1|| Meet Up

39.4K 2.5K 37
                                    


Meet Up

•••••

Hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan tidak akan pernah kekal murni sebagai sahabat. Semua memiliki daya tarik untuk menetapkan rasa hati. Entah pihak wanita atau sang lelaki.

Bagi Gina dan Kana, semuanya terasa samar. Mereka tau isi hati satu sama lain, tetapi tidak mengerti mengapa mereka dipisahkan. Dunia tidak sekejam yang terlihat, jika kita sendiri tidak memberi sugesti membebani diri sendiri. Semua manusia memiliki Tuhan yang mereka percayai. Apa pun itu, mereka semua memiliki keyakinan yang mungkin tidak orang lain bisa pahami. Intinya, saling menghargai.

Begitu juga Gina, dia menghargai apa yang keluarganya inginkan. Gina tidak pernah memiliki niatan sekecil apa pun, untuk merusak hubungan antara sahabatnya dan Kakak kandungnya. Tetapi Gina juga tetap menghargai Kana yang selalu membutuhkan dirinya.

"Kenapa kamu malah minta aku ke sini? Harusnya kamu langsung nemuin Mbak Lita."

Kana tidak menggubris, dia masih asik dengan ponsel sendiri. Di dalam hati, Gina merutuki diri karena selalu saja menurut pada lelaki yang dia anggap sebagai sahabatnya. Gina membatasi diri, hati, dan pemikirannya atas Kana. Namun, bukan Kana jika tidak kuat memaksakan kehendak.

"Bikinin aku kopi dong, Gin!" seru Kana mematikan layar ponsel, dan berganti melihat Gina yang duduk di sampingnya.

Gina lelah berdebat, dari beberapa orang, Kana termasuk dalam jajaran orang menyebalkan yang selalu membuatnya mendebat. Gina memilih diam, berjalan menuju dapur Kana. Kana yang melihat kegiatan itu, langsung membuka mulut kembali. "Jangan terlalu manis," ucap Kana menambahkan.

Dengan cepat, Gina menyuguhkan kopi yang sudah ia hafal betul takaran pemesannya. Kana, dia memang pribadi yang sungguh Gina pahami.

"Kamu diem aja? Nggak mau ngomong?"

Gina sudah mengajaknya bicara, tetapi Kana menghempaskan atensi pada ucapan sebelumnya. Tentu saja, itu karena Gina membahas mengenai Lita. Kana enggan membahas wanita itu, dan Gina selalu kecewa jika Kana memilih mengenyahkan pembahasan mengenai Kakak perempuannya itu.

"Kamu baru dateng, dan malah minta aku dateng ke sini. Kamu punya prioritas utama buat Istri kamu yang statusnya juga sebagai-"

"Kakak kamu!" selak Kana membuat Gina menghentikan kalimatnya. "Aku tau, Gin. Sangat tau! Tapi kenapa kamu nggak pernah ngurusin diri kamu dulu? Lita udah terlalu banyak mendapat kebahagiaan dalam hidupnya, sedangkan kamu... kamu bahkan mengalah saat orang tua kamu mengikat aku dan Kakakmu itu!"

Ada kemarahan dalam ucapan Kana. Sering kali keduanya berdebat hebat. Momok masalah yang sama, tanpa ada ujung perbaikannya.

"Kana... ini udah dua tahun. Dua tahun kamu pergi tanpa memedulikan Mbak Lita. Dia istri kamu, tapi justru aku yang selalu kamu tanyakan kabar?" Gina menghembus napas berat. "Ke mana jiwa pelindung Kana yang dulu?"

"Nggak ada."

Gina mengarahkan netranya terhadap hal lain. Gina sengaja membuat keberadaan Kana tidak memiliki keunikan untuk menariknya.

"Semua berubah, Gin. Semenjak bukan kamu yang ada di sisiku...,"

"Apa? Aku selalu ada buat kamu sebagai sahabat, mencoba sebaik mungkin mendengar keluhanmu, membantu mencari jalan ke luar-"

DAWET (BACA LENGKAP DI DREAME)Where stories live. Discover now