Chapter 1 : Sepatu kecil yang malang

16 4 2
                                    


Kengantukan setelah membaca buku semalaman menyebabkan aku membuat sepatu yang kekecilan. Ukuran yang tidak mungkin dimasuki wanita-wanita di Parvani. Kakek hanya melirik sepatu malang itu lalu tertawa kecil. Ia tidak mengatakan apa-apa. Ia adalah pria tua yang baik.

Aku kembali menatap sepatu malang itu. Satu-satunya harapan untuk dia hanyalah seorang anak kecil yang kebetulan kuat memakai sepatu hak tinggi dan diizinkan ibunya.

Bau bahan baku sepatu yang  bercampur dengan pewarna menyengat hidungku. Tanganku dilapisi sarung tangan yang kotor dengan cat hitam. Duduk di depan meja kayu tua dengan sepatu kekecilan itu dalam genggamanku. Akhirnya aku memutuskan untuk membuat pasangan yang sama-sama kekecilan, dan mengecetnya dengan warna biru langit yang kehitaman.

Sambil bekerja, kami para penghuni panti, senang bergosip. Kami dapat membicarakan apa saja. Mulai dari harga tomat hingga para petinggi kerajaan. Sekarang kami sedang mendiskusikan festival yang akan datang 5 hari lagi. Festival Bulan Purnama. Tepat sehari setelah pengumuman kelulusan akademi kerajaan.

System di Toko Sepatu Shutari adalah shift. Jika aku mendapat shift pagi untuk melayani toko maka aku akan mendapat shift malam untuk bekerja di pabrik, dan sebaliknya. Terkadang ada yang keluar untuk belanja, tapi biasanya itu Rekka. Ia adalah pemasak yang handal dan pintar menawar. Ada juga yang bertugas mengantar pesanan, tapi itu biasanya dilakukan Porco dan Taro, si kembar pecinta kuda, yang juga balik mencintai mereka. Kuda-kuda kami, yang dinamai mereka Soko dan Toro, menolak ditunggangi siapapun kecuali si kembar atau kakek. Mereka mengumumkannya dengan menendang siapapun yang mendekati mereka kecuali tiga orang yang telah disebutkan.

Sepatu kecil tersebut telah selesai diwarnai dan aku menaruhnya di tempat pengeringan. A.k.a balkon yang telah disediakan dan dirancang kakek untuk tujuan tersebut. Shift malamku telah selesai dan besok aku libur. Dalam satu minggu, kita akan mendapat kesempatan 2 hari untuk tidak bekerja. Minggu ini aku mendapatkan hari rabu dan sabtu. Aku pamit dengan melambai kepada kakek dan Rissa, gadis panti yang masuk 3 hari setelah aku datang.

Jaket tipisku tidak begitu efektif melawan dingin. Aku tak pernah menyukai hawa dingin, kecuali saat sangat panas. Dan hari ini angin bertiup kencang, seakan marah kepadaku. Apa angin mengutukku karena kasihan pada sepatu kecil itu? Entah kenapa aku merasa sangat bersalah. Sepatu itu tidak seharusnya terlahir sendirian. Dan berbeda. Dan tak akan dibeli.

Jalanan di kota Parvani dihiasi lampu jalan yang indah. Sinar mereka putih seperti bintang diantara sunyi malam yang sebenarnya sangat berbahaya dilalui oleh gadis sepertiku. Mereka berada di dalam kotak kaca yang berbentuk bulat. Mereka, karena mereka bukanlah hanya lampu tetapi makhluk yang bernama kalcii. Penyihir kerajaan, Morrigan, meminta bantuan mereka untuk melindungi Kamaria.  Dalam dongeng-dongeng malam, kakek dan nenek suka bercerita tentang sejarah-sejarah kerajaan kecil bernama Kamaria ini. Kami diapit oleh 3 negeri besar dan merupakan wilayah yang terkena dampak terbesar saat Perang Kontigen. Kami diperebutkan negeri-negeri tersebut : Archadia, Germania, Goljomore. Saat itu, Germania merupakan yang terganas dengan senjata api mereka yang membakar hutan-hutan Kamaria yang hijau.

Para roh hutan marah. Tak tahu siapa yang salah, mereka menyerang para penduduk Kamaria hingga akhirnya seorang anak kecil bernama Morrigan berhasil meredakan amarah mereka. Ia bertanya kepada roh hutan siapa yang telah menghanguskan hutan yang ia sayangi, mereka mengatakan ‘besi panas yang bersatu dengan api’.

Kamaria sebenarnya adalah wilayah netral. Saat itupun hanya berupa desa kecil yang dipimpin oleh kepala suku. Namun karena perang tersebut telah memakan korban, mereka pun mengambil langkah untuk menghentikan perang tersebut. Sang kepala suku, Raepshut, memutuskan untuk membuat perjanjian dengan roh hutan. Para penduduk akan melindungi hutan dan hutan akan membantu Kamaria untuk hidup. Maka hutan memberikan sumber daya mereka kepada para penduduk untuk membuat benteng-benteng dan senjata. Memberikan air murni yang menyehatkan dan tanaman serta buah untuk dimakan.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 31, 2016 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

FlorenceWhere stories live. Discover now