prolog

136K 3.4K 36
                                    

"Papa, Mora keluar dulu ya" ucap Amora menghampiri ayahnya yang duduk di kursi roda.

"Kamu mau kemana Mor?" Antony menatap putri sulungnya.

Amora tersenyum menatap sang ayah jenaka. "Mora mau ke Mcknight.Corp pa."

Antony terkejut mendengar jawaban putrinya. Ia kenal perusahaan besar itu. Karena dulu sekali, ia pernah menjalin kerjasama dengan pemilik McKnight.corp terdahulu.

"kamu mau apa kesana?"

"Amora dipanggil interview kesana pa!" Teriak Amora girang.

Antony tersenyum kecut pada putrinya. "Maafkan papa sayang, papa gagal jadi ayah yang baik. Kamu masih berumur 22 tahun tapi kamu sudah harus bekerja untuk menghidupi papa dan Steven." tatapannya berubah sayu. Perasaan bersalah melingkupi hatinya ketika ia melihat Amora yang sekarang sangat berbeda dengan yang dulu.

Amora memegang tangan ayahnya dan menggenggamnya erat.

"Dulu papa udah bekerja keras buat keluarga kita. Sekarang waktunya buat aku balas semua hasil kerja keras papa,"

Antony tidak bisa menahan harunya lagi. Ia memeluk Amora, menumpahkan tangisnya dibahu kecil gadis itu.

"Tapi karna papa kita jadi hidup susah, ini karna kesalahan papa nak." ucap Antony sedih.

Hampir saja Amora meneteskan air matanya, tapi berhasil ditahannya. 

"ini bukan salah papa kok, semuanya udah terjadi, kita harus ikhlas pa." Amora menarik Napas.

"Oh iya, aku berangkat dulu ya pa, nanti aku telat. Dah papa," ucapnya mengecup kening Antony.

Ia tidak ingin berlama-lama berbincang perihal keluarganya.  Kalau ia masih ada disana 5 menit lagi, ia tidak akan lagi bisa menahan air mata yang sudah mendesak keluar dari tadi.

                  *********

Amora mempercepat langkahnya setelah memasuki lobby perusahaan besar itu, Mcknight corp. Semua orang ingin bekerja disana. Dan Amora merasa beruntung, ia tidak perlu repot-repot melakukan pshycotest atau apapun itu untuk berdiri di tahap interview ini.

"Amora Smith." teriak seorang wanita dengan make up tebal di wajahnya. "cepat-cepat Mr.Brian sudah menunggumu." lanjutnya.

Kamu pasti bisa! Teriak Mora, menyemangati dirinya sendiri.

Amora berjalan memasuki ruang CEO dengan gugup. Awalnya gadis itu terkejut karena yang akan mewawancarainya adalah CEO perusahaan, dan bukannya bagian HRD. Tapi pihak perusahaan mengatakan kalau bagian HRD sedang dalam masa 'sibuk' jadi yang menangani perihal penerimaan karyawan ini adalah sang pemimpin.

Ia melihat sekeliling ruangan itu.

perabotannya pasti mahal.

"Amora Smith." pria yang duduk di sebuah kursi besar memanggil Amora.

"Silahkan duduk," ucapnya lagi. tanpa melihat kearah Amora sama sekali.

Setelah duduk, barulah pria itu mengangkat wajahnya dari map yang berada dimeja itu menatap Amora. "jadi, anda pasti sudah tahu siapa saya, bukan?"

Amora mengangguk kaku. "Tuan Brian Mcknight." ucapnya. Amora berusaha bersikap seperti biasa padahal tangannya sudah berkeringat dingin.

Nama yang terdiri dari 2 suku kata itu terngiang di telinga Amora. Gadis itu seperti merasakan deja vu dengan nama pria dihadapannya ini.

Brian menatapnya datar. "Apa motivasimu untuk bekerja disini?"

Duh, tatapannya itu tajam sekali sih. Amora kian meremas jari tangannya yang ia tautkan. Aura yang menguar dari tubuh Brian benar-benar tidak bersahabat.

"Saya bekerja untuk menghidupi ayah dan adik saya. Dan mencari pengalaman." Ucap Amora tegas.

Brian menyenderkan punggungnya pada senderan kursi sambil bersedekap.

"Jadi benar berita bahwa perusahaan ayahmu bangkrut?" tanya Brian dengan senyum yang terlihat aneh bagi Amora.

"i-iya" jawab Amora gugup.

Brian kembali melihat data diri Amora di mapnya. "Kau baru berusia 22 tahun, lulusan Harvard?" Tanya Brian yang cukup terkejut, atau pura-pura terkejut? Amora hanya diam saja dan menatap Brian cemas. Ia takut kalau berita tentang keluarganya yang bangkrut mempengaruhi hasil wawancaranya hari ini.

"Ternyata kau cukup pintar, baiklah mengingat latar belakang pendidikan dan keluargamu."

Brian menatap mata Amora. "Kau sudah bisa bekerja disini besok, mejamu ada di depan kantor ini. Tolong datang dan kerjakan pekerjaanmu tepat waktu."

"Jadi aku diterima?" Lirih Amora, tapi masih bisa didengar oleh Brian.

"Ya, menjadi sekretarisku." jawab Brian dengan nada datar.

"Ba-baiklah tuan Mcknight, permisi." Ucap Amora berdiri dan sedikit membungkukan badannya sebagai tanda hormat kemudian berbalik dan keluar dari ruangan itu.

"Bagaimana? Kau pasti ditolak kan nona?" Ucap wanita bermake-up tebal tadi dengan nada merendahkan setelah Amora keluar dari ruangan Ceo.

Amora menatapnya semangat. "Aku diterima. Sebagai sekretarisnya."

Wanita tadi tampak terkejut tapi tidak mengatakan apa-apa. Melihat wanita itu tidak berniat mengatakan apapun lagi Amora segera meninggalkan perusahaan besar itu.

"Aku harus bekerja keras mulai sekarang, untuk papa dan Steven." Tekad Amora selama perjalanan pulang.

















SELURUH ISI CERITA AKAN SAYA HAPUS JAM 7 MALAM NANTI. DAN AKAN SAYA RE-PUBLISH SETELAH SAYA REVISI/EDIT.

TERIMAKASIH.

My Lovely Dictator CEO {SUDAH DITERBITKAN}Where stories live. Discover now