Kindness World: 1

44.3K 1.3K 55
                                    

“Ms. Forman, kau sudah melewati batas. Maaf, kau di keluarkan dari sekolah ini.”

Kata-kata yang sering sekali kudengar. Kata-kata yang berasal dari kepala sekolahku. Ya, ini adalah ke empat kalinya aku dikeluarkan dari sekolah, karena telah melakukan hal-hal aneh yang telah merusak fasilitas sekolah maupun murid-murid di sekolah ini.

“Oke.” Jawabku singkat.

Lalu aku bergegas keluar dari ruangan itu. Tepatnya sekolah ini.

Saat di lorong utama sekolah ini, aku mendapat banyak tatapan sinis dari para murid di sini. Menatapku seakan aku orang tolol, idiot dan aneh. Memang itu adalah kenyataan yang kuterima. Aku menerimanya.

Seperti kejutan, Ibu telah menungguku di tepat di depan gedung sekolahku. Ia masih mengenakan pakaian kerjanya. Wajahnya tidak bisa di gambarkan. Antara sedih, kecewa namun ketenangan juga ada disana.

“Hai, Bu.”

“Hayley,” Terdengar helaan napas darinya.

“Ibu lelah?”

Ibu hanya menggeleng. Aku tau ia lelah. Mungkin lelah karena harus menghadapi kejadian ini lagi. Atau mungkin juga lelah karena ada urusan di kantornya.

Lalu Ibu mengantarku pulang. Tidak ada pembicaraan menarik diantara kami. Aku hanya terdiam melihat keluar jendela mobil.

Ia menghela napas, “Sepertinya aku harus mencarikanmu sekolah lagi.”

Aku melihat senyumannya sekilas. Senyuman mencoba tegar. Ya, setiap aku dikeluarkan dari sekolah, Ibu tidak marah. Padahal aku sudah keluar-masuk sekolah beberapa kali, dari Sekolah Dasar hingga Menengah ini. Ibu memang hebat.

“Aku tidak tau mengapa aku melakukan itu.”

“Sudahlah, Hayley. Itu bukan salahmu.”

Aku mengabaikannya. Aku tetap bersikukuh kalau semua ini salahku. Karena aku melakukan tindakan diluar kemauanku. Aku memang aneh.

 *** 

“Bagaimana dengan sekolah ini?”

Oh, kupikir Ibu akan membawaku kerumah untuk merenungkan apa yang telah kulakukan. Namun sepertinya ia ingin aku mendapatkan sekolah yang baru segera.

Ibu memarkirkan mobil dan aku turun. Banyak anak-anak yang sedang berjalan-jalan di sekitar sekolah ini. Lalu aku mengikuti Ibu dari belakang. Saat memasuki gedung ini, tepat saat itu juga bel berdering. Para murid memasuki ruangan dengan rusuh. Sama seperti sekolah yang lainnya.

Ibu bertanya pada salah seorang, guru kurasa. Seorang wanita bertubuh tinggi, rambutnya pendek dan berkacamata. Tidak lupa bibirnya yang diolesi lipstick merah mencolok dan berwajah asia.

“Lihat pintu di atas sana? Itulah ruangannya.”

Otomatis aku melihat kearah yang wanita ini tunjuk. Tepat di atas seberang tempatku berdiri ada sebuah pintu besar. Bertuliskan “Kepala Sekolah”.

“Terima kasih.”

Segera Ibu berjalan cepat-cepat menarikku yang merasa bosan. Di atas sini terdapat banyak ruang kelas dan loker-loker murid yang memenuhi lorong. Ibu mengetuk pintu besar ini.

“Permisi,”

Aku tak bisa mendengar balasan dari ucapan Ibu. Tapi aku yakin kepala sekolahnya adalah lelaki.

Ibu masuk, namun aku tidak mengikutinya. Saat aku hendak berjalan menuju balkon untuk melihat langsung seisi sekolah ini, sebuah tangan yang membuatku tersentak memegang bahuku.

Kindness WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang