Four

3.3K 203 6
                                    


"Arga kamu apa apaan sih??" aku memukul lengan Arga yang sedang serius menyetir. Oke aku tau ini salahㅡharusnya aku tidak melakukan itu jika ingin selamat sampai tujuan, tapi kelakuannya tadi tidak bisa ditoleransi.

"Emang aku ngapain?" Dia menoleh ke arahku sambil tersenyum miring dan terkekeh pelan. Jehh, dasar blegug. Dia masih tanya?

"Kamu tuh yaa, buat si William salah paham. Apa apaan coba nikah nikah!"

"Emang bener kok, ayah udah nyiapin semuanya. Bulan depan juga undangan mungkin udah kesebar," jawabnya enteng. "Emang kenapa kalo William salah paham? Emang dia suka sama kamu?" lanjutnya dengan nada mengejek.

"Bulan depan, serius??"

"Iya sayang..." Sial. Apa apaan ini.

"Terus?"

"Ya gak terus terusan, nanti nabrak,"

"Arga aku serius! Terus si Oliv mau kamu kemanain? Bisa tambah marah kayak gunung meletus dia!"

"Ya aku taruh kantor, emang mau aku bawa kemana? Kerumah kita nanti? Kalo dia ganggu kita berdua dikamar, gimana?"

"ARGAAA!!"

***

Setelah perdebatan sengit, akhirnya aku dan Arga sudah berada di sebuah restoran khas Sunda. Tebak kami ada dimana.

Ini semua akibat tidak konsentrasinya Arga menyetir, dan bukannya malah ke kantor, dia malah nyasar masuk tol Bandung.


"Ga? Kok ke Bandung?"

"Astagaaa... Kin, kita salah jalur,"

"Ya ampun kamu gimana sih?!"

"Kamu sih cerewet terus daritadi,"

"Kok jadi aku yang disalahin?! Kan kamu yang nyetir!"

"Iya kamu,"

"Terus gimana dong?"

"Yaudah lanjutin aja perjalanannya,"

"Terus kerjaan kantor gimana?"

"Ya cuti,"

"Dih, gak waras kamu."


Gak apadeh, laper juga. Tadi pagi makan dikit.

"Ga, balik yuk. Sampe Jakarta bisa malem banget entar, jalan jalan gini gak penting banget tau gak," ajakanku sama sekali tidak digubris, mau tidak mau aku menarik tangan Arga dari iPadnya, dan ups, sepertinya aku mengganggu kegiatan pentingnya.

"Iya deh iya, liat, panci babinya gak pecah kan?"

"Ya kan bisa dilanjutin nanti, Ga!"

"Itu panci dikepalanya bentar lagi pecah, kamu tarik." Sungutnya sambil mengerucutkan bibir. Najong, dikira imut? Amit amit adanya.

Itu tuh kegiatan penting Arga. Angry Bird!

Diperjalanan kami kembali diam. Hanya sayup sayup suara radio yang sedang memutar lagu edm masa kini, menemani perjalanan. Sungguh, ke Bandung jauh jauh hanya untuk makan makanan khas Sunda dan berjalan jalan tanpa membeli apa apa, itu useless. Apalagi sama Arga. Double useless namanya.

"Jam berapa sekarang?" Arga menoleh. Piuh, akhirnya dia ngomong juga. Aku kira batere ngomongnya abis.

"Jam 8,"

"Sori ya, masih jauh perjalanannya, macet juga ini,"

"I...ya" jawabku sambil menguap.

Arga tertawa pelan lalu mengacak-acak rambutku, "Tidur gih, dibelakang sana, atau kepala kamu taruh jendela,"

"Kamu kira aku sadako, taruh jendela!" Aku melotot sebal sambil memukul lengannya. Yah, ilang kan ngantuknya.

5 menit selanjutnya, aku dan Arga  hanyut dalam obrolan kantor dan sebagainya. Sisanya bergosip ria.

Disaat aku bercerita tentang bagaimana jahatnya Oliv di kantor, tiba tiba saja mobil Arga mendadak mati.

"Lho? Ga?" Aku menoleh ke arahnya lalu melihat ke depan. Sial, mana udah gelap, sepi, hujan lagi. Ini kayaknya kutukan gara gara ngegosipin keburukan Oliv deh.

"Kamu tunggu sini, aku cek dulu," Arga langsung melepas jasnya dan keluar mobil. Membawa senter, tak lupa menyalakan lampu tanda berenti dan segera membuka kapnya. Aku bisa melihat asap yang mengepul keluar. Duh, pasti panas. Dan yang aku lihat adalah pemandangan Arga mengecek mobilnya bersamaan dengan cetakan perut Arga yang terlihat jelas saat basah dengan kemeja putih slim fit nya. Eh, apaan sih.

Aku melihat ke belakang, dan mencari sesuatu. Setelah ketemu, aku melepas heels ku dan menggantinya dengan sandal hotel dibelakang mobil Arga, menggulung rambutku keatas dan menarik lengan kemejaku sampai ke siku, lalu membuka pintu mobil.

"Arga! Pake payung!" aku berteriak di samping Arga karna jelas suaraku kalah dengan suara hantaman air yang jatuh ke tanah.

"Kamu ngapain sih keluar nanti sakit!" balasnya sambil berteriak juga.

"Kalo kamu sakit siapa yang nyetir entar? Aku gatau jalan, Gaaa." lebih kencang lagi, dan aku rasa kemeja ku basah kuyup terkena cipratan hujan. Kenapa cuma satu sih payungnya?! Dipikir syuting film?!

Arga menoleh, melihat kanan kiri dan menunjuk suatu tempat. "Disana, cepet lari," Arga merangkul pundakku dan berbagi payung menuju halte untuk berteduh.

"Tuh kan, apa aku bilang. Sekarang baju kamu basah. Nanti kalo sakit gimana?" Arga menoleh kearah lain dan mengacak rambutnya sendiri.

"Kan aku cuma mau ngasih payung ke kamu. Yaudah nih, mending aku di mobil. Dibantuin kok malah ngedumel," aku mendengus kecil sambil menyerahkan payung yang aku bawa ke arah Arga.

"Taruh payungnya,"

"Nih udah," Aku menaruh payung Arga disampingnya bersiap mengambil langkah seribu menuju mobil. Tapi yang ada, "Sini aja nunggu orang servicenya dateng, cuma abis bensinnya," tangannya menarik lenganku dengan kuat dan wajahku membentur dada bidangnya. Sambil memelukku dengan erat, ia menaruh dagunya dikepalaku. Sial. Tubuh basah kami menempel dengan sempurna. Argaaaa!!

"Kamu apa apaan sih, Ga!" Aku mencoba melepaskan diriku dari pelukan hangat Arㅡapa? Hangat?

"Makasih payungnya, jangan marah," Bisiknya di telingaku.

"Itu kan payung kamu sendiri," aku mencoba mengeluarkan suara datar tapi gagal. Yang ada aku malah gugup dipelukannya.

Arga melepaskan pelukannya, sebagai ganti, kedua tangannya berada di pipiku sambil menatapku untuk waktu yang agak lama dan tersenyum.

Disaat aku tenggelam kedalam mata cokelatnya, sesuatu yang lembut dan basah berhasil menyentuh dan melumat bibirku.

Argansyah Putra Widjaya, sukses merebut kembali ciuman keduaku.

***

to be continued...


author notes: aduh, panas dingin kayak dispenser nih gara gara si Arga!:(




More Than WordsWhere stories live. Discover now