Dia, satu-satunya gadis yang memiliki senyum terbaik yang pernah Ryan lihat.
Dia, satu-satunya gadis yang pernah hadir dalam hidupnya. Yang pernah membuatnya merasa menjadi laki-laki yang paling bahagia telah memiliki gadis itu.
Dialah gadis pertama dan terakhir yang membuatnya merasakan kebahagiaan yang berlebih, namun juga membuatnya merasakan kesedihan yang tidak ada ujungnya.
Perlahan, bayangan itu menghilang seiring dengan kristal bening yang jatuh membasahi pipinya.
Sesak.
Itulah yang Ryan rasakan hingga kini setiap kali wajah gadis itu kembali terngiang di kepalanya.
Ryan masih belum bisa sepenuhnya percaya kalau gadis itu kini sudah tiada. Bayangan gadis itu selalu menemani Ryan kemanapun dia pergi, dimanapun dia berada. Menghantuinya dengan rasa rindu dan penyesalan.
Bagaimana dia bisa move on dan melupakan masa lalunya semudah itu? Sementara kenangan demi kenangan nggak pernah berhenti menyiksanya? Sementara rasa bersalah kian hari terus menggerogoti hatinya dan membuatnya nyaris tak berfungsi?
Kalau saja dia tidak membawa gadis itu ke tempat yang tinggi,
Kalau saja dia bisa mengendalikan emosinya saat itu,
mungkin detik ini, gadis itu masih bersamanya.
[.]
"Hai,"
Suara seorang gadis membuyarkan lamunannya.
Ryan membuka matanya dan mendapati gadis berambut sebahu yang sangat familier sedang berdiri di depannya, tersenyum membelakangi matahari, sehingga ia terlihat bersinar bagaikan malaikat yang baru turun dari langit. Rambut gadis itu beterbangan karena angin yang entah datangnya darimana, seolah angin itu yang membawa gadis itu datang kehadapannya.
"Bisa bicara sebentar, nggak?" Gita bersuara lagi, sukses menariknya dari dunia imajinasi yang kelewat batas.
Ryan menghela napas pelan, lalu kembali memejamkan matanya, malas untuk menanggapi. "Nggak."
Hening.
Namun tak lama setelah itu, Ryan merasakan ada pergerakan disampingnya, seperti gadis itu baru saja ikut berbaring dengannya. Detik kemudian, ia mendengar satu tarikan napas panjang berasal dari sebelahnya.
Bener, kan, dia disamping gue.
Untuk beberapa saat, tidak ada suara. Kecuali suara angin sepoi-sepoi yang menenangkan dan menyejukkan telinga.
Bingung, ia perlahan-lahan membuka mata dan menengok ke kiri.
Gadis itu terpejam, kedua tangannya berada diatas perut. Ryan tak kuasa menghentikan matanya untuk tetap memandangi wajah gadis itu. Air mukanya tampak sangat tenang, seperti telaga. Deru napasnya terdengar beraturan dan jelas, seperti melodi lagu.
Alis matanya tebal, hidungnya mancung, bibirnya--
"Ternyata enak, ya, diatas sini."
Suara Gita sukses mengagetkan Ryan dan membuatnya cepat-cepat kembali memejamkan mata.
Bego lo, Yan.
"Gue kira atap sekolah cuma ada di film-film, ternyata disini juga ada."
Ritme jantung yang kian cepat, membuat Ryan merasa tidak nyaman dan akhirnya mendudukkan badannya, menatap Gita heran. "Lo mau ngomong apa, sih?"
Gita ikut bangun dari tidurnya dan duduk, tersenyum. "Sebelumnya, kenalin, nama gue Gita murid baru dari kelas 11 IPS-2."
Entah kenapa melihat gadis itu tersenyum dengan lekukan yang terbentuk pada kulit pipinya, membuatnya merasa terganggu.
"Udah tahu." Ryan menyahut, memutar bola matanya acuh.
Sebelah alis Gita terangkat. "Darimana?"
"Who doesn't know about you? Semua orang di sekolah ini ngomongin lo."
"Maksudnya?"
Melihat kerutan di dahi gadis itu yang kian mendalam, Ryan mendengus. "Udahlah, lupain aja." Ia lantas kembali membaringkan badannya diatas aspal, lagi-lagi dengan mata terpejam. "Cepet, mau ngomong apa? Gue dengerin."
"Ini mungkin bakal kedengeran gila."
"Semua yang terlontar dari mulut lo emang gila, sih," ujar Ryan asal ceplos, mengingat kejadian dua hari yang lalu ketika mereka beradu mulut.
"Dan mungkin lo bakal nganggep gue aneh."
"Dari awal ketemu, gue juga udah nganggep lo aneh."
"Jangan kaget, ya, Yan."
"Bawel. Kalau ngomong yang cepet dikit, dong. Nggak usah--"
"Gue pingin nyoba nge-date sama lo, Yan."
[.]
YOU ARE READING
Must Date The Introvert
RomanceBrigitta, murid pindahan yang memiliki wajah manis, harus melaksanakan misinya dalam memacari Ryan, cowok super duper jutek yang memiliki paras yang lumayan. Tapi ternyata, misinya tidak semudah yang ia bayangkan. Sangat sulit untuk mengambil hati...
3. Moving Forward
Start from the beginning
