"yes! Eh, hehehe, sebenernya sih gue lagi otw rumah lo Ra, ini udah daerah pancoran."

"WHAT? Ih, Alvaaaaan, yaudah gue ganti baju sekarang ya untung aja gue udah mandi, huh!" kata Tara panik sambil melompat berdiri dari tempat tidur masih dengan ponsel yang menempel di telinganya.

Tara bergegas berjalan menuju lemari dan dia bisa mendengar Alvan terkekeh di sebrang sana.

"Pasti sekarang muka lo lagi panik-panik lucu," kekehnya.

Tara mendengus, "bodo amat ya Van. Udah ah matiin telfonnya, nanti gue cubit ya lo kebiasaan deh nyetir sambil mainan hp!"

Alvan kini tertawa. Tepatnya tertawa karena rasa gemasnya terhadap sikap Tara yang terkesan galak tapi perhatian.

"Ditunggu ya mbak, cubitannya."

"ALVAN!"

"Hehe, dadah! See you there."

Tara menggeleng sambil menjauhkan ponselnya dari telingan ketika sambungan sudah terputus. Tara kemudian berfokus kepada jejeran bajunya yang tergantung, meneliti mana pakaian yang setidaknya akan pas dikenakannya hari ini.

Wajar 'kan kalau seorang cewek perduli pada penampilannya jika dia akan pergi dengan seorang cowok? Apalagi cowok yang dia suka. Secuek-cueknya Tara, tetap saja Tara seorang cewek. Dan Tara perduli akan penilaian Alvan terhadapnya, maka Tara tidak ingin salah berpakaian. Tidak mau terlalu berlebihan dan juga tidak mau terlalu santai dan cuek juga.

Akhirnya Tara memilih sebuah blouse putih tanpa lengan dan rok pendek selutut berwarna hijau jamrud. Dengan terburu-buru Tara mengganti bajunya.

Tara tidak memakai make up, dia hanya memoles bibirnya dengan lip cream matte NYX warna san paulo kesukaannya. Rambutnya yang sejak tadi dia cepol asal kini sudah ia gerai dan tidak lupa Tara menyemprotkan parfum wangi vanilla favoritnya keluaran the body shop.

Tara sedang berjongkok untuk memasang sepatunya ketika Dimas melintasi kamarnya sambil menenteng mangkuk yang tinggal berisi kuah indomie dan menatapnya bingung. "Woy, mau ke mana lo, kak?" tanya Dimas kepo. Pasalnya kakaknya ini 'kan jarang sekali keluar rumah kalau hari libur.

"Pergi!" sahut Tara tanpa menatap Dimas karena masih sibuk mengikat tali sepatunya.

Dimas memutar bola matanya, "gue juga tau oon, maksud gue mau perginya ke mana?"

Tara selesai memasang sepatunya lalu berdiri tegak sambil menatap Dimas. "Kepo."

Dimas mendengus, "najis lo! Gak gue izinin lo pergi kalo gak jelas kemana dulu!" kata Dimas sambil melangkah ke ambang pintu lalu memposisikan dirinya untuk menjadi penghalang di pintu.

Tara tidak menanggapi kata-kata Dimas dan memilih meraih sling bagnya yang sudah ia siapkan di atas tempat tidur tadi. Dan hal tersebut membuat Dimas semakin kesal dibuatnya.

"Ih, kak, woy!"

Tara menoleh ke arah Dimas sambil berdecak, "gue mau jalan sama Alvan. Oke, gak jalan sih tapi mau nemenin dia belanja."

Dimas lalu bergeser dari pintu, "oh, udah resmi nih jadinya?" tanya Dimas yang kini lebih tertarik dengan hubungan kakaknya daripada kemana tujuan kakaknya pergi.

Tara mengernyit, "resmi? Apanya yang resmi?"

Dimas menghela napas, menolak untuk berkata-kata kasar karena dia sedang lapar. "Auk amat dah ah," katanya malas lalu berlalu begitu saja meninggalkan Tara yang menatapnya heran menuju dapur untuk mengambil nasi dan melanjutkan makannya yang tertunda.

Someजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें