Dana mendesah, masih terlihat jelas kekesalan tergurat di wajahnya, "Ibu, Aa sudah ngajak Sekar nikah, Aa sudah belikan cincin meskipun itu cincin murahan. Aa berniat mengganti cincin tersebut nanti waktu lamaran resmi. Sekar juga sudah nerima lamaran Aa, Bu. Tapi, sekarang Sekar nggak pakai cincin yang Aa kasih dan ada lelaki itu disini. Aa yakin lelaki itu yang membuat Sekar nggak pakai cincin pemberian Aa."


Ibu Teti terdiam, pandangannya kembali bertemi denganku dan sepertinya aku mengerti apa maksud beliau. Dana memang pernah melamarku terlebih dahulu dan membelikanku cincin sebagai tanda janji bahwa kami akan mengingat cinta kami. Kedua orang tua Dana juga sudah bersilaturahmi dengan Mamaku dan juga perwakilan dari keluarga almarhum Papa. Meskipun belum adanya pertunangan secara resmi, kami sudah menyusun rencana pernikahan kami hingga akhirnya kejadian di Bali waktu itu terjadi. Rencana pernikahan yang kami susun itu tetap terjadi, hanya saja pengantin perempuan yang bersanding disamping Dana bukanlah aku, melainkan Allena.


Jika aku mengingat Allena, tidak hanya kecemburuan saja yang kini aku rasakan, melainkan kesedihan. Aku mampu mengubur rasa cemburuku pada Allena mengingat ia sudah tiada, apalagi ia meninggalkan Dana dan putri mereka, Sienna. Kini aku sedih, apa yang akan terjadi kepada Sienna jika Dana sendiri tidak mengingatnya?


Sienna.


Sienna.


Sienna.


Keegoisanku berusaha untuk tidak memikirkan nasib malang malaikat kecil berumur lima belas bulan itu, namun aku tidak bisa tidak memikirkannya begitu saja. Sienna masih kecil, ia tidak tahu apa-apa. Bahkan aku sangat yakin ia belum bisa mengingat ibu kandungnya sendiri.


Genggaman tangan Dana di tanganku berhasil menarikku kembali dari pikiran mengenai Sienna. Dana menatapiku dengan tatapan penuh kecurigaan sementara aku berusaha sekuat tenaga untuk bersikap sewajar mungkin.


Aku kembali mengulang apa yang baru saja terjadi di dalam kamar ini. Dana mendapatkan kesadarannya tanpa sedikitpun mengingat apa yang terjadi kepada dirinya. Yang diingatnya adalah kejadian dua tahun yang lalu.


Berarti, apakah mungkin Dana tidak mengingat apa yang terjadi di Bali? 


Aku kembali memandangi Dana. Kedua mata kami bertemu dan disitulah aku sadar bahwa kami masih memiliki koneksi yang selama ini aku cari. Dana mematapiku dengan intens, penuh kerinduan dan kasih sayang yang teramat ingin dicurahkannya. Aku pun begitu, aku merasakan hal serupa. Secercah harapan tumbuh di dalam diriku. Apakah ini adalah kesempatan kedua yang Tuhan berikan untukku? 


Tetapi, tidak mungkin. Masih  ada Sienna.


Secepat kilat aku enyahkan pikiran mengenai kemungkinan-kemungkinan yang ada. Untuk saat ini aku harus fokus kepada kesembuhan Dana. Bukan yang lain.


Pintu kamar inap Dana dibuka dari luar dan muncul lah Dokter jaga dan suster yang diikuti oleh Kafin dari belakang. Seluruh mata menuju kepada Dokter yang berjalan mendekati Dana dengan senyuman di wajahnya. Tak luput juga dari pandanganku ketika Dana mendesah sebal mendapati Kafin di dalam kamarnya.

Bound By Memoryحيث تعيش القصص. اكتشف الآن