"Miki, apa yang kau lakukan di sini?!" tanya Freya terkejut.

Miki menatap Freya, lalu membelai pipi gadis itu. "Yah ...."

"Apa?" Alis Freya terangkat, ia tidak suka jawaban menggantung.

"Bagaimana aku mengatakannya," Miki mengulum senyumnya, "aku mencoba memastikan perasaanmu untuk terakhir kalinya. Dan ...."

Freya menunggu.

"... tidak ada rasa yang tersisa untukku lagi. Binar cinta di matamu untukku telah hilang sepenuhnya." Miki menyeringai, "Seharusnya tidak begini. Alangkah lebih baik jika matamu tidak bangkit, jadi akan terus ada harapan untukku."

Mata Freya menyipit penuh antisipasi. Ucapan Miki sedikit menyeramkan. Ia menyingkirkan tangan Miki. "Aku sangat berterima kasih atas pertolonganmu tadi," Freya terdiam sesaat. "Aku tidak tahu apa tujuanmu mengatakan hal seperti tadi, tapi tolong biarkan aku pergi."

Miki tersenyum sedih lagi. "Yah ...." Ia kembali meletakkan tangannya di pipi Freya, "Sulit sekali merelakanmu. Bahkan ketika aku tahu dengan jelas untuk siapa cintamu itu. Apakah kau tidak berniat mengubah pendirianmu? Atau jika kau tidak bisa, maka jangan pergi. Tetaplah di sini, bersamaku, aku berjanji akan melindungimu. Aku punya kekuatan untuk itu."

Freya tidak meragukan kebenaran dari kata-kata Miki. Mengingat kalau Miki adalah anak semata wayang dari Louis Bowman, pengusaha sukses di Amerika yang usahanya menggurita di seluruh dunia. Bahkan William akan berpikir dua kali untuk menantang Louis. Tapi Freya tidak akan berubah pikiran, meskipun Miki menawarkan dunia untuknya. Eksistensi Freya bisa membahayakan Akademi ini dan Freya juka tidak ingin membahayakan Seira. Dan yang terpenting, freya tidak menginginkan Miki.

"Tidak, terima kasih. Aku akan berdiri dengan kakiku sendiri," Freya bangkit.

Miki menahan pergelangan tangan Freya. "Lenganku selalu terbuka untukmu. Kalau kau butuh bantuan, jangan sungkan untuk menghubungiku."

Freya tersenyum simpul, ia mulai mendorong kopernya. "Akan kuingat."

Angin berembus dengan lembut. Membelai surai merah jahe yang tergerai seakan mengantar kepergian gadis itu. Rambut Freya mengayun-ayun dengan indah seperti helaian sutra yang menyala. Miki melihatnya sambil menelan ludah. Freya terlihat semakin cantik setiap harinya dan Miki tidak bisa menghentikan perasaanya untuk gadis itu.

Miki bangkit. Ia menatap langit sambil bertanya-tanya. Jika tidak ada kesempatan untuknya bersama Freya, setidaknya Tuhan sudi untuk menghapus rasa cintanya. Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Mungkinkah ini hukuman untuknya karena mengusik hubungan pertunangan Ryu dengan Freya dulu? Jika iya, Tuhan sungguh tidak adil. Miki menggelengkan kepalanya, percuma terus memikirkannya. Lebih baik ia memikirkan hal lain, misalnya: bagaimana melindungi saudara sepupunya. Ya, benar. Miki harus melindungi Alin dari William. Tidak ada yang tahu apa yang sanggup dilakukan oleh orang seperti William.

---**---

Freya memapah kopernya dengan hati-hati, massa benda itu bukan masalah baginya. Ia dengan lihai melewati penjaga yang berpatroli dan tiba di sisi lain tembok baja yang menjulang tinggi. Lewat pintu manapun terlalu beresiko, penjaga pasti berjaga dengan ketat. Jadi ia memilih sisi tembok lain yang berada di tempat sepi dan kemudian memanjatnya secara manual.

Freya memasang kuda-kuda, kemudian mengambil ancang-ancang untuk melemparkan koper yang ia bawa melewati tembok baja yang tingginya mencapai tiga meter. Koper pertama mendarat dengan sukses di tumpukan daun-daun yang berguguran, begitu pula dengan koper kedua. Sekarang tinggal memanjat tembok tinggi ini, batin Freya.

Gubrakkk!!!

Freya melompat dari tempatnya berpijak, menoleh ke sumber suara. Sesuatu yang besar tiba-tiba jatuh dari atas. Freya bertanya-tanya siapa gerangan. Namun ia malah merasa seperti deja vu. Peristiwa ini hampir sama seperti ketika ia terdesak oleh kawanan Tio, ketika sebuah tangan dingin yang beraroma pinus menangkapnya tepat sebelum jatuh. Kali ini Freya bisa melihat dengan jelas orang itu.

"Ryu ...." ucap Freya hampir berbisik. Ia terpaku di tempat, tak mampu menggerakkan sedikitpun anggota tubuhnya selain berfokus pada pemuda dengan mata warna biru cemerlang yang menatapnya dengan dalam.

Ryu berjalan perlahan mendekati Freya, ekspresinya datar dan keras layaknya baja. "Katakan padaku apa yang hendak kau lakukan." Entah itu ilusi atau bukan Freya mendengar ucapan Ryu layaknya gemuruh guntur yang sedang murka.

"Bukan apa-apa," jawab Freya bohong.

"Kau pikir aku buta? Sejak tadi aku mengawasimu! Aku tahu dengan jelas apa yang hendak kau lakukan!" Ryu menarik tangan Freya dengan kasar.

Freya segera menepis tangan Ryu. "Benar! Lalu apa? Kau pikir setelah semua ini apa yang harus aku lakukan? Aku bahkan tidak tahu aku harus bagaimana, terhadap Lily, Sarah, William dan juga orang-orang yang berhubungan dengan masa lalu diriku. Aku tidak bisa hanya berdiam diri, William sudah tahu siapa aku. Lalu pilihan apa yang ku punya? Menyelamatkan Lily ibuku dan memulai hidup baru jauh dari dunia elit. Menghilang selama-lamanya dari muka bumi. Kau tidak mengerti betapa bingungnya aku! Segala yang kulakukan akan membahayakan orang lain ...." Freya kalut, air mata yang ia tahan tumpah ruah. Gadis itu tampak akan hancur setiap detiknya.

"Kau punya aku!" ucap Ryu tegas, ia merengkuh Freya ke dalam pelukannya. "Kau pikir aku akan semudah itu menyerah terhadap dirimu? Bahkan setelah matamu menunjukkan dengan jelas bahwa akulah yang kau cintai? Tidak Freya, aku tidak akan pernah meninggalkanmu sekeras apapun kau mencoba untuk mengusirku. Tidak setelah aku mengetahui semuanya dengan jelas." Ryu mengusap lembut bagian pipi Freya yang berada tepat di bawah kelopak matanya.

Darah Freya berdesir mendengarnya. Benteng pertahanan yang ia buat luluh lantak. Freya tidak bisa membohongi dirinya lagi, ia amat sangat menginginkan Ryu. Pemuda yang mengenal Freya lebih dalam daripada Freya sendiri.

Tampaknya Ryu menyadari perubahan Freya. Ia mencoba meyakinkan gadis itu lebih keras lagi. "Kau ingat saat pertama kali kita bertemu dulu? Saat usia kita baru 12 tahun?"

Freya mengangguk.

"Tak pernah sedetikpun aku melupakan tatapanmu pada saat itu. Tatapan yang mencuri seluruh perhatianku. Tatapan yang sangat mengagumkan itu. Kau menatap ke laut, mengutuki dunia yang merebut segalanya darimu. Aku tahu dari tatapanmu itu bahwa kau lebih suka mengakhiri hidupmu, tapi di situlah aku melihat api muncul dalam matamu. Kau menantang kembali dunia, bertaruh bahwa kau akan bertahan bagaimanapun caranya. Ketika kau berhasil maka kau akan mengejek kembali dunia yang merebut segalanya darimu. Bahwa apapun yang terjadi padamu kau akan berdiri dengan tegak dan bertahan sampai akhir," Ryu menatap Freya dalam-dalam agar gadis itu menangkap maksudnya dengan jelas. "Namun aku menyadari satu kekurangan darimu. Kau butuh seseorang untuk menemanimu melewati segalanya. Seseorang untuk membagi perasaanmu, baik suka maupun duka. Dan orang itu adalah aku Freya, sejak hari itu akulah orang yang ditakdirkan untukmu."

Mata Freya terasa panas, ia bisa melihat matanya yang berkaca-kaca dari pantulan mata Ryu. Bibirnya bergetar. Benarkah gadis yang terpantul itu adalah dia? Gadis yang tampak sangat rapuh dan rentang. Gadis yang terlihat akan hancur setiap detiknya.

Ryu memasangkan sebuah cincin di jari manis Freya, cincin yang sudah tidak asing lagi. "Ikutlah denganku, aku akan membawamu kemanapun yang kau inginkan."

Cincin yang bertakhtakan permata biru itu berkilau dengan sempurna ketika sinar rembulan menyentuhnya.

---**---

To be Continued

Pieces of Heart [COMPLETED]Where stories live. Discover now