Reality vs Imagination (oneshot version)

718 14 4
                                    

Aku adalah seorang penulis dengan genre romance. Kebanyakan, ceritaku mengenai seorang laki-laki menyerupai pangeran yang berasal dari negeri antah berantah, tidak diketahui pasti dimana tempatnya. Dengan wajah yang oriental, bermata coklat, berhidung mancung, berambut hitam, dan napasnya beraroma mint. Perawakannya tinggi dan mempunyai lekuk tubuh yang indah dengan pinggang ramping, perut sixpack, serta otot bisep dan trisep yang kekar. Aku selalu mendeskripsikan lelaki dingin dan misterius yang sangat sulit utuk didekati oleh seorang gadis. Sedangkan gadisnya bermata bulat, berbibir mungil, bertubuh mungil, berambut lurus dan halus. Karakter gadisnya pun sama. Gadis miskin yang lugu dan tidak tahu tentang cinta.

Di sinilah aku sekarang, di café. Ditemani secangkir cappuccino, aku berselancar didunia yang semu. Tiga bulan sudah aku tidak membuka jendela informasi. Maksudku internet. Karena, yang aku kerjakan hanyalah berkutat dengan imajinasi sendiri. Ada kalanya imajinasiku tidak berfungsi seperti seharusnya, sehingga aku harus memutar otak dan menghasilkan suatu fiksi dengan jalan cerita yang bertolak belakang dari sebelumnya. Walaupun pada akhirnya akan kembali pada rencana awal.

-GD (G Dragon)-

Nama dan foto itu ada dalam sebuah iklan yang tertera jelas dilayar laptopku. Melihat nama dan fotonya itu, aku kembali teringat akan sosoknya yang nyentrik dan multi talent. Kwon Ji Young, atau lebih dikenal GD, dia memang multi talent, dari mulai rap, nyanyi, dance, sampai menulis lagu. Benar-benar hebat.

“… Kalau, kalian sudah mendapatkan nada-nada untuk musik yang populer, kalian hanya akan menulis lagu-lagu yang sama. Kalau itu terjadi, masyarakat akan menjauh dan hidupmu sebagai seorang komposer menjadi terbatas.” Bagaikan komedi putar, kata-kata GD itu berputar-putar dikepalaku.

Aku memang bukan seorang komposer yang dapat menciptakan nada-nada indah seperti GD. Aku adalah seorang penulis. Tapi, kata-kata yang dilontarkan oleh GD bagaikan cambuk yang menyuruhku untuk tidak menuliskan karakter serta alur yang sama.

Kalau aku menciptakan sebuah karya tulisan dengan menggunakan karakter, gambaran fisik, serta alur cerita yang sama, masyarakat akan menjauh dan hidupku sebagai seorang penulis menjadi terbatas.

“GD , 내가좋아요 (naega johayo).” Ujarku pelan, seraya memandang foto GD yang ada dilayar laptopku. Dalam bahasa Korea, naega johayo mempunyai arti aku menyukaimu.

“Belajar bahasa planet dimana?” Suara seorang pria yang tidak asing ditelingaku, dengan jarak yang begitu dekat denganku. Sepertinya dia berada di sebelahku.

“Itu bukan bahasa planet. Itu adalah bahasa Korea.” Aku membalikkan tubuhku menghadap lelaki itu. Penampilan sangat sederhana. Memakai sweater merah bertuliskan barcelona dibagian punggungnya, memakai celana jeans dengan bagian bawah yang kecil, Berambut hitam dengan poni miring yang menutupi keningnya serta jambang yang membingkai wajah putihnya. Lelaki ini, tidak terlalu tinggi cenderung kurus, bermata sipit, namun masih ditemukan lipatan mata, mempunyai hidung yang sedikit mancung serta kulit putih yang berseri. Dia menyesap cappuccinonya dengan mata yang menatap lurus kearah laptopnya. Terkesan elegan. Aku menatapnya lekat-lekat. Hingga aku menyadari sesuatu. Alvi. lelaki ini adalah tetanggaku, satu sekolah denganku, bahkan satu kelas denganku.

Whatever. Aku tidak peduli.” Dia menggosokkan kedua tangannya dan menyentuh keywoard. Sepertinya dia sama sepertiku menyukai dunia yang semu. “GD, naega johayo? Aku yakin lelaki yang kau sebut itu tidak mengenalmu.” Lanjutnya. Aku yakin Alvi mencari tahu tentang GD. Karena, kebanyakan kaum lelaki tidak menyukai k-pop. “Aku heran, kenapa gadis jaman sekarang menyukai k-pop yang terkenal dengan rambut panjang yang diberi warna dan menari-nari tak jelas.” Apa yang barusan dikatakan oleh Alvi? Aku benar-benar tidak terima.

Reality vs Imagination (oneshot version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang