Eight

3.2K 405 6
                                    

Jongin membuka matanya perlahan, berusaha menyesuaikan dengan pencahayaan di dalam kamar. Tirai tirai jendela sudah terbuka dan itu menandakan bahwa Soojung sudah bangun sejak tadi.

Jongin merubah posisi tidurnya menghadap ke arah kanan, ia menyembunyikan wajahnya di balik bantal dan guling. Ingatannya kembali terngiang pada malam hari kemaren.

Saat itu Soojung masih menangis dalam pelukannya. Jongin tidak tahu bahwa gadis itu benar benar tertekan. Ia kira semuanya berjalan baik baik saja. Namun nyatanya tidak, Soojung tetaplah seorang wanita yang rapuh.

Kemudian dengkuran halus tidak lama terdengar, Jongin mencoba menunduk dan menilik Soojung. Gadis itu rupanya telah tertidur pulas. Wajahnya ia senderkan pada dada bidang Jongin dan sesekali bergerak seperti anak balita.

Tangan Jongin bergerak memperbaiki rambut Soojung yang mencuat kemana mana, ia memundurkan dirinya agar Soojung dapat tidur lebih nyaman. Secara tak sadar Jongin tersenyum lebar.

Wajah Soojung masih sama cantiknya seperti sebelum menangis. Jongin yang hendak melepaskan diri langsung ditarik kembali oleh Soojung. Gadis itu sepertinya tidak mau pelukan itu dilepaskan, ia mengeluarkan suara erangan pelan.

Meski agak terkejut, Jongin kembali memajukan tubuhnya. Berlama lama ia betah memandang wajah Soojung. Perlahan lahan tangannya mulai menyentuh dahi, kelopak mata, pipi dan terakhir bibir Soojung.

Jongin berhenti bergerak disana, ditatapnya lama bibir gadis itu. Dari dulu ia tidak pernah membayangkan bagaimana rasanya menyentuh bibir gadis itu.

Sejak masa kuliah, Soojung terlalu jauh untuk ia raih. Gadis itu begitu introvert, sangat pemilih teman. Jongin tidak bisa berbuat apa apa selain hanya memandangnya dari kejauhan.

Ironis memang, Jongin menggilai gadis itu sejak masa kuliah. Soojung adalah satu satunya wanita yang rasanya tidak pernah tertarik akan atensi Jongin selama di universitas. Jongin sendiri mengenal Soojung ketika mereka dipersatukan dalam sebuah tugas kelompok. Waktu itu tahun ke empat mereka dan kebetulan mereka juga mengambil mata kuliah yang sama.

Jongin masih ingat betul bagaimana ekspresi Soojung waktu itu ketika bertanya kepada temannya mengenai teman kelompok tugasnya. Dengan wajah polos Soojung bertanya yang mana yang bernama Kim Jongin itu?

Jongin begitu terkejut waktu itu, karena ia mengira semua orang di universitas kenal dengannya, namun nyatanya  tidak. Soojung sendiri tidak memperdulikan kehadirannya sebagai pemilik nama Kim Jongin itu sendiri.

Mulai saat itu Jongin sering curi curi pandang mengamati gadis itu. Dari balik kaca mata yang digunakan Soojung, bagi Jongin ia begitu cantik. Namun begitu sulit diraih.

Sampai akhirnya lulus kuliah, Jongin hanya mampu memandang gadis itu dari kejauhan. Begitu terus sampai akhirnya reuni kampus itu mengubah segalanya.

.

.

.

Rutinitas pagi hari Soojung masih sama, setelah insiden tadi malam Soojung sedikit menjaga jarak dengan Jongin. Selepas mandi ia buru buru turun ke dapur menyiapkan sarapan bagi Jongin. Tentunya ia masih setia di bantu oleh Pelayan Im.

Soojung sedikit menegang ketika menemukan Jongin sudah berdiri di depan kulkas mengambil botol air mineral dan meneguknya sampai setengah. Soojung menelan ludah, entah kenapa Jongin kelihatan lebih sexy sekarang. Ya tuhan, Jung Soojung kau sudah berpikiran yang tidak tidak.

Soojung berusaha memperlambat jalannya ketika membawa nampan berisi sarapan bagi Jongin. Pria itu kini telah menunggu di meja makan dengan mengenakan pakaian kerjanya.
Soojung memutuskan untuk tidak duduk di kursi sebelah seperti  yang biasa ia lakukan. Soojung memilih untuk kembali ke dapur dan melakukan aktivitas yang bisa ia lakukan selama Jongin menghabiskan sarapannya dan langsung pergi kerja.

Starlight Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang