Part 12 : Awal Malapetaka

Start from the beginning
                                    

---**---

Seorang wanita muda tampak pucat, tangannya menggenggam gagang telepon namun pandangannya terlihat kosong. Suara di seberang terus bertanya apakah sang wanita masih mendengarkan. Namun wanita tersebut tetap membisu dengan air mata yang terus mengalir dari pelupuk matanya.

Lututnya melemas, ia jatuh terduduk di lantai. Ini tidak mungkin nyata, dirinya hanya bermimpi buruk pada tengah hari. Tidak mungkin suaminya tewas karena kecelakaan, tidak mungkin. Hal itu tidak akan pernah terjadi, ia bahkan belum sempat memberitahukan kabar gembira lada suaminya. Bahwa dirinya tengah mengandung buah cinta mereka.

Kemudian ia teringat sesuatu, sebuah surat yang saudarinya kirimkan beberapa hari yang lalu, surat rahasia yang hanya mereka berdua ketahui. Wanita muda itu bangkit dan meraih surat tersebut. Membaca dengan hati-hati setiap kata yang tertulis.

Dear Lily,

Aku telah pergi ke tempat 'itu'. Tempat dimana tak seorangpun akan menemukanku kecuali dirimu. Aku telah menyelesaikan masalahku dengan Sir William. Banyak hal yang terjadi pada kami, kini aku tengah mengandung anaknya.

Lily, aku minta maaf telah menyebabkan banyak penderitaan padamu. Karena kesalahanku kita harus berpisah dan membuatmu kesepian. Tapi kau memiliki Merlin di sampingmu, tak ada yang perlu kau khawatirkan.

Aku baik-baik saja, kau bisa menemuiku jika sesuatu yang gawat terjadi. Tolong rahasiakan mengenai hal ini, William tak tahu menahu mengenai keadaanku ini. Maafkan aku, saudarimu yang hina dan juga kotor ini. Aku memanfaatkan rasa cinta William terhadapmu dan membohongi diriku sendiri. Aku terlambat menyadari bahwa aku mencintai William.

Sarah Azaela.

Lily meremas surat yang tengah ia pegang. Firasat buruk menjalar dan menyebar di sekujur tubuhnya. Seharusnya ia membujuk Sarah lebih keras untuk kembali. Meyakinkan saudari kembarnya bahwa William tidak menatapnya seperti dulu lagi. Bahwa Lily bagai orang asing untuk pria itu, bahwa setiap mereka bertemu yang William cari justru Sarah.

Sesuatu yang gila muncul dalam benak Lily. Bagaimana jika kepergian Sarah justru memicu bom waktu dalam diri William meledak? Bahwa dengan perginya Sarah ia telah membangunkan sifat kejam William yang dulu ia curigai?

Jika itu benar dan peristiwa naas yang terjadi pada Merlin ada hubungannya maka Lily harus segera pergi dari tempat ini. Lily bangkit dari kursinya, ia mengepak barang-barangnya ke koper dengan terburu-buru.

Setelah selesai ia mencari Seira, menitipkan sesuatu pada gadis kecil itu.

"Seira!" panggil Lily. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, mencoba mencari sosok gadis kecil itu. Matanya menangkap sosok gadis kecil tengah menangis di kamarnya. Menenggelamkan diri dalam tumpukan boneka.

"Kak Lily ...." ucap Seira lemah, wajahnya tampak berantakan.

Lily meraih Seira dalam pelukannya, berharap hal itu mengurangi kesedihan yang gadis itu rasakan.

"Seira dengarkan aku, aku harus pergi secepatnya. Jika seseorang menanyaimu dengan cara mengancammu maka kau harus menjawab bahwa kau tidak mengetahui apapun. Kau akan segera mengerti apa yang terjadi, untuk saat ini aku harus pergi. Tidak banyak waktu yang tersisa." Lily memberikan sepucuk surat, kemudian meninggalkan gadis kecil tersebut dengan sejumlah tanda tanya besar. "Kita akan bertemu lagi, kau tahu apa yang harus kau lakukan dengan surat itu."

---**---

Seira diam membisu dalam pemakaman kakaknya, ia tidak peduli dengan gunjingan kerabatnya mengenai keluarga kakaknya.

Kakaknya Merlin tewas dalam kecelakaan mobil, jasadnya terbakar habis. Istri kakaknya hilang entah ke mana setelah mendengar kabar itu. Para kerabat sibuk berdiskusi mengenai siapa yang mewarisi kekayaan keluarga Laniana yang tidak terhitung jumlahnya.

Tiba-tiba para kerabat terdiam, saat sesosok pria muncul. Pria itu menyampaikan dukanya atas kematian Merlin sebelum menghampiri Seira.

"Aku turut berduka atas kematian kakakmu," ucapnya.

"Terima kasih," wajah Seira terangkat, "oh ya, selamat."

"Selamat untuk apa?" tanyanya bingung.

"Selamat karena setelah kakakku meninggal kaulah yang menjadi pewaris keluarga Laniana."

Sebuah tepukan mendarat di punggung Seira. "Hus! Anak ini! Jaga bicaramu," seru ayah Merlin. "Maafkan dia nak Will, ia sangat terguncang karena kematian kakaknya, belum lagi ditambah peristiwa hilangnya Lily. Tampaknya wanita itu sempat pamitan dengan Seira."

"Benarkah? Tidak kusangka," William tersenyum,"tidak apa-apa, aku mengerti paman."

"Syukurlah, kau memang anak yang baik."

"Oh ya, apa paman keberatan kalau aku mengajak Seira ke tempat lain? Sepertinya ia butuh udara segar."

"Tentu, kau benar."

William mengangguk kemudian mengajak Seira pergi. Ia membawa Seira menjauhi rumah duka.

"Seira."

"Iya kak Will?"

"Apakah Lily mengucapkan sesuatu sebelum dia pergi?"

Seira gemetaran. "Tidak, kak Will."

Detik berikutnya Seira terangkat ke udara, kakinya meronta-ronta. Ia hampir tidak bisa bernapas. William memegang lehernya dengan sangat erat.

"Jangan berbohong padaku gadis ingusan. Katakan apa yang ia ucapkan sebelum pergi! Atau kau akan menyusul kakakmu."

Pastilah ini yang dimaksud oleh Lily waktu itu. "Dia ... pergi dengan terburu-buru, katanya ia harus segera pergi secepatnya. Aku tidak tahu apapun, sungguh."

William semakin mengeratkan pegangannya. Wajah Seira pasti membiru.

"Demi Tuhan aku berkata yang sesungguhnya! Dia tidak mengatakan apapun kepadaku."

William melepaskan pegangannya. Seira terjatuh membentur lantai, ia terbatuk-batuk.

"Kalau dia tak mengatakan apapun, apakah dia meninggalkan sesuatu?"

"Tidak," tenggorokan Seira masih terasa tercekik.

"Lalu, apakah ada kemungkinan dia tengah mengandung?"

"Tidak, ia tidak pernah mual ataupun muntah. Kau bisa bertanya kepada orangtuaku atau para pelayan. Kami pasti akan segera mengetahuinya jika ia sedang hamil."

William mengetuk-ngetukkan kakinya. Ia berbalik.

"Camkan baik-baik dalam otakmu, jangan pernah berani membohongiku atau menipu diriku. Ingat, akulah pewaris Laniana saat ini. Aku bisa melakukan apapun sekarang, termasuk membuat keluargamu menderita atau berakhir seperti Merlin. Hal yang sama berlaku untukmu gadis kecil. Sekarang kau tidak lebih dari boneka bagiku," ucapnya sebelum benar-benar menghilang dari pandangan Seira.

Seira gemetaran hebat. Air matanya terus mengalir dan tidak mau berhenti. Ia tidak pernah percaya hal ini terjadi. Siapa William yang berbicara dengannya barusan? Benarkah itu William yang sama dengan William yang ia kenal selama ini?

Seira teringat dengan surat yang ditinggalkan Lily, ia harus segera membacanya. William tidak akan pernah mengetahui surat itu, karena hanya ia, Lily, dan Sarah yang tahu. Sekarang ia harus tegar, demi Lily yang tengah mengandung. Ia harus berakting sebaik mungkin untuk membohongi William sang dewa kematian.

Seira berdoa dengan sungguh-sungguh, semoga hal buruk yang terjadi pada keluarganya selesai sampai disini. Semoga segalanya berjalan dengan baik.

---**---

To be Continued

Pieces of Heart [COMPLETED]Where stories live. Discover now