one

108 17 4
                                    

Saat itulah Ariana mengenal Justin, dan sudah lima bulan mereka menjadi sahabat bahkan sekarang Ariana menyukai pria dengan iris mata hazel itu. Justin memang dekat dengan Ariana terbukti pada malam hari dia sering datang ke rumah gadis mungil itu. Tapi lebih tepatnya ke balkon kamar Ariana.

Saat pertama kali Ariana melihat Justin yang tiba-tiba sudah berada di balkon kamarnya tentu membuat Ariana bingung setengah mati, dan dia langsung menyerbu Justin dengan pertanyaan, sampai Justin menjelaskan bagaimana dia dapat berada disana tanpa melalui pintu utama sekaligus gerbang pemilik rumah keluarga Grande. Saat itu Justin mengatakan bahwa saja dia melihat sebuah tangga tepat di samping kamar Arian lalu dia memutuskan untuk memanjat menggunakan tangga tersebut, alasannya karena saat itu juga hari sudah malam dia tidak ingin menggangu salah satu keluarga Grande.

Sama seperti saat ini Justin sudah berada di dalam kamar Ariana. Mereka sedang duduk di karpet berbulu, melipat kaki mereka, dan terdapat botol parfum di tengah-tengah meraka. Justin dan Ariana sedang bermain permainan sebut saja Truth or Dare. Botol parfum itu bergerak memutar kemudian berhenti dengan bagian atas botol tersebut menjorong ke arah Ariana. Gadis itu berdecak kesal karana sedari tadi dia terus yang terkena sasaran dalam permainan ini.

"Kau kena lagi young lady," terdapat seringai mengejek di wajah tampan Justin.

Ariana memutar bola mata jengah "I see."

"Jadi?" Justin mengangkat sebelah alis tebalnya.

"Dare."

"Are you sure?"

Ariana mengangguk kepala malas "Ya Justin, kau sudah tau semua tentangku," kecuali perasaan baru ini, lanjut Ariana dalam hati.

"Benar juga ya," Justin terkekeh dan langsung terganti dengan seringai licik di bibirnya. Dahi Justin berkerut memikirkan apa yang bagus untuk Ariana lakukan. Tiba- tiba Justin menjentikan jari dan tersenyum lebar membuat Ariana memandang was-was takut jika pria itu meminta yang aneh-aneh, ditambah lagi sekarang ini dia dan Justin hanya berdua di kamarnya.

"Jangan macam-macam Justin."

"Hapus pikiran kotormu, Ari." Justin memutar mata jengah mengetahui kalau Ariana berpikir yang tidak-tidak akan dirinya.

"Aku tidak berpikiran kotor, yang ada kau. Buktinya semyum - senyum tidak jelas begitu."

"Ya ya ya, terserah. Aku hanya ingin kau buatkan sesuatu."

"Buat apa?"

"Kau tau tidak, aku belum makan dari tadi siang jadi aku lapar, buatkan aku makanan ya," ucap Justin dengan wajah memelas.

Ariana berdecak malas tetapi dia juga menganggukan kepalannya walaupun dengan malas-malasan. "Oke, kau tunggu di sini, aku akan buat makanan."

"Tidak. Aku akan ikut, menunggu di sini pasti membosankan, secara di kamarmu ini tidak ada yang menarik." Bola mata coklat Ariana melotot ke Justin.

"Hell, yang benar saja. Bagaimana kalau Mommy aku bangun dan menemukan kau di dapur?"

"Bilang saja kalau aku minta bantuanmu untuk membuatkan tugas sekolah," sahut Justin dengan santai.

"Di malam hari seperti ini?" terlihat sebelah alis Ariana terangkat.

Justin menggaruk bagian belakang telinganya menandakan jika dia bingung mencari alasan yang pas alih-alih dia kepergok dengan Ibunya Ariana. "Ah, sudahlah. Mrs. Grande juga tidak akan bangun jika kita tidak buat keributan, kan?"

"Whatever Justin." Ariana bangkit dari duduknya dan melangkah keluar dari kamar lalu di ikuti oleh Justin.

Ariana memeriksa isi lemari pendingin di dalamnya ada beberapa makanan kecil dan juga masih ada sisa pasta saat makan malam dan dia memutuskan untuk membuat pasta Panne. Ariana tinggal membuat saus untuk pasta dan menghangatkan pasta sisa tadi. Justin hanya duduk manis di meja makan sambil memperhatikan gadis yang sedang mengaduk saus di dalam wajan. Lima menit berlalu pasta Panne sudah siap disajikan, dengan segera Ariana mengambil piring dan menuang pasta Panne ke dalam piring, kemudian membawa piring tersebut ke meja makan.

"Aku hanya punya ini," ucap Ariana sembari menyodorkan piring ke depan Justin.

"Wow, sepertinya enak." Justin langsung mengambil sendok lalu menyendok penuh Pasta Panne ke dalam mulutnya. Ariana duduk di hadapan pria Justin memperhatikan pria itu makan dengan lahap. Dia seperti belum makan selama satu minggu. Ariana tersenyum tipis akan hal itu.

Justin terhenti sejenak menatap Ariana yang hanya duduk manis di depanya. "Kau tidak makan?" suara Justin menyadarkan gadis mungil itu dari lamunannya.

"Aku sudah makan." Justin mengangguk dan kembali memakan pasta Panne. Beberapa menit kemudian terlihat piring Justin sudah kosong dengan segera Ariana mengambil piring itu dan membawanya ke tempat cuci piring.

"Ari, itu pasta terenak yang pernah aku coba." Ariana yang sedang menyuci piring bekas Justin menengok sekilas ke balakang.

"Aku tau kalau kau tidak kelaparan, kau tidak akan berbicara seperti itu." Piring yang dicuci Ariana sudah terlihat bersih kemudian dia menaruh piring tersebut di rak piring.

Justin berdecak kesal bagaimana tidak dia baru saja memuji masakan Ariana tetapi sahabatnya malah mengangap itu hanya bualan semata. "Aku jujur, Ariana."

Ariana tertawa melihat wajah serius Justin. Aku tau, aku hanya bercanda Justin. Omong-omong kau tidak pulang?"

Justin melihat jam tangannya yang menunjukan pukul 10.30 pm. "Ah, sebenarnya aku masih ingin bersamamu di sini, tapi waktu tidak mendukung."

"Masih ada besok, Justin. Kita juga bertemu di sekolah bukan?"

"Iya ya, aku pulang." Justin bangkit dari kursi lalu melangkah ke pintu rumah Grande di ikuti dengan Ariana yang berada di belakangnya.

Sesampainya di halaman depan, Justin berbalik dengan senyum lebar di bibirnya, menatap gadis mungil di hadapannya lalu menunduk, dan menempelkan bibirnya di dahi Ariana. Gadis bermata coklat itu tersentak ketika merasakan bibir hangat milik Justin di dahinya namun setelahnya Ariana menikmati moment ini, dia memejamkan matanya dan hatinya terasa hangat akan sentuhan di dahinya. Ketika bibir Justin terlepas Ariana membuka mata dan saat menatap mata pria di depannya pipinya terasa panas, mungkin sekarang pipinya sudah seperti tomat. Tapi untung saja cahaya di sini tidak terlalu terang jadi rona di wajahnya tidak teelihat oleh Justin.

"Good night, Ariana." Justin berbalik berjalan keluar menuju mobil yang terparkir di samping rumah Grande. Sementara Ariana tersenyum lebar akan kecupan singkat itu, bahkan bibir Justin masih terasa di dahinya. Dia melangkah dengan hati yang di penuhi bunga-bunga.

I hope you enjoyed :)
Aku tau ini pendek banget, tapi nanti di part selanjutnya bakalan aku panjangin.

HeartbreakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang