Gelas Bocor

Mulai dari awal
                                    

Dia Venus.

Aku berjalan mendekat ke arahnya, Venus sedikit kaget melihatku, tapi langsung tersenyum setelahnya.

"Hai, Hana," sapanya setelah 2 bulan ia membolos. Kupikir laki-laki di depanku ini sudah mati atau mengerang kesakitan di rumah sakit.

"Kenapa kau disini, kak Venus?" tanyaku.

Ia tergelak. "Seperti yang kau lihat, aku salah satu pemilik lukisan di gedung ini."

Aku mengamati lukisan di sampingnya, lukisan wanita dengan pena merah di tangannya sedang menulisi sebuah buku. Aku terhenyak.

Itu aku.

"Itu kau, Hana. Gadis pertama yang mencuri soal logaritma yang harus kuselesaikan," kata Venus dengan senyum yang terlampau manis, sampai-sampai masih terpatri jelas di ingatanku.

"Tapi, kenapa kau membolos?"

"Untuk menyelesaikan lukisanmu. Maaf menggunakannya, Hana."

Aku menangis. Venus terlihat sedikit kelimpungan karenanya. "Jadi, kau membolos karena ini?" tanyaku sambil menunjuk lukisan di sampingnya.

"Tidak, aku hanya merasa gelas yang alasnya bocor tak akan pernah terisi air, dan pemiliknya enggan menutupi lubang itu. Jadi, untuk apa aku bersusah payah bertarung dengan angka, kalau aku menolak menerima mereka?" Venus mengeluarkan sapu tangan dan menghapus air mataku.

"Jangan menangis, Hana."

Aku mengangguk.

Aku mengerti sekarang, Venus menjadi begitu terobsesi dengan setumpuk buku, bukan karena ia seorang kutu buku. Itu karena ia mencoba memperbaiki lubang yang ia ciptakan sendiri karena menolak pelajaran sekolah.

Dan akhirnya, Venus menyerah. Berkali-kali pun dicoba menuangkan ilmu padahal ia menolak, itu tak akan pernah terisi.

"Kak Venus, boleh aku bertanya satu hal?"

Venus mengangguk.

"Jadi, kau menolak ujian kelulusan dan berhenti sekolah?"

Kali keduanya Venus tergelak. "Tidak, Hana. Aku akan masuk sekolah setelah pameran selesai. Dan bertarung lagi dengan 'mereka', tapi aku tidak terlalu khawatir lagi. Aku hanya perlu berjuang untuk lulus, dan masuk kuliah sebagai mahasiswa seni rupa. Bukankah itu keren?"

Aku tersenyum senang mendengarnya. "Keren. Sangat keren."

"Tentu saja, itulah aku."

Kami tertawa bersama.

"Tapi, kenapa kau masih ingin sekolah? Bukankah sekarang kau adalah pelukis yang para ahli menyebut lukisanmu sebuah 'Mahakarya'?"

"Kau benar-benar banyak tanya. Dengar Hana, sebodoh-bodohnya aku, aku masih sadar bahwa tanpa sekolah aku bukanlah apa-apa. Tanpa lulus, aku takkan jadi mahasiswa seni rupa. Dan aku tidak akan bisa mengembangkan lukisanku. Kau mengerti?" jelas Venus sambil mengacak-acak rambutku. Aku hanya tersenyum malu.

Ah aku terlihat seperti idiot saat itu.

~~~~~~~

Apakah kalian masih mengemil di sofa panjang atau sudah menguap kebosanan?

Sudah kujelaskan ini kisah dia dan mereka, bukan aku atau kami. Ini kisah Venus dan gelas bocornya. Jadi, jangan mengharapkan hal lebih diantara kami.

Terakhir aku melihatnya saat hari kelulusan. Setelah itu, aku hanya bisa memandanginya dari balik layar komputer, dimana ia dan banyak lukisannya di pajang di halaman depan pencarian, saat kau mengetikkan 'Pelukis Venus'.

Kurasa ceritaku akan berakhir disini, Venus telah bahagia. Dan aku juga bahagia.

Oh tunggu-tunggu, apa aku sedang bermimpi sekarang? Aku melihat Venus dari balkon kamar sedang berdiri di depan rumahku sembari membawa lukisan wanita dengan pena merah sedang menulis di sebuah buku.

Itu aku.

~~~~~~~

Author note

Halo bala bala~

Sebuah oneshot yang ditulis untuk memenuhi event RedCommunity dan alhamdulillahnya juara 1 yeeyyy! Udah lama sebenarnya, dan maaf ya admin RedCommunity mendahului kalian mempublikasikannya :')

bhayy~





Cups LeakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang