"Gue baru inget kalo gue satu TK sama dia," ujar Karyn.

"Anaknya sombong abis lho, Na. Hati-hati aja," ucap Prita–salah satu temannya yang lain.

"Tapi ganteng!" tambah Sabrina.

"Elu mah yang penting ganteng ye, Sab," komentar Karyn. Perempuan itu kemudian menatap Inara. "Dia harus tahu gimana perasaan lo, Na!"

"Ah? Nggak. Gue lebih suka mendem."

"Seenggaknya dia tahu, gitu," tutur Sabrina.

Inara menggeleng kuat. "Jangan."

"Eh, udah jam dua belas lewat dua puluh. Kalian nggak sholat apa?" Prita mengingatkan.

"Serius?" tanya Inara. Gadis itu bersyukur ada topik yang berhasil mengalihkan perhatian teman-temannya dari topik sebelumnya.

"Mushola, yuk!" ajak Karyn seraya berdiri. Ia mengeluarkan mukenahnya dari dalam tas.

"Yah, gue nggak bawa mukenah," ucap Sabrina.

"Pake punya gue," tawar Karyn.

Sabrina mengangguk. "Dah, Prit! Baik-baik di kelas."

"Makasih udah ngingetin, Prita Cantik."

"Sama-sama kalian yang unyu." Prita tersenyum lebar mengiringi keluarnya ketiga sahabatnya dari kelas.

Perbedaan keyakinan bukanlah penghalang untuk saling mengingatkan pada kebaikan.

Waktu berlalu. Kini, Inara, Sabrina, dan Karyn sudah selesai melaksanakan kewajiban mereka.

"Lewat kelas Gavin, yuk!" seru Karyn.

"Eh? Buat apa? Muter dong?"

"Hitung-hitung olahraga, Na. Lagian, kelas Gavin isinya cogan semua," tambah Sabrina.

"Tau aja lo maksud gue apa, Sab!" Karyn dan Sabrina bertos ria.

"Gue lewat jalan yang biasa aja deh. Lebih deket."

Sabrina tersenyum, menggoda Inara. "Bilang aja malu."

"Malu tapi mau." Karyn mencolek bahu Inara.

"Apaan sih!" seru Inara yang tidak tahan digoda oleh kedua sahabatnya.

"Ayo!" Karyn menggandeng tangan Inara, sedangkan Sabrina berjalan di belakang.

Saat melewati kelas Gavin, kebetulan lelaki itu tengah berdiri di depan kelas. Seperti sedang menunggu seseorang.

"Hai, Gavin!" sapa Karyn.

Lelaki itu menatap Karyn kemudian tersenyum tipis. Zaman taman kanak-kanan dulu, Karyn adalah salah satu teman dekatnya.

"Inara Sekar suka sama lo," ucap Karyn blak-blakan.

Mata Inara membulat. Ia mencubit lengan Karyn. "Karyn ngapain sih..." bisiknya.

Sementara itu, Sabrina hanya tersenyum geli di belakang ketika melihat gelagat Inara. Sabrina yakin wajah sahabatnya itu sudah mencapai warna merah yang maksimum.

Gavin menatap Inara dengan tatapan sombong–dan tak berminat–miliknya.

"Cewek jelek kayak dia suka sama gue?" tanyanya seraya menaikkan sebelah alis.

Detik itu juga, Inara merasa harga dirinya jatuh. Ia malu, dan ia benci pada Gavin.

Kasar. Kayak lo yang tercakep aja, batin Inara kesal. Perempuan itu melepaskan gandengan Karyn, kemudian berlari menjauhi mereka.

AntipoleWhere stories live. Discover now