Prolog

7.2K 262 8
                                    

"Sial! Gue telat lagi," ucap cewek itu kesal. Ia berlari dengan cepat, mengejar waktu yang hanya tinggal beberapa detik lagi sebelum akhirnya pintu gerbang sekolahnya ditutup. Nafasnya yang sudah tersendat beberapa kali membuat cewek itu semakin menggerutu.

"Pak, jangan ditutup dulu pintunya! Saya belom masuk!" teriakannya yang begitu kencang membuat beberapa murid yang juga telat menoleh pada dirinya. Cewek itu pun mendelikan matanya. "Ngapain lo pada liatin gue? Cepetan masuk! Telat woiii," lengkingannya itu menyadarkan para murid dan segera berhamburan masuk ke dalam sekolah bersamaan dengan bel masuk yang berbunyi dan pintu gerbang yang perlahan ditutup oleh satpam penjaga.

"Haaah, untung aja gue masih bisa masuk. Kalo nggak—"

"Kalo nggak apa, Echa?" suara berat itu membuat cewek yang dipanggil Echa pun menoleh ke belakang. Ia mengerjapkan mata bulatnya, memberikan tatapan polos juga senyuman manisnya pada Pak Jay—guru yang memiliki dendam kesumat pada dirinya karena selalu membuat darah tinggi Pak Jay kambuh jika berhadapan dengannya.

"Eh, Pak Jay," Echa memberikan cengiran bodohnya, tumitnya bergerak memutar untuk menghadap pada Guru Matematikan yang selalu memusuhinya. "Bapak dari kapan di sini?" tanya Echa polos.

"Kamu itu—"

"Aduh, Pak! Jangan hukum saya dulu, saya udah telat nih. Nanti Bu Erna marah-marah lagi ke saya karena setiap jam pelajaran Fisika saya telat terus," ucap Echa dengan wajah memohonnya. Cewek itu sudah pasrah jika guru Fisikanya sudah ngamuk. Bisa-bisa Echa dilempar keluar kelas karena guru yang satu itu benar-benar tidak menyukainya.

"Ya sudah sana, ke kelas cepat!"

Echa tersenyum sumringah, "Makasih, Pak!" serunya sembari berlari menuju lantai dua dimana kelasnya berada.

Sesampainya di lantai dua, Echa mengerutkan keningnya ketika melihat kelasnya begitu hening dan tidak ada seorang pun yang berbicara. Cewek itu mengendap pelan, mengintip dari balik bulu matanya dan memperhatikan sekitar. Sialnya, pintu kelas sedikit tertutup hingga dirinya tidak bisa melihat apakah ada guru di dalam kelasnya atau tidak.

Pletak!

"Aduh!" Echa meringis cukup kencang hingga teman-temannya yang berada di dalam kelas menoleh kepada dirinya yang masih bersembunyi dengan posisi memalukan; kaki yang melebar dan dua tangan yang berada di kepalanya.

Menoleh ke belakang, Echa meringis pelan. "Eh, Bu Erna..."

"Ngapain kamu di sini? Telat lagi?" tanya Bu Erna langsung mencecar. Echa yang tidak bisa menyangkal jika dirinya memang telat hanya bisa menganggukan kepalanya pelan.

"Hehehe,"

"Kamu—hhh, untung saya lagi puasa. Beruntung kamu jadi nggak kena marah sama saya. Sudah sana masuk ke kelas!" ucap Bu Erna tegas. Echa hanya menurut dan masuk ke dalam kelasnya.

Cewek itu langsung nyelonong masuk tanpa memperhatikan ada apa sebenarnya di dalam kelas karena teman-temannya masih terlihat hening. Walaupun bingung, namun dirinya tidak mempedulikan hal seperti itu dan berjalan menuju tempat duduknya. Tapi dirinya langsung tersadar saat melihat ransel berwarna biru berada di bangku sebelah tempat duduknya.

"Eh, ini punya siapa dah?" tanyanya dengan suara melengking.

"Gue,"

Echa menoleh dan mendapati seorang cowok tengah berdiri di belakangnya dengan wajah datar. "Oh, punya lo," gumam Echa pelan. Cewek itu terdiam beberapa saat sebelum akhirnya menyadari satu hal. "Ngapain lo duduk di sini?" tanyanya lagi ketika mengetahui jika cowok itu duduk sebangku dengan dirinya.

"Nggak—"

"Hei, kalian! Ngapain masih berdiri? Mau saya hukum?" Bu Erna yang baru saja masuk ke dalam kelas langsung menyemprotkan larvanya kepada Echa dan cowok yang diketahuinya adalah anak baru di kelasnya.

"Lah, ini, Bu. Ngapain dia duduk sama saya?" tanyanya dengan nada kesal. Echa memang tidak pernah duduk dengan siapapun selama di sekolah. Cewek itu lebih memilih duduk sendiri di bangku pojok dengan barisan terbelakang.

"Karena di kelas ini hanya ada satu bangku yang kosong; yaitu di sebelah kamu, jadi Bram duduk di sana." Bu Erna menjelaskan secara singkat. "Sudah sana, cepat duduk!" lanjutnya lagi dengan nada yang cukup keras.

Dengan wajah yang tertekuk, Echa mau tidak mau menerima kesialan yang terjadi pada dirinya untuk hari ini. Cewek itu duduk di tempat duduknya dengan wajah yang terlihat kesal, disusul oleh cowok bernama Bram yang seperti tidak peduli dengan Echa sama sekali.

Echa merasa jika kehidupannya di sekolah akan berantakan setelah ini.

TBC!

Hallo! Hahaha akhirnya gue balik lagi dengan cerita baru. Gue minta maaf banget karena cerita-cerita lainnya yang udah gue publish itu gue hapus semua. Entah kenapa gue nggak pernah dapet mood untuk nerusin cerita itu. Jadilah gue buat cerita ini dan gue balik lagi dengan genre yang tetap sama--teenfiction. Semoga kalian suka aja deh! Satu lagi, sorry banget kalo asburd hahaha.

Give me ++50 VOTES for publish the new chapter. Leave your comment down here, babies. Thank you!:)

My (Bad)GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang