisa melihat semua lekuk tubuhnya. Namun, bukan itu yang menarik perhatiannya, melainkan mata wanita itu yang tampak sembap, seperti habis menangis.

"Hai," sapa sang wanita setelah terjadi keheningan selama beberapa detik.

Kevan tidak memedulikan sapaan tersebut. Ia malah mendorongnya dengan lembut seraya menahan punggung wanita itu dengan telapak tangannya lantas menutup pintu dengan kakinya sebelum menyentuhkan bibirnya pada bibir wanita itu dan menciumnya dengan rakus.

Hanya bunyi cecapan antara bibir mereka saja yang terdengar di ruangan tersebut. Dan ciuman keduanya semakin liar ketika Kevan mendorong wanita itu sehingga membuat punggungnya menempel pada dinding yang membuat posisi mereka terlihat semakin intim.

"Laura," lirih Kevan setelah menyudahi ciuman tersebut. Ia menatap wanita yang bernama Laura tersebut dengan lekat seraya mengusap bibir wanita itu yang basah akibat kegiatan mereka barusan.

"Aku menginginkanmu," desah Laura seraya membelai dada bidang Kevan.

Kevan mengerti apa maksud perkataan Laura barusan. Tanpa menunggu waktu lagi, ia kembali melumat bibir wanita itu sebelum menggendongnya lantas membawanya berjalan menuju kamar tidur untuk melakukan apa yang biasanya dilakukan oleh orang dewasa pada umumnya.

••••

Kevan mengumpat dalam hati saat mendapat telepon dari salah satu kru yang memintanya untuk melakukan siaran pagi ini, menggantikan temannya yang tidak bisa hadir karena sedang berhalangan. Ia benar-benar benci ketika diminta untuk melakukan siaran secara tiba-tiba seperti ini.

Persiapan untuk melakukan siaran tidak mudah. Ia harus membaca dan memahami terlebih dahulu berita apa yang akan dibawakannya nanti. Demi Tuhan ia baru tidur selama beberapa jam saja karena tadi malam ia terlalu banyak menghabiskan waktu bersama Laura. Dan pagi ini ia harus langsung melakukan siaran.

Sejujurnya, ia bisa saja menolak hal tersebut, tetapi ia tidak sampai hati, takut merusak acara yang sudah memiliki rating yang cukup tinggi. Lagipula, ia sudah mendedikasikan dirinya sepenuhnya untuk stasiun televisi yang telah berhasil melambungkan namanya sebagai seorang news anchor sehingga membuatnya bisa sesukses ini.

Kevan melakukan persiapan secara kilat karena tidak punya banyak waktu. Ia membaca naskah berita yang akan dibawakannya pagi ini sembari membiarkan seorang perias melakukan apa pun terhadap wajahnya agar enak dipandang saat dirinya muncul di layar tv nantinya. Untungnya pagi ini ia hanya melakukan siaran selama setengah jam. Hanya membawakan berita kecil yang terjadi kemarin malam.

Dan ia merasa begitu lega setelah selesai melakukan siaran dengan sempurna tanpa kesalahan apa pun. Setelahnya, ia pamit pulang. Ia ingin mencari sarapan. Perutnya terasa lapar karena belum terisi apa pun sejak tadi malam. Ia melirik jam tangannya terlebih dahulu yang kini baru menunjukkan pukul tujuh pagi sebelum memutuskan untuk sarapan di mana ia pagi ini.

Kevan segera memarkirkan mobilnya di antara mobil lainnya yang kini sudah memenuhi tempat parkir yang ada di kafe yang menjadi tujuannya untuk mengisi perutnya pagi ini. Ia berharap semoga masih ada meja yang tersisa di dalam sana karena jam-jam seperti ini adalah jamnya orang melakukan sarapan. Ia benar-benar sangat lapar. Rasanya ia sudah tidak sanggup lagi jika harus mencari tempat makan lainnya.

Kevan benar-benar bersyukur saat menemukan meja yang masih kosong. Ia lantas segera mengambil duduk di sana sebelum memesan.

"Saya menyukai kamu, Namira."

Satu suara yang berasal dari meja yang ada di belakangnya berhasil membuat perhatian Kevan teralihkan dari buku menu yang sedang dibacanya saat ini. Entah kenapa, setiap mendengar nama Namira, ia jadi teringat dengan gadis yang ingin dinikahinya itu.

Mengangkat kedua bahunya, Kevan memilih untuk kembali fokus pada menu yang akan dipesannya pagi ini.

"Maaf, Pak, saya bener-bener nggak bisa menjalin hubungan dengan Bapak."

Lagi, suara yang berasal dari meja yang ada di belakangnya berhasil menarik perhatiannya. Apalagi saat mendengar suara seorang perempuan yang sangat ia kenali. Suara itu terdengar seperti suara Namira.

"Kasih saya satu alasan kenapa kamu nolak saya."

Sembari fokus pada suara yang berasal dari belakangnya, ia menyebutkan pesanannya pada pelayan yang sedang berdiri di sisi meja. Setelahnya, ia menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi dan memasang telinganya baik-baik untuk mencuri dengar pembicaraan kedua orang tersebut yang ia yakini salah satunya merupakan Namira. Ia sudah hapal dengan suara gadis yang satu itu.

"Saya sudah tobat, Pak."

Satu jawaban yang keluar dari mulut Namira berhasil membuat Kevan tersenyum geli. Ia yakin pria yang ingin menjalin hubungan dengan Namira itu merupakan pria beristri.

"Saya nggak percaya. Kemarin saya lihat kamu jalan sama Pak Jerry yang bahkan udah punya dua orang anak."

"Kemarin saya lagi khilaf, Pak."

Kali ini Kevan tak bisa menahan kekehannya setelah mendengar jawaban jujur Namira barusan. Ia terlihat seperti orang tidak waras saat ini karena tertawa seorang diri.

"Pokoknya saya tetap mau kamu menjalin hubungan dengan saya."

Kevan melirik ke belakang saat terjadi keheningan selama beberapa saat. Dan ia hanya mendapati Namira saja di sana. Pria yang bersama gadis itu sudah pergi entah ke mana.

Ia kemudian memutar posisi duduknya menjadi menyamping sebelum membuka suaranya. "Sepertinya saingan saya buat dapetin kamu banyak."

Ucapan Kevan barusan berhasil membuat Namira terkejut. Gadis itu segera memutar tubuhnya ke belakang dan langsung membelalakkan matanya saat melihat Kevan yang tengah tersenyum lebar ke arahnya.

"Kamu!" pekik Namira yang tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya.

"Halo, Namira," sapa Kevan dengan senyum yang masih bertengger di bibirnya.

••••

25 November, 2016

Becoming His WifeWhere stories live. Discover now