Chapter 2

12K 1.2K 167
                                    

.

.

.

Bertemu denganmu, mungkin bukan sekadar kebetulan.

-x-



Pagi itu pintu rumah Hanna diketuk dan ia berlari dari dapur ke luar untuk membukanya. Ternyata itu bibi yang tinggai di ujung jalan. Bibi itu yang biasa mengurus pindahan masuk, pindahan keluar, dan seluruh urusan penghuni di sepanjang jalan tempat tinggal Hanna ini.

Jadi Hanna tidak terkejut ketika bibi itu menyapanya dan memberitahu dengan nada menyesal, "Aku minta maaf kalau sehari-dua hari ini akan sedikit berisik. Ada penghuni baru yang akan tinggal di rumah sebelahmu."

Hanna melongokkan kepalanya ke luar pintu. Benar saja, di depan rumah sebelah kanannya ada truk putih besar dan dua orang berseragam perusahaan pengiriman yang mondar-mandir memindahkan perabot rumah dari truk ke dalam rumah itu.

"Ah, begitu." Hanna mengangguk-angguk. "Sudah agak lama sejak penghuni rumah dua puluh tujuh pindah, ya?"

Bibi ikut mengangguk. "Penghuni yang sekarang sepertinya tinggal sendirian. Laki-laki. Jadi, mohon bantuannya, ya."

Hanna tersenyum lebar. "Baiklah. Terima kasih, Bibi."

Bibi itu melambaikan tangannya berpamitan dan berjalan ke rumah lainnya untuk mengulangi percakapan barusan dengan para penghuni.

Hanna kembali ke dapur untuk menyelesaikan telur mata sapi dan roti panggangnya (Hanbyul lebih suka sarapan ala Barat, karena menurutnya lebih sederhana dan "Jujur saja ya, Nuna, masakanmu rasanya tidak jelas"). Saat sedang menyiapkan semua itu di piring, teringat olehnya bahwa penghuni sebelah adalah laki-laki yang tinggal sendirian. Orang itu pasti lelah mengurus pindahan sejak pagi hari dan tidak mungkin sempat membuat sarapan untuk dirinya sendiri.

"Yah, baiklah," Hanna bergumam pada dirinya sendiri dan mengambil kotak makanan. Ia akan mengantarkannya pada si tetangga baru sekalian memperkenalkan diri sebelum berangkat kerja.

***

"KAU SERIUS? JONGIN? KKAMJONG?" Suara Chanyeol yang menggebu-gebu menyerang gendang telinga Sehun yang sama sekali tidak siap.

Sehun sedang berdiri bersandar pada ambang pintu, menunggui si kurir memindahkan barang-barang ke dalam rumah barunya. Ia membiarkan mereka menempatkannya semau mereka, karena baginya sama saja sofa itu ditempatkan membelakangi jendela atau dirapatkan ke dinding. Toh sofa hanya untuk duduk. Begitu juga barang-barang lainnya.

Semuanya baru, masih licin terbungkus plastik. Sehun hanya membawa koper berisi pakaian dan barang-barang pribadinya dari apartemen. Hayoung sudah mengurus semuanya—termasuk membayarnya. Sehun benar-benar tidak perlu melakukan apa-apa selain tinggal di sana seperti anak baik.

"Itu yang kulihat di internet barusan," balas Sehun tenang pada ponselnya. "Dan, sialan. Jangan teriak-teriak, Hyeong, telingaku sakit."

Chanyeol tidak mendengarkan keluhannya. "YANG BENAR SAJA! MENIKAH? KKAMJONG? DENGAN SIAPA?"

Sehun memutar bola matanya. "Jaeyeon atau siapalah namanya. Aku tidak membaca semuanya. Aku sudah mengirimkan alamat beritanya. Hyeong baca sendiri saja."

Lalu Chanyeol tertawa, begitu keras sampai-sampai Sehun heran laki-laki itu tidak mati tersedak saat itu juga. "Apa kau sudah meneleponnya? Apa katanya?"

"Sudah kucoba, tapi dia tidak menjawab. Makanya aku menelepon Hyeong."

"Si brengsek kecil itu," Chanyeol merutuk, tapi tidak dengan nada kesal. "Akan kubunuh dia begitu aku menemukannya."

Racy LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang