3

173 8 1
                                    

Keira kini berdiri tak tenang, jantungnya berpacu begitu cepat, air matanya sudah pecah sejak tadi bertemu dengan Arinda, ibu Revan. Hari ini Keira memang benar-benar melaksanakan niatnya, dia sedang berada di kediaman wajah pria yang sampai kini masih terekam jelas dalam hati dan pikiranya. Hati Keira gusar menanti Revan yang mungkin sebentar lagi keluar setelah di panggil Mamanya. Setelah hampir empat tahun kira-kira apa yang akan terlontar dari lelaki yang dulu begitu di kaguminya, bahkan mungkin sampai sekarang.

Jantung Keira seakan mau copot melihat sosok jangkung yang kini ada di hadapanya. Revan. Kakinya begitu lemas,ctanganya bergetar,ctubuhnya kini terasa bagai anai-anain yang tertiup angin.

"Re...van?" Sapanya dengan suara lirih yang terbata.

"Siapa ya?" Keira mengerutkan kening mendengar respon Revan.

Siapa?? Setelah semua kenangan manis yang mereka lukis Agra bertanya siapa dirinya??

"Aku Keira, Van. Keira Azura , wanita yang dulu maksa kamu untuk bolos dan main ke Dufan, kita nyobain semua wahana, cewe bodoh yang dulu kamu ajarin matematika sampe-sampe bisa dapet seratus, Keira yang dulu kamu tanyain pendapat tentang puisi-puisi yang kamu buat. Keira, aku Keira" air mata Keira kini mengalir tanpa seizinya.

"Maaf tapi saya gaingat" wajah Revan datar,cseluru kata yang keluar dari mulut Revan, rautnya, semuanya bagai sembilu yang kembali menusuk luka yang sudah parah.

"Maaf Keira tante lupa beritahu kamu. Satu tahun lalu Revan mengalami kecelakaan di Jerman, kepalanya terbentur keras, dan menyebabkan sebagian ingatanya hilang permanen".

Bumm

Hati Keira berdebam keras mendengar penuturan Arinda.

Kenapa ini semua? Kenapa harus Revan? Kenapa harus ingatan tentang dirinya yang hilang? Apa ini hukman dari tuhan untuk pengecut yang lari dari masalah?

"Loh Mas Revan,ini ada siapa? Terus kenapasih ini? Ada apa tante?" Wanita bertubuh mungil dengan wajah oriental tiba-tiba hadir dan bertanya bergantian pada Revan dan Mamanya.

"Ehh Risya, enggak tau ini kata Mama mbak ini temen aku, tapi aku nggak inget" tutur Revan ke arah wanita yang dipanggil Risya itu.

Risya tersenyum ramah pada Keira dan sejurus kemudian menjulurkan tangan.

"Ohh Mbak ini temenya Mas Revan, maaf ya Mba kalau Mas Revan lupa, Mas Revan menderita amnesia permanen. Tapi aku seneng bisa ada temen lamanya yang kesini. Oiya kenalin, namaku Airisya, panggil aja Risya, aku calon istrinya Mas Revan" ucapnya lembut dengan senyum yang manis.

Tangis Keira pecah seketika, serangan ini tak juga usai mendera hatinya yang sudah jatuh. Jika kemarin dia kalah dengan hatinya, kali ini dia harus kembali menerima kalau kenyataan telah membuatnya hancur tak bersisa.

Risya dan Revan tampak bingung melihat air mata Keira yang tak berhenti mengalir, hanya Mama Revan yang mungkin mengerti bagaimana keadaan Keira.

"Tante, Revan, Risya, aku pamit dulu ya, Mama udah nunggu"  Keira pamit dengan senyum terpaksa yang sangat ketara karena bersanding dengan air matanya.

"Tapi hujan Keira" cegah Mama Revan lembut.

"Gapapa tante, pamit ya, Assakamualaikum" Keira langsung pergi sebelum tangisnya semakin menjadi.

Dia berlari sekuat tenaga di tengah hujan, air matanya kini tertutup oleh air hujan waualupun tangisnya masih juga bisa terlihat.

Kini berakhir sudah, tak ada lagi harapan. Kisahnya kini berakhir pekat, menyisakan dirinya dalam sendiri dan sakit tak berkesudahan.

Waktu,Kenyataan,Luka.Where stories live. Discover now