Mata lelaki itu hampir keluar dari tempatnya. "Wanjay. Sejak kapan cewek boncel ini ikut ekskul pramuka dan pencinta alam?"

Mata Inara menyipit. "Gue nggak boncel ya, Gal. Bilang aja lo iri nggak bisa jadi ketua bidang DisPara."

"Nggak juga sih. Gue lebih tertarik jadi ketua Baseball." Gala tersenyum. " Tapi gue yakin lo bisa, Na." Gala menepuk-nepuk pundak Inara.

"Jangan ditepuk-tepuk. Ntar gue makin boncel." ucapan Inara itu berhasil mengundang tawa Gala dan Sabrina.

# # #

"RAHAGI!"

Seruan Bu Aminah menggelegar di sepanjang koridor. Seluruh mata kini memperhatikan wanita paruh baya yang sedang menatap nyalang seorang lelaki yang berlari menuju parkiran, tidak menghiraukan seruan gurunya itu.

"Anak itu," gumam Bu Aminah geram. Setelah mengatur napas dan meredakan amarahnya yang sudah naik ke ubun-ubun, wanita itu kembali ke ruangannya.

Para siswa yang sebelumnya memperhatikan keduanya, kini berbisik-bisik membahas apa yang baru saja terjadi. Biasanya, lelaki itu memang selalu membuat masalah. Bolos dan merokok adalah salah satu perkara utamanya.

Namun, mereka tidak pernah melihat Bu Aminah semarah itu.

Sekolah sudah bubar sejak lima belas menit yang lalu, tetapi masih banyak siswa-siswi SMA Integral yang menunda waktu pulang. Entah itu untuk belajar kelompok, nongkrong di kantin, atau mengurus event yang akan tiba.

Akan tetapi, hal itu tidak berlaku untuk Inara. Gadis itu berjalan cepat menuju gerbang sekolah. Ia harus segera sampai di rumah karena harus bersiap-siap untuk menjemput kakak laki-lakinya di bandara.

Keberuntungan tidak berpihak pada Inara. Saat berbelok, seseorang menabrak tubuhnya dengan kencang dari belakang. Tubuh kecilnya terhuyung dan ambruk ke depan, dengan posisi yang nggak banget setelah sempat berputar beberapa kali.

"Uh, maaf!" lelaki yang menabraknya lanjut berlari tanpa menghiraukannya.

"Nggak bertanggung jawab banget!" omel Inara sambil menahan sakit di bagian pinggangnya.

Seorang laki-laki dan perempuan yang baru saja berbelok terkejut melihatnya.

"Ya ampun, Inara! Lo kenapa?" Sabrina langsung berlari kecil menghampirinya, kemudian berjongkok untuk memeriksa Inara.

"Ditabrak. Aduh, Sab, sakit banget pinggang gue. Nggak bisa berdiri," keluh Inara.

Gala yang sudah berdiri di sampingnya mengulurkan tangan untuk membantu Inara. "Ayo, Na."

Sabrina mengangkat tubuh Inara disaat yang bersamaan ketika gadis berkuncir kuda itu menyambut uluran tangan Gala. Lelaki itu langsung membopong tubuh Inara agar bisa berdiri.

"Ditabrak siapa, Na?" tanya Gala.

"Rahagi," jawab Inara singkat. Dirinya masih kesal lantaran lelaki itu tidak bertanggung jawab sedikit pun atas apa yang ia perbuat.

"Nggak ada habisnya buat masalah ya. Ngomong-ngomong, lo bisa jalan?" tanya Sabrina.

"Bisa, cuma agak sakit."

"Ntar olesin salep ya, Na." Gala membantunya untuk berjalan.

Ketiga sahabat itu berjalan menuju gerbang, tentunya dengan Inara yang tertatih-tatih.

"Larinya kenceng banget," cerita Inara. "Melebihi kecepatan cahaya kali, ya."

"Makanya makan yang banyak biar kuat. Plus-plusnya sih, biar nggak boncel," ucap Gala dengan nada jenaka.

"Apa-apa disangkutin ke boncel ya, Gal."

"Lo cukup mengakui keboncelan lo, Na," sambung Sabrina. "Eh, gue ada gosip baru!" seru Sabrina.

"Bosen gue denger gosip lo, Sab. Itu-itu mulu. Nggak update," canda Gala.

"Ih, lo punya naluri kecewekan juga ternyata, Gal."

"Agar bisa memahami cewek, Sab. Biar kayak cowok-cowok di Wattdap itu." Gala menaik-turunkan alisnya.

"Wattpad, Bego. Sok tahu sih."

"Biarin, yang penting ganteng."

"Oke, kita memasuki waktu di mana tingkat kepedean Gala udah meningkat," timpal Inara.

"Maklumi lah, Na. Baru puber." Sabrina tertawa.

Ketiga sahabat itu akhirnya sampai di gerbang sekolah.

"Lo udah di jemput, Na?" tanya Gala.

"Udah. Di tempat biasa, tuh!" Inara menunjuk tempat di mana mobil jemputannya biasa menunggu.

"Yok, gue bantu jalan ke sana. Sab, lo gimana?" Gala menoleh kepada Sabrina.

"Gue udah jemput. Dah, Gal. Dah, Inara. GWS, Cimit!" Sabrina melambaikan tangannya seraya berjalan ke arah yang berlawanan.

Setelah melewati acara perpisahan singkat, Gala membantu Inara berjalan menuju mobil.

"Kemaren gue denger kabar kalo Rahagi calon ketua Baseball." Gala tiba-tiba bersuara.

"Oh ya? Kok bisa? Dia kan brutal. Setahu gue, ketua ekskul atau bidang harus punya track record yang bagus minimal 70 persen."

"Tapi ketua Baseball yang lama maunya dia." Gala menaikkan bahunya sekilas.

"Mungkin ada maksud lain di balik itu. Nggak mungkin aja gitu. Lo tahu lah, OSIS SMA Integral ini tegas dan disiplinnya minta ampun."

"Iya juga sih. Jadi menurut lo, gue harus lanjut apa gimana?"

"Lanjut dong. Nggak gentle lo, kalah sebelum berperang."

~~||~~

30 Juni 2016.

AntipoleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang