"Kamu itu,... berdiri di depan kelas, sekarang!" ucap Pak Jay dengan nada sedikit membentak.

Echa mengernyit, tidak terima dengan perintah yang ia dapatkan. "Lho? Kok saya malah disuruh berdiri di depan, Pak? Kan saya—"

"Kamu ini! Sudah sana cepat berdiri di depan kelas." Kata-kata itu sudah telak, membuat Echa dengan malas-malasan beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju ke depan kelas.

"Wuuuu! Makanya jangan ngelamunin yang jorok-jorok terus," seru Arsha memprovokatori anak-anak satu kelas sehingga mereka ikut menyerukan Echa yang kini sudah berdiri di depan kelas dengan wajah tertunduk.

"Tau lo, sekolah sih kerjaannya cuman ngelamun, tidur, sama ngerusuhin hidup orang doang. Nggak usah sekolah aja sana lo!"

"Hahahahaha,"

Kelas yang semula sunyi menjadi ramai seketika. Echa yang mendengar seruan-seruan itu hanya terdiam, menundukan kepalanya dan memainkan jari-jari tangannya. Tidak ada seorang pun yang mengetahui apa yang sedang cewek itu lakukan dengan jari-jari tangannya. Namun satu yang Bram tahu; cewek itu sedang menahan emosinya dan berusaha untuk tetap tenang.

"Udah, Pak, suruh aja dia belajar di luar sendirian." Arsha kembali membuka suaranya, membuat teman-teman sekelasnya lagi-lagi menimpali dan kembali mem-bully Echa.

"Iya, Pak! Suruh aja dia belajar di luar sana sendirian, 'kan pas tuh, dia jadi beneran nggak punya temen," sahut seseorang menimpali Arsha.

"Hahahahaha bener tuh, Pak!"

Suara-suara itu terus saja memenuhi kelas. Echa mendongak, menatap datar pada teman-temannya yang menertawakan dirinya dengan pandangan merendahkan. Ia hanya terus memainkan jari-jari tangannya dengan ritme yang semakin lama semakin cepat. Hingga akhirnya, mata itu bertemu dengan mata elang milik Bram yang sedang menatapnya lurus-lurus.

Echa tidak tahu bagaimana bisa ini terjadi, tapi helaan nafas tiba-tiba berhembus begitu saja tanpa persetujuan dirinya. Rasa tenang langsung melingkupi dirinya saat itu juga dan tanpa sadar membuat Echa tersenyum samar.

"Eh, lo gila senyum-senyum sendiri?" pertanyaan itu terlontar ketika Rea, teman sebangku Arsha mendapati Echa yang sedang tersenyum samar.

Echa mengangkat sebelah alisnya, menatap Rea dengan berani. "Lo kenal sama gue?"

Jawaban itu membuat Rea naik pitam, cewek berambut pendek itu kemudian menggebrak meja cukup kencang. "Anj—"

"Rea, sudah!" suara Pak Jay akhirnya terdengar. Beliau kemudian menatap Echa lurus-lurus. "Kamu, Echa, pulang sekolah temui saya di kantor. Sekarang, kamu berdiri di sana sampai pelajaran saya selesai." Pak Jay langsung memutuskan dan kembali duduk di tempatnya. Echa yang mendengar itu hanya menggedikan bahunya acuh dan berdiri dengan santai di depan kelas.

***

"Haaah, untung gue udah biasa kena hukum sama guru-guru di sekolah ini." Echa menggumam sembari menggerakan tangannya yang sedang menggenggam gagang pel. Dirinya mendapat hukuman dari Pak Jay untuk mengepel koridor sekolah juga kamar mandi gedung kelasnya.

Saat dirinya sedang serius mengerjakan hukumannya, suara bising dari arah berlawanan pun terdengar. Echa yang sudah hafal dengan suara itu pun mendesah pasrah; itu suara Arsha dan teman-teman satu gengnya. Mereka biasa mengganggu cewek itu ketika mendapatkan hukuman.

"Well, babu sekolah lagi ngerjain tugasnya nih, guys!" ucap Arsha sarkastik sembari memberikan tepukan tangan kecil. Cewek itu melangkah lebih dekat pada Echa yang masih meneruskan hukumannya tanpa menggubris Arsha.

"Lo tau, nggak? Lo itu cocokan kerja jadi babunya sekolah ini daripada jadi murid sini! Hahahaha," tawa sinisnya mengiringi perkataannya.

Rea yang berada tidak jauh dari Arsha pun melangkah maju. "Betul banget, Sha. Dia emang lebih cocok jadi babu sini daripada jadi murid sekolah ini." Rea menyahuti. "Lo liat aja dandanannya, urakan, brandalan banget udah kayak gembel-gembel yang ada di jalanan itu," lanjut Rea dengan pandangan jijik yang dihujamkan untuk Echa.

Diam. Echa masih bertahan dengan keterdiamannya. Ia masih melanjutkan hukumannya tanpa mendongak atau merespon sedikit pun. Wajahnya terus tertunduk dengan tangan yang bergerak mengarahkan kain pel itu untuk membersihkan lantai koridor.

"Woi! Lo dengerin gue, nggak?!" sentak Arsha saat tidak ada perlawanan atau respon dari Echa.

Duak! "BEGO! LO ITU NGGAK PANTES BUAT SEKOLAH DI SINI!" teriakan itu beriringan dengan air yang tumpah dari ember kecil yang berada di dekat Arsha.

Echa tersentak kaget ketika baju seragamnya basah terkena cipratan air tersebut. Cewek itu kemudian mendongak, memperhatikan Arsha dengan tatapan datar namun tajam. Arsha yang wajahnya sudah memerah karena emosi pun balas menatap Echa dengan tatapan bengis.

"Apa?! Lo mau ngomong apa, hah?!"

Echa melirik ke sekitar. Pantas saja Arsha berani melakukan hal ini, sekolah sudah cukup sepi dan tidak ada lagi murid yang lewat di koridor tempat dimana dirinya bersama Arsha sekarang.

"Woi! Lo tuli, hah? Ngomong!" Arsha kembali berteriak kencang, cewek itu sudah melangkah mendekati Echa, namun reflek yang diberikan Echa membuat cewek itu berhenti seketika di tempatnya.

Echa membanting gagang pel yang digenggamnya. Cewek itu membersihkan kotoran yang menempel pada seragam sekolahnya yang basah. Wajahnya mendongak, menampakan ekspresi datar dengan tatapan tajam.

"Lo nggak perlu teriak-teriakan kalo ngomong sama gue. Gue nggak tuli. Satu lagi, lo nggak usah sok jadi orang yang paling berkuasa—inget, lo sekolah masih dibiayain sama orang tua lo; jadi nggak usah belagu." Setelah mengatakan hal tersebut, Echa memutar tumitnya; berbalik dan pergi meninggalkan Arsha yang sudah naik pitam.

"Argh! Awas lo!" teriakan itu masih sanggup di dengar oleh Echa yang sudah berjalan cukup jauh meninggalkan Arsha.

Cewek itu hanya terus berjalan tanpa mau menoleh atau kembali merespon Arsha. Cukup sekali dirinya merespon dan tidak ada lagi untuk respon kedua, ketiga, atau seterusnya.

TBC!

Give me ++50 VOTES for the next chap! Leave ur COMMENT down here, guys. Thanks:)

My (Bad)GirlfriendWhere stories live. Discover now