Let's Get Married #9

12.2K 822 5
                                    

"We must accept the end of something in order to begin to build something new."

●●●

Kevin tidak sadar sudah berapa lama waktu yang ia habiskan untuk berjemur di sana. Kursi malasnya juga sudah tak menarik lagi baginya dan ia ingin beranjak segera. Kacamata hitam masih bertengger manis di wajahnya, tidak seperti matanya yang terlindungi, kulitnya benar-benar menyentuh langsung sinar matahari. Ia harap kulitnya tidak berubah jadi kecoklatan.

Kevin ingin mencari sesuatu yang pedas dan segar. Semacam permen atau apa pun itu ia harap bisa ditemukannya di sini. Langkahnya menuju seorang pria paruh baya yang menjualkan makanan ringan. "Saya mau ini satu bungkus," seraya memberikan uang pas. Dibukanya bungkus permen itu dan dilahapnya satu. Begitu ia berbalik pandangan, ia merasa tungkainya terdorong oleh benda bertekstur kasar dengan kencang hingga ia merasakan sensasi melayang dalam slow motion.

Sepersepuluh detik pertama, ia merasa keseimbangannya tidak stabil.

Seperdelapan detik, Kevin tidak bisa lagi memegang tentengan kantung plastik yang berisi permennya.

Seperlima detik selanjutnya ia tersungkur di atas pasir.

Begitu pas satu detik, ia merasa sesuatu melekat di tenggorokannya. Sudah jatuh, tertelan permen pedas pula.

"Argh." Kata pertama yang muncul dari bibirnya. Kemudian suara kasak-kusuk pun datang. Seorang gadis yang tidak ia kenali sedang memutar arah. Tangan kirinya menenteng kaki kanvas sementara tangan kanannya memegang satu buah kanvas cukup besar. Dengan segera ia melepaskan kedua benda itu dan berjongkok melihat keadaan Kevin yang mengenaskan.

"Okay, gak apa-apa," ujarnya seraya menepis bantuan gadis itu. Ia terbatuk-batuk berharap bisa mengeluarkan permen keras yang sangat mengganggunya.

"Maaf. Kayaknya aku nyenggol kaki kamu makanya jatuh."

Kevin menepuk-nepuk lutut dan sikunya yang dipenuhi pasir. "Iya. Saya mengerti."

Merasa sangat bersalah, gadis itu mengeluarkan satu botol air mineral dari ransel peachnya. "Ini baru kok." Tangannya terulur.

Kevin menerimanya kemudian meneguknya dengan cepat. Ia merasa agak lega sekarang. "Makasih. Airnya saya habisin, nanti saya ganti deh."

"Ya ampun. Nggak apa-apa. Malahan saya mau belikan kamu air lagi." Wajahnya masih agak panik. "Kamu nggak sengaja tertelan pasir ya pas jatuh tadi?"

"Permen." Jawabnya singkat, tangan kanannya menunjukkan kantung plastik putih yang tembus pandang menampakkan bayangan permen di dalamnya. Aura bersalah semakin jelas di wajah gadis itu. "Kamu mau melukis?"

Cewek itu mengambil peralatan lukisannya lagi yang sebelumnya tergeletak di pasir. "Iya. Aku mau jadikan tempat ini objek."

Kevin mengerucutkan bibirnya. Ia merasa agak tertarik. "Boleh saya lihat?" Melihat orang melukis adalah hal menyenangkan baginya.

"Nggak masalah. Ayo ikut aku."

Kevin mengangguk kecil. Tangannya terulur berniat membantu membawakan kaki kanvas yang cukup memakan tempat itu. Gadis itu menoleh dan tersenyum karena Kevin begitu baik di kesan pertama. Mereka terus berjalan beriringan dengan pelan walau matahari semakin terik dan berada di atas kepala.

"Namaku Riana."

Kevin menoleh. Gadis itu sangat terbuka dan ramah, pikirnya. "Saya Kevin."

Riana tampak tersenyum. Walau pun awal pertemuan mereka tidak terlalu bagus tetapi cara berkenalan mereka agak lucu. Bagaimana tidak, mereka tetap menunduk melihat jalanan sambil menyebutkan nama masing-masing. Tidak ada istilah berjabat tangan, senyuman tulus, apa pun itu. "Susah sekali ya cari tempat teduh," keluhnya.

Let's Get Married! (CERITA SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang