Wonwoo terlihat menghembuskan nafas. "Kau sama sekali tak mendengar apa yang ku katakan tadi? Dan berhenti memanggilku Sunbaenim."

"Jeoseong--"

"Kau sebaiknya segera masuk kelas. Aku tak ingin Mingyu berpikiran macam-macam seperti bahwa aku telah merebut pacarnya atau semacamnya."

"Hah?" Juyeon terperangah. Lagi-lagi ia tak mengerti apa yang lawan bicaranya katakan.

Mingyu? Merebutnya? Dua kata itu terus berputar di kepalanya selama beberapa detik.

"Kau dan Mingyu pacaran, 'kan? Dan seharusnya kau tak boleh bersamaku disini."

Ah. Sekarang Juyeon mengerti. Wonwoo mengira dirinya dan Mingyu pacaran dan lelaki itu tak ingin jadi pihak ketiga diantara mereka-- tunggu. Wonwoo tadi bilang apa?

"Pa-pacaran?" Kali ini matanya benar-benar membelalak sempurna. "I-itu tidak mungkin, sunbae. Kim Mingyu adalah lelaki paling menyebalkan yang pernah ku kenal. Aku tidak mungkin dan tidak akan pernah mau menjadi pacarnya," bantahnya dengan semangat yang berapi-api.

Wonwoo terkekeh. "Kau terlihat bersemangat sekali ketika mengucapkan itu. Apa Mingyu memang semenyebalkan itu?"

Juyeon mengangguk semangat. "Sunbae pasti akan mengatakan hal yang sama bahkan hanya dalam sehari kau bersamanya."

"Benarkah? Tapi aku sudah mengenal anak itu sejak usia tujuh tahun, lho."

Juyeon terdiam membeku begitu mendengar kata-kata Wonwoo. "Jadi sunbae dan Kim Mingyu--"

"Dan Mingyu sebenarnya tak semenyebalkan yang kau kira. Kau hanya perlu memahami maksud tersembunyi dari setiap tingkahnya."

Wonwoo tersenyum. Lalu menepuk bahu Juyeon sebelum berbalik dan meninggalkan Juyeon yang masih mematung dan lagi-lagi berusaha mencerna apa yang Wonwoo katakan.

"Oh-- sebaiknya kau segera masuk kelas. Ketika kau membawaku kesini, aku sempat melihat Lee ssaem masuk ke kelasmu. Kau tak lupa 'kan kalau Lee seongsaenim merupakan salah satu guru terkejam selain Oh ssaem?"

Ah....

Tentu saja. Karena terlalu sibuk mencari cara untuk menghindar dari Eunha, Juyeon sampai lupa kalau sekolahnya punya satu guru kejam lagi selain guru Oh.

"Tolong, siapapun percepat hari ini supaya kesialanku segera berakhir."

***

"Jadi, cara menghitung tegangan untuk soal semacam ini adalah--"

"Ssaem, Jeoseonghamnida!"

Suara perempuan dengan nada cukup keras yang berasal dari pintu geser di sebelah timur papan tulis membuat semua mata yang semula memperhatikan guru Lee beralih.

Menatap seorang gadis yang kini tengah berdiri di depan pintu dengan wajah pucat. Kakinya terlihat sedikit gemetar dengan pelipis yang dipenuhi keringat juga nafas yang terengah.

"Park Juyeon? Darimana saja kau?"

Suara berat bernada dingin itu terasa begitu mengerikan ditelinga Juyeon sampai-sampai suaranya tak bisa keluar lagi hanya untuk sekedar menyahut ucapan Guru Lee.

"Ini sudah lewat tiga puluh menit dari jam pelajaran pertama--"

Ya, itu karena Juyeon sibuk bolak-balik antara menjauhi kelas atau sebaliknya.

Padahal gadis itu jelas-jelas tahu kalau kabur adalah hal yang sia-sia jika itu menyangkut Guru Lee.

"-- Dan kau masih berani masuk ke kelas ini?"

My Masternim ✔Where stories live. Discover now