Gelas Bocor

89 15 7
                                    

Pernah dengar tentang air yang dituangkan pada gelas yang alasnya bocor ibarat sebuah ilmu? Jika belum, duduklah dahulu di sofa panjang sambil mengemil makanan ringan dan dengarkan ceritaku.

Ini kisah dia dan mereka, bukan aku ataupun kami.

Kisah ini dimulai dengan dia yang berjalan tergopoh-gopoh di koridor sekolah. Yang membawa setumpuk buku matematika beserta dengan beberapa ensiklopedia di lengannya. Sulit membedakan dia adalah si kutu buku atau hanya sebuah suruhan.

Namanya Venus. Laki-laki berkacamata minus dan rambut keriting. Dia biasanya dikenal dengan 'si kutu buku bodoh'.

Aneh memang, Venus adalah pembaca setia di perpustakaan, tapi ranking sekolahnya tidak pernah jauh dengan urutan terakhir. Venus hanya tersenyum jika ada yang mengejeknya, lalu berkata, "Aku Venus si gelas bocor."

Orang-orang hanya mengerutkan dahi dan berlalu dari hadapannya.

Venus saat itu berada pada tingkatan bahwa 8 bulan lagi dia akan melalui ujian kelulusan, yang berarti ia sudah kelas 12. Namun, sekolah sudah mewanti-wanti Venus untuk mengikuti bimbingan belajar dengan guru hebat di sekolah. Venus menerima saja, toh dia juga tidak merasa rugi. Ini hubungan koneksi orang tuanya dan sekolah.

Memang beda Venus, punya orangtua yang hebat, tapi ia tak lebih dari sebutir kacang yang kalau terinjak akan hancur.

Aku Hana. Jika kalian bertanya, omong-omong. Aku sedang berjalan menuju perpustakaan, berharap bertemu Venus disana.

Tepat sekali, disana aku melihat Venus dengan setumpuk buku dan alat tulis yang berserakan. Aku mencoba mendekat, mengamati Venus yang mencoba menyelesaikan soal logaritma di buku agenda kuningnya. Berkali-kali ia mengusap dagunya, tapi hampir selama setengah jam ia belum juga selesai.

Bel sudah berbunyi nyaring 10 menit saat itu, dan aku membolos hanya untuk menemani Venus belajar? Yang benar saja.

Aku segera mendekati meja dimana Venus berada, lalu mengeluarkan pena milikku dari saku baju. Venus menatapku heran dan aku hanya tersenyum meminta izin, tak lama ia mengangguk.

Aku menulis angka demi angka dan berkata kalimat demi kalimat. Venus mengangguk-angguk saja mengiyakan. Sekitar 5 menit aku selesai.

"Kak Venus, aku izin ke kelas ya, istirahat sudah lama selesai," kataku.

"Terimakasih banyak, Hana." Aku terkejut mendengar Venus menyebut namaku, tapi baru kusadari bahwa sejak tadi ia mengamati nametag ku.

~~~~~~~

Sudah sebulan aku tidak melihat Venus beserta setumpuk buku di perpustakaan, padahal hampir setiap hari aku kesana. Terkadang aku sengaja melewati kelasnya, dan bertanya pada teman-temannya.

Kalian ingin tahu jawaban mereka?

"Venus sudah sebulan tidak masuk, anak itu, sudah tahu tidak bisa apa-apa masih berani juga membolos."

Yang tadi adalah jawaban Ghana, teman yang kurasa cukup akrab dengan Venus. Dan harus kuakui, aku setuju dengannya. "Tak bisa apa-apa masih berani juga membolos."

Kalian yang masih membaca cerita ini, silahkan terima alasan Venus saat itu.

Hari itu tepat 3 tahun lalu dari hari ini, aku tergoda dengan pameran lukisan yang dibuka untuk seminggu. Pameran ini berada dekat dengan rumahku, dan kudengar-dengar lukisan disana disebut para ahli dengan 'Mahakarya'.

Aku berjalan memasuki gedung pameran, dan mataku langsung disuguhi dengan lukisan-lukisan yang tampak hidup. Namun, bukan lukisan yang membuatku benar-benar terpaku sekarang. 10 meter di depanku, berdiri seorang laki-laki dengan kemeja hitam sedang tersenyum ramah pada penikmat lukisan di depannya. Kacamata dan rambut keritingnya masih sama.

Cups LeakWhere stories live. Discover now