Chapter 1 : Awal Perang yang Sesungguhnya

Start from the beginning
                                    

"Woahh! Enaknya! Masakan nenek memang yang terbaik!" Gadis itu menujukan jempol tangannya ketika makanan tersebut masuk ke dalam mulut. Sang nenek hanya tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Bagaimana kalau kita buka restoran saja nek? Nenek yang memasak, aku yang mengumpulkan bahan-bahannya. Pasti akan banyak orang yang datang ke restoran kita!" Alexa menerawang jauh hingga perkataan neneknya membuat semua itu luntur.

"Memangnya ada yang mau datang ke hutan belantara seperti ini?" Gadis itu terdiam tampak berpikir.

"Eyyy siapa yang bilang kita buka restoran di sini? Kita buka saja di kota? Bagaimana nek? Atau kalau perlu kita pindah saja ke kota nek. Eh tidak... tidak... di sini lebih segar dari pada di kota." Alexa terlihat seperti sedang mengalami pergolakan batin dan nenek yang melihatnya hanya bisa tersenyum tipis.

"Tapi nek, kenapa kita tidak tinggal di kota saja? Bersama yang lain?" Alexa tahu dia sudah sering menanyakan hal itu pada neneknya tapi jawaban yang ia dapat selalu tidak bisa menuntaskan rasa penasarannya.

"Kau sudah menanyakan hal itu ratusan kali, Lexa." Nenek mengingatkan yang langsung diangguki oleh Alexa. Gadis itu kembali tidak tertarik dengan pertanyannya dan memilih beralih pada makanannya.

"Lagi pula apa bedanya kita di hutan atau di kota. Orang-orang kan selalu memandang rakyat dari Tanah Netral sebagai rakyat buangan. Jadi sama saja jika kita di hutan atau pun di kota," gumam Alexa pelan.

"Apa kau menyesal terlahir menjadi rakyat biasa di Tanah Netral?" Alexa menghentikan aktivitasnya dan menatap sang nenek. Detik berikutnya ia tersenyum lebar dan menggeleng.

"Tentu saja tidak! Aku sangat bangga! Memang seharusnya semua orang memilih berada di Tanah Netral dari pada harus repot-repot ikut memilih diantara kedua kerajaan. Itu hanya membuat diri mereka menjadi musuh saja. Lebih baik di sini. Damai dan tentram, hehe," jawab Alexa sambil diikuti cengiran khasnya.

"Baguslah kalau begitu," balas sang nenek sedikit lega.

"Hehe." Gadis itu kembali memakan daging di piringnya dengan lahap.

"YAK! Makanlah dengan anggun! Kau ini seperti laki-laki saja." Alexa memutar bola matanya dengan malas. Ia benar-benar malas jika sang nenek sudah membahas tentang cara makannya yang katanya tidak anggun.

"Nenek jangan mulai! Aku ingin menikmati makanan ini dengan damai!"

"Damai dari mana, cara makanmu saja tidak damai!"

"Nenek!"

.

.

.

.

.

.

.

.

"Alexa!! Kau mau kemana?" Sang nenek berteriak melihat Alexa yang sudah ada diambang pintu hendak keluar sambil membawa busur dan anak panahnya.

"Tentu saja ke hutan!" jawab Alexa sambil menujukkan gigi-giginya.

"Kau ini sudah seperti tarzan saja!" cibir neneknya.

"Aku ini manusia! Bukan tarzan," protes Alexa kesal.

"Memangnya tarzan bukan manusia? Tarzan juga manusia!" balas sang nenek membuat cucunya mendengus sebal.

"Terserah nenek saja! Aku pergi!" Dari pada menghadapi neneknya yang ujung-ujungnya ia kehabisan kata lebih baik ia segera pergi sebelum sang nenek berkoar lagi.

One King One Kingdom [Hiatus]Where stories live. Discover now