MBG 2

3.6K 235 22
                                    


"Kau boleh memberiku luka yang tidak dapat disembuhkan hanya dengan sepenggal kata. Namun, aku memintamu untuk jangan mengkhianati rasa cintaku; hanya dengan sepenggal kata yang kau ucapkan padanya." —Me.

      Cewek itu berlari dengan kencang ketika mendengar satu kabar yang membuat dirinya langsung memiliki banyak pertanyaan di dalam pikirannya. Ia mencoba untuk mencapai waktu sesingkat mungkin untuk datang ke tempat yang menjadi tujuannya sekarang.

      Brak!

      Suara pintu yang terbuka dan membentur dinding dengan kencang mengisi sunyinya ruangan bercat abu-abu. Matanya yang tajam memperhatikan sekelilingnya, giginya gemeletuk ketika tidak mendapati objek yang dicarinya. Berjalan dengan pelan, cewek itu melangkah masuk dan mencari seseorang yang akan menjadi sasaran pertanyaannya.

      "Kevin, dimana kamu?" suaranya terdengar lantang, matanya terus mencari. Kakinya masih melangkah dengan perlahan menyusuri lorong yang berujung pada sebuah ruangan besar bercat perpaduan merah dan hitam.

      Matanya menyipit ketika mendapati seseorang sedang berdiri membelakanginya. Perlahan, cowok itu berbalik dan memberikan senyuman tipis untuknya.

      "Jani,..." panggilan itu terdengar halus, membuat cewek itu terdiam sejenak; merasakan desiran halus yang membuat hatinya menjadi tenang ketika mendengar suara halus cowok itu.

      "Sayang, kenapa kamu diam di sana?" lagi, pertanyaan dengan nada suara yang begitu halus terdengar hingga membuat Jani mengerjap pelan. Cewek itu menggelengkan kepalanya sebelum akhirnya melangkah mendekat.

      "Kevin, kamu habis darimana?"

      Kevin tersenyum tipis. "Aku baru aja selesai mandi dan mau jemput kamu sekolah. Tapi temen kamu ngabarin aku dan bilang kalo pas bel pulang tadi kamu langsung pergi gitu aja ninggalin mereka; kelihatan lagi buru-buru dan ... ketakutan." Cowok itu menjelaskan dengan tenang, menatap Jani yang terus berjalan dengan langkah pelan ke arahnya.

      Pelukan yang cukup erat langsung menyelimuti tubuh kekar cowok itu ketika Jani melingkarkan tangan kecilnya di pinggang Kevin. Cewek itu menarik Kevin mendekat pada dirinya, mencium aroma wangi tubuh Kevin yang membuatnya merasa tenang.

      "Aku takut kamu pergi ninggalin aku, Kevin. Aku,..." kata-kata itu menggantung, membuat Kevin dengan sabar menunggu apa yang ingin dikatakan oleh cewek yang masih memeluknya dengan erat.

      Lama tidak ada lanjutan dari kata-kata yang menggantung, Kevin menunduk dan mencium puncak kepala Jani dengan satu kecupan manis. Cowok itu kemudian mengangkat kedua tangannya dan membalas pelukan Jani erat.

      "Aku nggak akan ninggalin kamu," bisiknya lembut.

      Jani mendongak, memberikan tatapan penuh selidik yang samar. Tangannya perlahan melepas pelukannya dan terangkat untuk meraih pipi Kevin. "Yang aku maksud, bukan diri kamu yang ninggalin aku. Tapi ... hati kamu."

***

"Echa!" panggilan keras itu menyentak Echa dari lamunannya. Cewek itu mengerjapkan matanya dan melihat Pak Jay sudah berdiri di hadapannya dengan mata yang nyaris keluar. Echa meringis ketika mengetahui kenyataan itu.

"Errmm ... bapak dari kapan ada di situ?" pertanyaan sepintas itu membuat Echa menjadi bahan tertawaan anak-anak satu kelas; namun tidak dengan Bram yang hanya diam dan memasang wajah datar—tidak tertarik dengan sesuatu yang dianggapnya tidak lucu.

My (Bad)GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang