Fiuh!

Hampir saja aku keceplosan.

"Tidak," jawabku. "Tadi pagi ada urusan yang harus Seungcheol selesaikan terlebih dulu, jadi kami sepakat untuk langsung bertemu di bioskop."

Jihoon mengernyitkan keningnya ke arahku. "Kalau begitu kenapa kau tidak segera berangkat dan malah duduk di sini?"

"Jangan khawatir," sergahku. Dan untuk mempertegas kata-kataku, aku mengangkat pundakku tak acuh. "Masih ada sedikit waktu untukku sebelum jam janjian kami. Aku hanya tidak mau menjadi orang yang harus menunggu."

Kembali Jihoon memutar bola matanya padaku.

"Jihoon, kau mau pudding?" tawar Soonyoung, menyendokkan pudding di depannya sebelum kemudian mengarahkan sendok itu mendekati mulut Jihoon.

Wow!

Aku mengerjap. Benar-benar terkejut saat melihat Jihoon, yang biasanya galak dan tidak mau melakukan hal-hal 'intim' dengan orang lain, tanpa ragu membuka mulutnya dan menenerima suapan Soonyoung dengan senang hati.

Jihoon disuapi oleh seseorang tanpa sebuah protes sedikitpun? Bukankah biasanya dia akan menatap garang orang yang berani terlalu dekat dengannya dan mengeluarkan bentakan: 'MENURUTMU APA YANG SEDANG KAU LAKUKAN?!' miliknya itu?

Terlebih lagi bukankah Jihoon dulu pernah bilang kalau dia tidak terlalu menyukai makanan manis?

Apa ada sesuatu yang terlewatkan olehku?

"Sangat mengejutkan melihat kalian bisa duduk berdampingan dengan damai seperti ini. Dan juga suap-suapan..." sengaja aku menggantung ucapanku dan menatap mereka dengan pandangan tertarik. Tentu saja aku tidak bisa menahan diri untuk tidak menggoda Jihoon tepat ketika dirinya menerima suapan pudding kedua dari Soonyoung. "Jihoon, apa puddingnya enak?"

Sesuai dugaanku, Jihoon langsung menghadiahiku dengan pelototan matanya.

Kalau saja sebuah tatapan bisa membakar seseorang, pasti saat ini aku sudah hangus karena tatapan Jihoon.

Ah! Tidak mungkin aku tidak melihat 'semburat merah terang' itu. Meskipun sedang menunjukkan ekspresi galaknya ketika memelototiku, dengan jelas rona merah memenuhi pipi dan telinga Lee Jihoon.

Imut sekali.

Jihoon yang sedang tersipu seperti ini adalah salah satu favoritku.

"Kau merona Lee Jihoon?!" pertanyaan Soonyoung lebih terdengar seperti pernyataan karena diucapkannya dengan nada yang begitu girang. "Kau tersipu malu karena aku menyuapimu? Kenapa kau harus tersipu seperti itu? Bukankah aku sudah sering melakukannya?"

Aku menaikkan sebelah alisku sebagai reaksi.

Sudah sering melakukannya?

"Siapa yang merona!" desis Jihoon kesal. "Dan Kwon Soonyoung, apa yang kau maksud dengan 'sering melakukannya' itu, hah?"

"Bukankah bukan kali ini saja aku menyuapimu?" balas Soonyoung, menampakkan wajah pura-pura polosnya. "Oh, mungkin kau tidak ingat bahwa baru saja kemarin di kamar ketika kau sedang begitu fokus belajar aku me-"

"TUTUP MULUTMU!" sergah Jihoon galak. Tetapi begitu kontras dengan kegarangan ekspresinya, rona di wajah Jihoon semakin menjadi-jadi dan membuat wajahnya memerah seperti tomat matang. "KALIAN BERDUA! HILANGKAN SERINGAIAN MEMUAKKAN ITU DARI WAJAH KALIAN!"

Ah, imut sekali.

Untung saja kafetaria hari ini tidak terlalu ramai. Tidak ada penghuni asrama lain yang duduk di dekat meja kami sehingga bentakan Jihoon barusan tidak menarik perhatian siapapun.

Bunga Iris dan TakdirWhere stories live. Discover now