Part 12

537 67 4
                                    

Pagi-pagi itu saat mau berangkat sekolah, tubuh Yonghwa agak demam. Tapi ia tetap memutuskan untuk pergi sekolah. Shinhye menyentuh kening dan lehernya dengan punggung tangan saat ia menelungkupkan wajahnya di atas setir, kala menunggunya pergi sekolah.
"Semalam obatnya tidak diminum ya?" tanyanya demi mendapati suhu tubuh cowok itu lebih tinggi beberapa derajat celsius dari normal.
"Aku nggak suka minum obat." jawabannya manja.
"Kurasa tidak ada manusia yang menyukai obat, tapi mereka terpaksa mengkonsumsinya supaya tidak sakit."
"Tanpa minum obat aku akan segera sembuh, asal kamu selalu temani aku seperti ini."
"Sebaiknya hari ini kau tidak usah masuk, Yonghwa-ssi! Aku akan katakan kau sakit."
"Asal kamu ikut bolos dan temani aku!"
"Tentu saja aku harus masuk karena aku baik-baik saja. Aku jelas tidak bisa menemanimu."
"Wheo?"
"Karena jika aku terus berada di sampingmu, kau pun tidak akan bisa istirahat."
"Tapi jika tanpa kamu, aku tidak akan bisa istirahat, bagaimana kalau mantan pacarmu itu ganggu kamu lagi."
"Keadaanmu saja seperti ini, masih saja mencemaskan aku."
"Sungguh aku tidak bisa membiarkanmu sendiri, Shinhye-ya!"
Park Shinhye tergugu, sekali lagi dadanya berdesir. Ia selalu tak berdaya setiap kali Yonghwa mengungkapkan kalimat-kalimat yang bernada melindunginya seperti itu.
"Wheo?" suaranya pelan nyaris tak terdengar.
"Aku takut Jongsuk mengganggumu lagi."
"Kenapa kalau Jongsuk menggangguku?" ia mengejar, ingin jelas dengan alasan perlindungan cowok itu padanya.
"Aku nggak mau melihatmu sedih."
"Kenapa kalau aku sedih?"
"Karena aku... akan ikut sedih."
"Kenapa kau ikut sedih kala aku bersedih?"
"Entah. Mungkin karena aku sayang padamu!"
Deg! Jantungnya seperti jatuh, lalu berdenyut cepat. Air mukanya pasti sudah memerah.
"Aku serius, Park Shinhye!"
"Jangan katakan itu lagi!" gelengnya tandas.
"Kenapa?"
"Aku tidak punya pengalaman menyenangkan saat menjalaninya dengan Jongsuk."
"Aku bukan Jongsuk."
"Akan sangat baik jika kita tetap berteman, Yonghwa-ssi. Atau kau jangan acuhkan aku seperti sebelum ini."
"Aku sedang sakit sekarang, dan kau baru saja menolakku, Shinhye-ya!"
"Aku tidak ingin terikat dengan siapapun sekarang, Yonghwa-ssi. Mianheyo!"
"Kau benar-benar sudah menolakku." Jung Yonghwa mulai menyalakan mesin mobilnya, lantas melajukan roda empatnya meninggalkan depan rumah.
"Mianhe!" ulang Shinhye pelan.

Yonghwa mengikuti pelajaran sambil merasakan perih di seputaran wajahnya yang tambah lama tambah menyiksa. Ujung bibir, pelipis lalu tulang pipi. Tangan dan kaki. Belum pula hatinya yang telah ditolak. Yang akhirnya ia dibawa ke ruang UKS karena merasa tidak kuat lagi. Seohyun yang setia menemaninya di sana. Shinhye hanya menemuinya sebentar karena Yonghwa segera menyuruhnya pergi.
"Gua nggak mau lo yang temani. Lo pergi aja! Biar Seohyun yang temani gua." tepis Yonghwa bahkan tanpa membuka mata.
Shinhye kembali ke kelas dengan lunglai. Saat pulang teman-teman gank-nya yang mengantar Yonghwa, Shinhye berjalan sendiri. Entah kenapa hatinya terasa sakit saat Yonghwa menyuruhnya pergi tadi. Lebih sakit dengan saat Jongsuk mengkhianatinya. Sebelumnya padahal sedikitpun ia tidak peduli dengan Yonghwa yang tidak mengacuhkannya. Tapi setelah Yonghwa berperan sebagai Guardian Angle bagi dirinya, karena Jongsuk yang kembali datang mengganggunya, sepertinya ia mulai merasa nyaman dengan perlakuan Yonghwa padanya.
Namun ia tidak boleh membiarkan perasaan aneh yang mulai ia rasakan pada lelaki itu berkembang di hatinya. Sebab ia tidak ingin Yonghwa semakin menjadi bulan-bulanan Jongsuk. Jika sekarang saja Yonghwa sudah menderita seperti ini, apalagi bila Jongsuk tahu ia memberikan hatinya untuk pemuda itu. Shinhye tak kan sanggup menanggungnya.

Dua hari Yonghwa tidak masuk sekolah, dua hari pula ia merasa cemas dan kehilangan. Namun pada hari ketiga ia merasa lega melihat mobil Yonghwa melesat di sampingnya saat ia sedang berjalan menuju shelter untuk berangkat sekolah. Setidaknya Yonghwa sudah kembali ke sekolah. Selanjutnya sikap Yonghwa padanya sama seperti sebelum-sebelumnya. Masa bodoh, tidak peduli dan tidak memandangnya sebelah mata. Bahkan ketika Jongsuk datang menjemput siang itu, Yonghwa hanya memandang sekilas kemudian pergi tanpa melirik lagi.
"Kenapa dia tenang sekali hari ini, Hacci-ah! Tidak seperti sebelumnya, emosi setiap kali melihatku.." pandang Jongsuk heran.
"Kau sebaiknya pergi jika datang hanya ingin mengolok dia, Jongsuk-ssi!" beliak Shinhye.
"Aku hanya heran setelah sebelumnya dia bertindak seolah dia orang yang istimewa buatmu, tapi sekarang dia seperti habis kamu tolak."
"Cepat katakan maumu, aku harus pulang cepat."
"Kita bisa bicara sambil makan bukan?"
"Ayolah, cepat!"
Jongsuk tersenyum melihat Shinhye mendahului menaiki mobilnya.
Di dalam roda empatnya Yonghwa menghela napas melihat pemandangan itu yang diam-diam diintipnya lewat kaca spion. Memang siapa yang mampu menolak pria yang penuh pesona itu? Yonghwa sekarang merasa minder harus bersaing dengannya.
🐜

Jongsuk membawanya ke sebuah Cafe. Ia memesan minuman dan camilan, Shinhye menolak apapun yang ditawarkan Jongsuk padanya.
"Jangan membuatku marah dengan menolak semua niat baikku." tegur Jongsuk sebal melihat sikap Park Shinhye yang seolah mengharamkan segala hal baik yang ingin diberikannya.
"Kau makanlah jangan rewel dengan sikapku." Shinhye pun tak kalah bengis. "Seharusnya aku tidak meladeni permintaanmu ini kau tahu?"
"Pasti karena tetanggamu itu kau berubah mengesalkan begini, Hacci-ah!"
"Kenapa kau selalu menyalahkan dia, Jongsuk? Apa kamu tidak sadar dengan semua yang telah kau lakukan padaku? Kau pernah membuangku, kau ingat?"
"Itu alasanku datang menemuimu sekarang. Aku ingin memohon maaf padamu."
"Aku sudah memberikannya padamu, maka pergilah! Jangan ganggu terus hidupku." dua butir air membayang di pelupuk matanya.
"Hacci-ah! Park Shinhye! Apa kau sekarang sudah mulai menyukai cowok itu? Matamu mengatakan kau menderita karena dia tidak mengacuhkanmu lagi..."
"Kau jangan sok tahu, Lee Jongsuk! Dari dulu kau tidak pernah mengenali hatiku. Kau juga keliru mengartikan sorot mataku. Kau tidak pernah tahu aku dulu yang sangat tulus mencintaimu, hingga kau tega menyakitiku. Kau tidak bisa melihat itu dengan baik melalui sinar mataku." Sekarang air mata Shinhye berjatuhan ke pipi, ia sedih mendapati kenyataan Jongsuk mengetahui hal itu. Atau tepatnya, ia sakit merasakan hal seperti yang Jongsuk tuduhkan. Bahwa ia menderita karena Yonghwa tidak mengacuhkannya lagi.
"Aku menyesal untuk semua yang telah terjadi, Shinhye-ya! Aku juga tidak mau mengganggumu lagi. Tapi dia membuat semuanya jadi rumit. Aku datang sebetulnya untuk pamit padamu, aku sudah memutuskan untuk pindah ke Italia. Tapi sikap dia membuat aku ragu dengan keputusan yang kuambil itu. Jika memang dia tidak menginginkanmu, kenapa dia repot mengurusi masalah kita."
"Abaikan saja dia, Jongsuk-ah! Sekarang dia tidak akan ikut campur lagi. Kau tidak boleh mundur dengan keputusanmu."
"Apa kau akan baik-baik saja?"
"Tentu. Kau melukai hatiku lebih dari ini, tapi aku masih bertahan. Aku sudah belajar banyak dari peristiwa itu."
"Kalimatmu seperti itu, membuatku terlihat sangat jahat, Shinhye."
"Kau memang sangat jahat dulu, tapi aku sudah memaafkanmu sekarang. Kau juga sempat membuatku trauma untuk bertemu lagi denganmu, tapi setelah kita betul-betul bertemu seperti ini, aku ternyata bisa mengatasinya. Kau tahu, langkahku menjadi ringan sekarang."
"Tapi kau masih menangis seperti ini?"
"Aku selalu menangis sedih ataupun bahagia..." Park Shinhye meraih tissue dan menghapus air matanya yang terus saja mengalir keluar. Tanpa dapat ditahan. Kenyataan Yonghwa yang akhirnya abai padanya, seperti permintaannya sendiri, rupanya yang membuat air mata itu terus mengalir.

TBC....

Love Is Real ThereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang