“Apa? Wow, itu GILA! Seharusnya sudah aku duga, sekali kau berasal dari keluarga psikopat, kau juga akan jadi psikopat juga.”

“Kurasa benar,” Keith berdehem, “Aku hampir sampai ke kantor polisi sekarang. Kurasa tak baik jika mereka melihatku berkendara sambil menelepon, jadi aku akan menutup teleponnya. Kau tak apa-apa kan sendirian di rumah?”

Kevin tertawa, “Jangan khawatir. Mom dan Dad bakal pulang kok sebentar lagi.”

“Oke, jaga dirimu Lil’ Bro!”

“Oke, Big Bro!”

Kevin menaruh teleponnya dan memasukkan semua sampah sisa makanan ke dalam garburator. Ia tak pernah menyukai alat itu. Membayangkan ada alat pencincang otomatis di bak cuci piringnya membuatnya bergidik ngeri. Namun di saat ia harus membereskan dapur sendirian seperti ini, barulah ia merasakan betapa praktisnya alat itu. Ia tinggal membuang semua sisa makanan di piring ke sana tanpa takut akan menyumbat saluran air. Mesin itu akan menghancurkannya menjadi potongan2 yang sangat kecil.

Ia selesai membereskan bak cuci piring dan menatap ke depan, ke arah jendela yang ada di depannya. Jantungnya terasa berhenti ketika dilihatnya sebuah wajah putih di kaca. Wajah itu berada tepat di belakangnya dan dengan cepat mengarahkan pisau ke tenggorokannya.

“Jangan khawatir ...” suara seraknya takkan pernah bisa Kevin lupakan seumur hidupnya. “Aku tidak datang ke sini untuk membunuhmu. Aku hanya ingin memberikan peringatan kecil kepada kakakmu ... bahwa balas dendam itu menyakitkan!”

Wajah tersenyum itu dengan cepat memegang tangan kanan Kevin dan mendorongnya ke lubang bak cuci piring ... dimana pisau2 garburator berputar di dalamnya.

“Tidak ! tidaaaak!’ jerit Kevin. Namun tenaga pembunuh itu terlalu kuat.

Dimasukkan tangan dan jari2 Kevin ke dalam lubang itu dan .....

“AAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!” jerit Kevin kesakitan ketika darah dan potongan daging terciprat keluar dari lubang itu.

***

“Aku tidak membunuhnya! Kalian harus tahu itu!” seru Liu di kantor polisi. Sudah jam 1 pagi dan mereka terus menginterogasinya di dalam ruangan berkaca. Keith dan sang kepala polisi menatapnya dari balik kaca itu, dimana Liu tak bisa melihat mereka.

“Apa benar dia yang membunuh mereka?” tanya Keith.

“Aku semula tak mempercayainya, namun ia ada di sana saat Adam ditemukan terbunuh, berlumuran darah.” kata kepala polisi. Masih terdengar nada simpati untuk Liu di dalam suaranya.

“Semuanya serasa klik bagiku.” komentar Keith. “Ia punya motif. Peter adalah adik anak yang pernah membully-nya. Amy adalah mantannya dan ia pasti merasa sakit hati setelah gadis itu mencampakkannya demi Peter. Dan dia ... aku selalu tahu ia menyimpan dendam atas apa yang kulakukan pada kakaknya.

“Tapi Adam? Apa alasannya membunuh Adam, sahabatnya sendiri?” sang kepala polisi masih tak mau menerima pemuda itu adalah tersangka pembunuhan beruntun.

“Mungkin Adam mengetahui rencana jahatnya dan Liu harus membungkamnya. Mungkin itu ...”

Tiba2 seorang polisi masuk dan memanggil sang kepala polisi, “Sir, ada sesuatu yang harus anda dengar!”

Sang kepala polisi keluar dan beberapa saat kemudian muncul di ruang interogasi.

“Lepaskan dia. Bukan dia pembunuhnya.”

“Apa?” pekik Keith tak percaya. Ia langsung bergegas keluar dan mengkonfrontasi sang kepala polisi. “Kenapa anda melepaskannya? Dia sudah membunuh banyak orang! Bahkan dua sahabat saya!”

JEFF THE KILLER - OUTRAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang