"Jadi saya mengalami amnesia, begitu maksudnya, Dok?" Dana terlebih dahulu membuka suara.


Dokter Syahrul mengangguk, "Itu diagnosa awal yang dapat saya berikan untuk saat ini. Kami masih akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut kepada bapak."


"Tapi tidak apa-apa, Dok? Tidak ada yang terlalu serius?" tanya Pak Ramadi.


"Tidak apa-apa, tidak sedikit kejadian seperti ini, bahkan terkadang ada yang lebih parah dari apa yang dialami oleh Pak Wardana. Dengan terapi yang bersifat psikoterapeutik atau psikofarmakologis—setelah dilihat lebih lanjut karena kondisi yang juga berbeda-beda—dan menciptakan lingkungan aman yang jauh dari stressor, memori yang hilang dapat diingat kembali." Jelas Dokter Syahrul.


Semuanya kembali terdiam. Aku pun ikut terdiam karena jujur saja, aku tidak menyangka kalau Dana memang mengalami lupa ingatan atau amnesia. Awalnya aku berpikir kalau Dana hanya sekedar mengalami kebingungan karena kecelakaan yang menimpanya, namun setelah Dokter Syahrul menjelaskan dan kemungkinan Dana lupa ingatan itu benar adanya, kini aku tidak dapat berkata apa-apa lagi.


"Ada yang perlu ditanyakan lagi?"


"Tidak ada, Dok, terima kasih atas penjelasannya." Kini Kafin yang membuka suara. Ibu Teti dan Pak Ramadi juga nampaknya masih sedikit terkejut dengan apa yang terjadi kepada Dana sementara Dana sendiri nampak terus memikirkan apa yang terjadi kepadanya.


"Bapak dan Ibu tenang saja," Dokter Syahrul tersenyum kepada Ibu Teti dan Pak Ramadi, "Dengan seiringnya waktu, memori Pak Wardana yang hilang dapat kembali. Yang terpenting adalah lingkungan yang aman untuk Pak Wardana. Keluarga juga terus membantu dan mensupport Pak Wardana. Saya akan memberikan obat tidur untuk membantu Pak Wardana beristirahat. Saya tidak ingin Pak Wardana ikut memikirkan apa yang terjadi sementara kondisi fisiknya saja masih lemah. Kalau begitu saya permisi terlebih dahulu."


Dokter Syahrul berjalan keluar kamar inap Dana sementara si suster yang sedari tadi mendampingi Dokter Syahrul tinggal di belakang untuk mengganti kassa yang menutupi luka-luka Dana, mengganti labu transfusi darah  Dana yang sudah habis dan menyuntikkan obat tidur pada selang infus Dana.


Pak Ramadi nampak masih belum dapat mencerna penjelasan Dokter Syahrul mengajak Kafin untuk menemui Dokter Syahrul di ruangan dokter tersebut tanpa kehadiran Dana.


Entah apa yang akan mereka pertanyakan lagi, aku memilih untuk menunggu Dana bersama Ibu Teti yang juga nampak cukup kaget dan terpukul. Melihat Dana terdiam dalam pikirannya sendiri, aku memilih untuk menghampiri Ibu Teti yang tengah duduk di atas sofa tanpa sedetik pun melepas pandangannya dari Dana.


"Ibu nggak apa-apa?" sapaku pada Ibu Teti. Aku memilih untuk duduk disamping beliau dan mengelus pundaknya yang terasa begitu tegang dan kaku.


Ibu Teti masih memandangi Dana. Aku dapat melihat air mata yang menggenangi kedua matanya. "Salah ibu apa, Sekar? Sampai-sampai Tuhan mencoba ibu segini beratnya. Apa yang akan terjadi pada Dana kalau dia sampai tidak dapat mengingat memorinya yang hilang. Nasib Sienna bagaimana? Belum lagi kami harus berurusan dengan keluarganya Allena."

Bound By MemoryWhere stories live. Discover now