5. You Gotta Know

4.8K 447 13
                                    

"You know it so Well, Al. Gue bukan nomor satu lo.."

***

"Makan aja apa susahnya sih?" Bentak Alan pada Tanu yang sedari tadi memutari meja sambil memegang ponselnya. Parahnya lagi, cowok cantik itu menungging-nungging di depan wajah Alan. Membuat Alan semakin keki. Hari ini panas dan tingkah Tanu yang absurd membuatnya semakin gerah.

Tanu mengkerut dan mencibir sekilas sebelum akhirnya suara jepretan beberapa kali terdengar. Alan menghela nafas, badannya melorot di sofa ungu itu. Dia dan Tanu sedang berada di bakery shop dekat kos-kosan Agil. Niatnya sih sekedar nongkrong, berasa anak gaul, namun nyatanya, Alan ke sana hanya untuk menemani Tanu menjadi anak alay—memfoto makanannya untuk di upload ke sosmed—setelah itu, dia baru diperbolehkan makan.

"Jadi, lo mau cerita apa?" Tanya Tanu sambil melempar ponselnya ke meja.

Alan belum sempat menjawab pertanyaan Tanu, saat ponsel cowok itu berbunyi dengan nada dering beruntun. Alis Alan berkedut sebal dia menyambar jus jeruknya dengan keki, lalu menyeruput sampai habis. Pandangannya beralih ke luar jendela. Sudah setengah lima sore, wajar saja kalau jalanan sudah mulai macet. Alan bahkan bisa melihat bagaimana kusutnya tampang orang-orang yang mulai tidak sabar untuk segera sampai di rumah. Dan entah kenapa itu semua mengingatkannya dengan kejadian tadi siang.

Alan masih ingat terakhir kali melihat cewek itu. Semester akhir kelas satu SMA. Di jam yang sama dengan saat ini dan suasana yang tidak jauh berbeda. Macet, panas, gerah. Lebih gerah lagi hatinya saat itu. Dia yang memutuskan untuk pergi, jadi kenapa sekarang dia kembalo lagi? Dan dia kembali seakan-akan tidak ada yang terjadi dengan dirinya dan Alan.

Teman-temannya bilang, 'Alah dia doang, lo bahkan bisa nyari yang lebih, Al!'

Iya. Alan tau itu. Tapi ada satu hal yang membuatnya tidak bisa menghindar begitu saja dari dia, sebelum dia tau, sebelum dia mengerti, sebelum dia menyadari.

Tuhkan! Alan membatin, dia semakin gerah.

Alan baru saja hendak mengalihkan pandangan dari jendela saat matanya menangkap pemandangan aneh. Tiga cowok yang tengah berboncengan di satu motor, tengah menyalip angkot. Ketiganya kecuali yang mengendarain motor tertawa terbahak-bahak, terlebih yang duduk di tengah, mulutnya mangap-mangap dan mata sipitnya hilang di telan tawa. Alis Alan terangkat naik. Yang paling belakang, sedang memegang ponsel, wajahnya serius mengetik sesuatu, namun saat motor bebek bewarna pink itu terlonjak melewati lubang—dan ponsel di tangannya hampir terlepas—cowok itu mengumpat keras-keras, lalu tertawa bersama temannya yang duduk di tengah. Lain lagi dengan yang paling depan, jangan di tanya. Wajahnya flat, tidak ada senyum, pun cemberut. Intinya, ekspresi cowok itu terkendali. Seolah hal yang terjadi bukanlah hal yang lucu.

"Liat noh, cabe-cabean!" kata Alan pada ke Tanu yang sekarang sedang senyum-senyum ke arah ponselnya.

Tanu mengalihkan pandangannya ke luar dan tiba-tiba tawanya pecah. Dengan cepat kilat dia bangkit dari duduknya dan berlari ke arah jendela. Bunyi jepret pun terdengar lagi disertai tawa Tanu yang semakin berderai.

"Ini mah Lada Hitam, HAHAHAH!"

Tanu memperlihatkan hasil jepretannya kepada Alan yang otomatis membuatnya ikut ngakak. Mereka tertawa, tidak memperdulikan tatapan aneh dari pengunjung lain.

Bunyi 'Ting' dari pintu toko membuat keduanya segera menoleh. Tiga cowok Lada Hitam tadi tengah menuju ke arah Alan dan Tanu. Ekspresi mereka masih sama seperti saat di motor tadi. Namun si wajah flat akhirnya tertawa saat Peter menyenggol meja dan membuat cewek-cewek cantik yang duduk tak jauh dari mereka cekikikan.

TBS [1] Alan & AlanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang