Hah!

Kenapa akhir-akhir ini aku jadi suka sekali mengehela napas?

Jihoon meletakkan ponselnya tepat di depan wajahku sebelum membalas tatapanku padanya. "Sebenarnya Jeonghan, daripada rambut barumu aku lebih tertarik dengan sesuatu di lehermu."

"Sesuatu di leherku?" ulangku bingung. "Kenapa dengan leherku?"

"Bukankah sejak kemarin kau menempelkan plester di lehermu itu? Apa kau terluka?"

Terluka?

Plester?

Leher?

Sebenarnya apa maksud Jihoon...?

Oh.

Ya ampun!

Refleks aku mengangkat kepalaku dan menutupi plester di leherku dengan telapak tangan, benar-benar malu untuk menjawab pertanyaan Jihoon.

Plester yang dimaksud Jihoon adalah plester yang aku tempel di leher sebelah kiri dekat jakunku untuk menutupi bekas ciuman, lebih tepatnya bekas gigitan Seungcheol di leherku kemarin lusa. Dan sampai sekarang bekas gigitan itu masih belum juga hilang. Cetakan gigi Seungcheol masih terlihat cukup jelas di sana dan membiru meskipun sudah mulai sedikit memudar. Hanya dengan melihatnya sekilas, aku khawatir banyak orang akan bisa menebak apa sebenarnya bekas luka di leherku ini.

Sial!

Tidak mungkin aku menjawab yang sejujurnya secara gamblang pada Jihoon. Memikirkannya saja rasanya wajahku mulai memanas.

"Plester ini..." aku berdehem untuk menghilangkan kegugupanku sambil meringis dengan tidak jelasnya. "... emm... memang untuk menutupi luka."

"Benarkah?" Jihoon mengernyitkan keningnya cemas. "Bagaimana kau bisa terluka? Kau tidak berkelahi kan?"

"Tidak. Bekas luka ini... Seungcheol..." Bodoh! Kenapa aku harus menyebutkan nama Seungcheol! Kalau aku menyebutkan namanya, Jihoon pasti akan bisa menebak. "Jadi ini... Seungcheol..."

"Baiklah," Jihoon memotong penjelasanku yang tidak karuan. Dia mengamatiku dengan tatapan menyelidik untuk beberapa saat, sebelum kemudian menghembuskan napasnya dengan dramatis. "Tidak usah dijelaskan sepertinya aku bisa menebak bekas luka apa yang sedang kau tutupi dengan plester itu."

Rasanya aku ingin sekali mengumpati Seungcheol atas ulahnya dua hari yang lalu. Dengan seenaknya dia memberikan bekas ciuman di leherku sehingga membuatku berada di posisi memalukan seperti ini. Jika memang mungkin bisa terjadi, aku tidak masalah kalau saat ini bumi menelanku, menghilangkanku dari hadapan Jihoon, lalu kembali mengeluarkanku di saat situsi sudah tidak memalukan lagi untukku.

Jelas sekali Jihoon bisa menebak tepatnya bekas luka apa yang sedag aku tutupi jika dilihat dari putaran jengah bola matanya kepadaku dan gumamannya yang tidak jelas dan terdengar seperti 'Dasar anak muda berdarah panas (?)' yang hanya bisa aku balas dengan ringisan malu tanpa sanggahan.

"Aku kira potongan rambut pendekmu akan membuat Seungcheol sedikit kecewa mengingat selama ini dia memperlakukan rambut panjangmu dengan begitu berharganya," ujar Jihoon pelan, sampai-sampai terlihat seperti sedang berbicara pada dirinya sendiri. "Ternyata aku salah. Seungcheol sepertinya sangat menyukai potongan rambut pendekmu."

Eh?

Kenapa tiba-tiba Jihoon mengganti topik pembicaraan?

"Benarkah?" tanyaku ragu, masih menerka-nerka arah dari perkataan Jihoon.

Jihoon mengangguk pasti. "Dengan potongan rambutmu yang menjadi pendek seperti itu kelihatannya lebih mempermudah Seungcheol dalam mengakses lehermu dan meninggalkan bekas-bekas luka di sana. Mana mungkin Seungcheol tidak menyukai hal itu?!"

Bunga Iris dan TakdirWhere stories live. Discover now