Four-Leaves Clover #2

632 94 12
                                    

Jungkook-ah, mwoaneun geot ije? "

Jungkook menurunkan pandangan, celingukan mencari-cari siapa gerangan yang barusan memanggil dirinya. Senyum tersungging bagitu mata kami bertemu.

Deg

Sejenak dunia terasa berhenti berputar. Mata itu, sepasang mata hitam itu seolah menarikku masuk ke dalamnya. Masuk ke dalam pesona seorang namja manis yang memerangkapku dalam hatinya.

Dalam hati seorang Jeon Jungkook.

Beberapa menit kami dalam suasana hening dan aku lah yang pertama memilih memecah keheningan.

"Apa yang kau temukan di atas sana? Anak domba? " tanyaku seraya mendudukkan diri di sampingnya.

"Ha~ Ppajeo. Sedari tadi aku mengira-ngira bentuk apa itu..... "

Tidak perlu menerima pendapatku. Aku juga bertanya-tanya bentuk apa itu. Bagiku awan-awan itu hanya gumpalan gas peneduh bumi. Imajinasiku tidak setinggi itu sampai mampu membayangkan bentuk aneh atau pola tertentu.

"Tadi...., " Jungkook menginterupsi upayaku mengarang suatu bentuk aean.

"Kau memanggilku..... "

"Jungkook-ah? " ulangku tanpa dikomando. Aku sadar bagian krusial itu. Sengaja kukatakan sejelas-jelasnya. Perubahan formalitas, berarti kemajuan yang bagus untuk hubungan kami. Aku siap menganggap hubungan kami sudah sedekat itu.

Jungkook terlihat bangga bagaimana namanya diakhiri. Senyum tak lepas dari wajahnya. Dan apa itu? Ada rona samar di pipinya. Oh manisnya.

Terdengar 'wah!'. Bisa jadi aku orang ketiga dalam konteks 'teman' yang memanggilnya begitu, setelah Jimin dan Yoongi. Aku menyadari sesuatu akan namanya. Hubunganku dengan Jungkook sedikit berbeda. Meski aku belum menemukan satu pun semanggi berdaun empat untuknya, kurasa dengan terus berbincang seperti ini, itu bukan suatu masalah. Apa pun yanh dapat memancing senyum manisnya. Setiap kali aku berkesempatan melihat apalagi membuatnya tersenyum, aku sangat menyukainya.

"Miss Kim mengatakan ia dan kekasihnya akan segera menikah.... " kataku memberitahu.

Jungkook mengangguk. Membahagiakan, memberi kebahagiaan bagi orang lain. Rasanya berkali-kali lipat dibanding mencarinya untuk diri sendiri.

"Kau sudah mau pulang? " tanyanya sambil menaikkan sampiran tas ke atas bahu. Siap-siap mendengar penolakan yang lalu-lalu meluncur mementahkan ajakan pulang bersama yang tersirat lewat pertanyaan barusan. 'Ke lapangan' jadi alasan tersering yang kupakai.

"Ayo" jawabku, menyentakkan kepala meminta Jungkook berdiri. Ia terkejut atas kesediaanku. Mudah saja, aku libur sementara. Larangan dari Mark enggan kuusahakan masa berakhirnya. Ia rugi sendiri telah menyia-nyiakan pemain bertahan briliant sepertiku.

Sepanjang perjalanan kami bertaruh siapa yang sanggup menemukan satu semanggi berdaun empat. Terdengar sangat mustahil dilakukan. Perkotaan dengan keramaian, lalu-lalang kendaraan, dan emisi gas buangan jadi penghalang nyata. Selain keberadaan semanggi berdaun empat itu sendiri yang begitu sulit didapatkan. Aku menyerah sedari awal dan hanya setengah hati melongok ke sudut-sudut yang teduh. Sejauh mata memandang, tak satu pun rerumputan tumbuh. Dinas perkotaan berhasil mendahului langkah kami.

Four-Leaves Clover (Completed)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora