2-Aku, Kamu, dan Gudang

2.1K 191 22
                                    

Kira-kira sepuluh menit telah berlalu semenjak Lia dan Fadel meninggalkan ruang BK. Waktu ini termasuk golongan cukup lama dikarenakan jarak antara ruang BK dan gudang sekolah cukuplah jauh. Lia yang sangat amatlah bosan dan akhirnya menemukan cara unik untuk menghibur dirinya sendiri.

"Aku seorang kapiten, mempunyai pedang panjang, kalau berjalan prok! prok! prok! Aku seorang kapiten," dengan tampang tak bersalah, Lia menyanyikan lagu itu dengan agak lantang. Otomatis Fadel yang berjarak lima meter didepannya ikut pula mendengarnya.

"Pelangi Pelangi ... Alangkah indahmu ... Merah, Kuning, Hijau, di langit yang biru ... Pelukismu Agung, siapa gerangan? Pelangi.. Pelangi.. Ciptaan Tuhan!"

"Cicak.. Cicak.. Di dinding--"

Fadel berhenti mendadak.

"Lo ngehina gue?" tanya Fadel tiba-tiba dengan kesal, tiada angin tiada hujan. Lia yang sama sekali tidak merasa bersalah, kebelet protes. Ini tidak adil! Kenapa kalau sama Fadel ujung-ujungnya berantem terus? Apa ini masih efek tadi pagi soal abang gue ya? Rasanya tadi barusan dia baik-baik aja habis ngasih gue gantungan nama.

"Apaan sih? Orang gue cuma nyanyi, lo aneh," akhirnya Lia memilih untuk tidak peduli, dan melanjutkan nyanyiannya.

"Gue.. Gue takut cicak tau!" ucap Fadel dan langsung disusul tawa Lia yang terdengar nyaring.

Sebenarnya dulu sekali Fadel tidak takut cicak, tapi karena saat Fadel menampilkan tarian kodok ngorek pada acara perpisahan TK, tiba-tiba ada seekor cicak yang jatuh menimpa kepalanya dan sontak membuatnya kaget dan teriak-teriak. Kejadian ini tentu membuatnya malu sekaligus trauma sehingga orang tua Fadel tidak pernah datang ke acara perpisahan sekolah lagi.

"Hahaha! Lo takut cicak? Beneran? Ngakak!" tanpa merasa perkataannya menyakiti hati kecil Fadel, Lia justru tertawa diatas penderitaan Fadel.

"Udah deh, lo diem aja,"

Bukannnya diam, Lia malah menceramahi Fadel bahwa manusia harus saling menyayangi semua makhluk hidup tak terkecuali cicak, karena nanti kasihan cicaknya kalau merasa di bully.

Tiba-tiba Fadel berhenti mendadak, yang membuat omelan Lia tentang cicak terhenti. Suasanya di daerah ini cukup seram karena sangat jauh dari area ruangan kelas. Lia agak takut sih, tapi gengsi kalau dilihat Fadel.

"Del, ayo lanjut, kenapa diem disini?" Fadel hanya menoleh dan menatap Lia dengan salah satu alis terangkat.

"Jangan bilang kalo gudangnya itu disini," Lia menoleh pada ruangan suram disebelahnya, bulu kuduknya berdiri semua. Dan melasnya, Fadel menanggapi pertanyaan Lia dengan anggukan singkat.

Mereka berdua memasuki gudang. Lia mengikuti Fadel yang berjalan terlebih dahulu. Sampai saat ini Lia masih bingung, kenapa Fadel diam saja, apa jangan-jangan penunggu ruangan ini tidak suka diganggu? Lia juga tidak tahu.

"Pintunya jangan lo tutup," kata Fadel tiba-tiba, menoleh ke arah Lia.

"Tapi udah gue tutup," Fadel yang mendengar jawaban itu mendelik kaget, Lia lebih kaget lagi. Kenapa? Apa salah? Tidak mungkin terkunci seperti cerita-cerita di novel, kan?

Tapi sayangnya memang terkunci karena author kehabisan ide.

Fadel dan Lia benar-benar panik saat itu juga.

"Del! Gimana ini!" seru Lia kebingungan, salah satu tangannya memegangi baju Fadel dari belakang.

"Mana gue tau, kan udah gue bilang jangan tutup pintunya," jawab Fadel datar, yang justru membuat Lia semakin was-was.

"Tapi kan lo bilangnya setelah gue tutup! Disini gelap banget, del" cengkraman Lia lebih kuat dari sebelumnya.

Fadel berusaha berpikir, menatap semua sudut ruangan ini. Tidak ada jalan keluar, semua jendela tertutup. Fadel menyerah dan duduk bersila di lantai yang berlapis debu. Lia yang berhasil mengetahui apa yang Fadel lakukan di dalam kegelapan, hendak protes besar-besaran.

Lo pikir batman?

"Ya satu-satunya cara kita nunggu," ucapan Fadel ini membuat wajah Lia pucat pasi.

"Nggak bisa keluar lewat mana gitu?" tanya Lia, sungguh, dalam hatinya Lia berdoa.

"Nggak ada. Ya tunggu ada yang lewat sini, tapi itu kemungkinan kecil soalnya jarang banget ada yang lewat sini. Kemungkinan terburuk sih nunggu sore waktu ada satpam yang biasanya ngunciin setiap ruangan sekolah."

Lia menggerogoh kantongnya dan tidak menemukan benda yang dicari-carinya: Ponsel. Lia langsung menoleh pada Fadel dengan wajah ketakutan.

"Gue juga nggak bawa, ditinggal di BK semua barang gue," Fadel yang kelihatannya tahu apa yang akan Lia tanyakan, langsung menjawabnya terlebih dahulu.

Karena tidak tahu harus melakukan apa, dan yang pasti kalau berdiam diri malah membuat suasana semakin seram akhirnya Fadel memutuskan untuk membuka obrolan. Tapi karena Fadel tidak tahu situasi, dengan bodohnya Fadel menceritakan sejarah kenapa gudang ini disebut angker. Mulai dari Alumni sekolah ini yang bernama mbak Inah meninggal akibat tertabrak becak, sampai monster cicak yang sudah pasti adalah karangannya sendiri.

"Del, gue takut," dan Fadel tidak pernah sama sekali menyangka bahwa Lia akan menangis. Otomatis Fadel panik setengah mati. Duh, Gusti, apa salah Fadel? Fadel kan anak baik-baik

"Gue boleh ngedeket dikit nggak?"  tanya Lia agak ragu-ragu. Setelah mendapat rambu hijau dari Fadel, Lia menggeser tubuhnya, sedikit...

Lia memejamkan matanya dan memeluk lututnya. Lia memang takut kegelapan, apalagi ditambah cerita tentang hantu. Dari kecil, Lia memang penakut dengan banyak hal dan cengeng. Dengan ketinggian, dengan kegelapan, dengan IPA, dan dengan banyak hal lainnya. 

"Dari skala 1 sampai 10, seberapa takutnya lo sekarang?" tanya Fadel tiba-tiba. Lia pelan-pelan membuka matanya, menoleh pada Fadel.

"10. Kenapa?" Fadel menarik tubuh Lia dan mendekapnya. tangan kanannya merangkul tubuh Lia dan hal itu membuat Lia kaget setengah mati.

Fadel ngapain?

Brakk!

"Fadel? Lo ngapain?" suara cewek yang bertanya demikian menyadarkan Fadel dan Lia dengan cepat.

***

Fadelia [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang