Part One

1.7K 159 4
                                    


Kalau boleh memilih, Naruto memilih dilahirkan sebagai manusia biasa. Seperti anak usia enam belas tahun umumnya, yang sibuk memikirkan pr, juga kenyataan hingga detik ini ia tak pernah pacaran. Tapi di sinilah ia duduk, didepan cowok emo berwajah tampan tapi aneh yang tengah asyik meminum teh hijau yang dihidangkannya. Beruntung dia tinggal sendiri di apartemen kecilnya, dia takut membayangkan reaksi ibunya yang begitu kolot.

"Jadi Uchiha-san..."

"Sasuke, anda boleh memanggil hamba Sasuke." potongnya sembari menaruh cangkir tehnya dengan anggun membuat Naruto mengernyit heran.

'Perasaanku atau memang dia bersikap ini seakan upacara minum teh' guman Naruto dalam hati.

"Nenek anda, Chiyo-sama sebelum beliau meninggal menyuruh hamba datang kemari saat usia anda 16 tahun. Tanpa bertanya apapun pergilah kamu untuk melindungi Naruto hime begitu katanya."

"Tunggu, melindungiku dari apa?" tanya Naruto, jujur dia heran neneknya tak pernah bilang apa-apa padanya. Bahkan ketika dia meninggal, Naruto menggelengkan kepalanya mengusir kenangan buruk yang mulai membanjiri benaknya.

"Sentuhan yang dapat menghidupkan kembali kematian." ucap Sasuke dengan nada yang berubah serius. "Seperti yang anda paham kemampuan anda memiliki efek samping bukan hanya pada anda tapi orang-orang disekitar anda bukan?"

"Kau tahu?" Naruto menelan ludah, teringat kembali peristiwa yang membuatnya begitu benci kemampuan itu.

"Pengetahuan itu diturunkan bertahun-tahun dalam keluarga hamba, Uchiha sebagai pelayan keluarga Uzumaki. Kami memiliki tanggung jawab untuk melindungi penerus keluarga Uzumaki dengan kemampuan seperti seperti yang anda miliki."

"Kenap..."

"Bagi kami para juuki aroma tubuh anda sangat harum. Berkat Chiyo sama sampai sekarang hal itu bisa disamarkan. Manusia dengan kemampuan seperti itu pasti akan menarik banyak sampah, dan tugas hambalah untuk melindungi anda bahkan dengan taruhan nyawa. Semenjak Chiyo-sama meninggal perlindungan yang ditinggalkan beliau pun makin luntur. Pasti cepat atau lambat keberadaan anda akan diketahui hime."

Naruto mengeryitkan keningnya. "Juuki?"

"Ya singkatnya saya terlahir untuk melindungi anda dengan taruhan nyawa." ucap Sasuke yakin, tanpa menjawab pertanyaan Naruto.

Naruto terdiam, menatap sosok yang tengah duduk bersimpuh didepannya dengan gusar. Berbagai pertanyaan yang tak terjawab mengaliri otaknya, membuat sakit kepalanya bertambah parah , dan dalam sekejap tubuhnya seolah melayang. Ia limbung. 

'Siapa dirinya sesungguhnya?' tanyanya pada diri sendiri sebelum gelap menyelimuti pandangannya.

°°°°°°°°°°°°°°°

'Semalam pasti mimpi.' batin Naruto keesokan paginya. Matanya mengawasi sekeliling untuk mencari jejak Sasuke tapi ia tak mendapati apapun, bekas ia membuat teh juga cangkir teh yang semalam dihidangkannya. Tadi pagi ia terbangun dari tidur dan aneh sekali sakit kepalanya menghilang secara tiba-tiba.

Naruto melirik jam dinding di dapurnya. Hampir pukul setengah delapan. Dengan malas disambarnya sandwich telur dan sarung tangan yang dari tadi disiapkannya. Huh, dengan semua kegilaan ini ia masih harus sekolah, bagaimana bisa ini dianggap anugerah, benar-benar kemampuan yang gak asyik. Sungguh Naruto benar benar rindu kehidupan normalnya yang dulu.

°°°°°°°°°°°°°°°

"Jadi?" tanya Tenten ketika Naruto tengah sibuk dengan kecepatan super menyalin tugas
matematika milik Tenten. Hampir seperti separuh penghuni kelas mereka saat ini.

"Jadi apa?" beo Naruto dengan bingung.

Tenten berdecak sebal. "Kenapa kamu bisa gak masuk tanpa keterangan Naruto. Dan jangan berbohong padaku Naruto. Kemarin lusa kamu lebih dari baik-baik saja."

Naruto terdiam, menatap Tenten yang duduk di meja depannya dengan tatapan memohon. Segaris luka memenuhi sapphire indah miliknya membuat Tenten terkesiap. "Maaf, tapi kamu tau aku tak bisa berbohong. Jadi lebih baik kamu gak tahu. Semakin sedikit yang kamu tahu semakin baik."

"Ya sudahlah, tapi berjanjilah padaku Naruto, saat kamu tengah butuh bantuan kamu harus segera bilang padaku."

"Of course madam." jawab Naruto sarkatis, kembali menekuri PR yang hampir selesai.

Tepat ketika Naruto bernafas lega menyelesaikan tugas dari neraka, Kakashi, sang guru yang biasanya datang tiga puluh menit menjelang akhir pelajaran, memasuki ruangan. masih dengan masker aneh yang menutupi separuh wajah dan buku orange yang selalu dibawanya kemana-mana. Tepat ketika Naruto mendongakkan kepalanya, matanya bersirobok dengan sepasang onix yang bersinar geli. Baru sekarang Naruto bisa memperhatikan lelaki itu dengan jelas. Penampilan Sasuke bagi Naruto sangat biasa. nyaris seperti murid-murid sekolah ini pada umumnya, tapi pembawaan Sasuke yang mungkin membuat anak-anak perempuan di kelas mereka menatapnya kagum.

"Selamat pagi" koor seluruh kelas ketika Kakashi telah berdiri didepan kelas.

"Ohayou." jawabnya, sambil memasukkan bukunya ke kantong celananya. "hari ini kita kedatangan murid baru.  Sasuke perkenalkan dirimu."

"Hn. Uchiha Sasuke." singkat. padat dan membuat seisi kelas melongo heran. kakashi tersenyum maklum. dengan isyarat tangan disuruhnya Sasuke duduk. dan entah kebetulan apa tidak, satu-satunya kursi kosong hanya ada didepan Naruto. dengan berlahan diiringi tatapan penasaran seluruh kelas.

"Mohon bantuan kedepannya Hime" ucap Sasuke begitu sampai di kursinya, cukup pelan hingga hanya Naruto yang bisa mendengarnya.

Dan saat mendengar ucapan Sasuke itu, Naruto sadar hidupnya takkan lagi sama. ingatannya kembali kekejadian semalam yang baru ia yakin bukan mimpi. Hah, betapa ia ingin kembali kekehidupan tenangnya.


-------------------


Sementara itu,

Di sebuah kabin kecil yang terpencil dibalik hutan seorang lelaki yang tampak tersamarkan oleh gelap menyeringai keji. Di depannya bersimpuh seorang remaja berambut perak. 

"Jadi anjing Uchiha itu berhasil menemukannya?" geramnya dengan nada mengerikan membuat si remaja bergidik ngeri.

"Maafkan hamba. Hamba terlambat menyadari keberadaan gadis itu. Sihir perlindungan yang ditinggalkan oleh wanita tua itu begitu kuat hingga butuh waktu lama bagi hamba untuk melacaknya. Beri hamba kesempatan sekali lagi my Lord. "

Dengan geraman yang ditahannya dilemparkannya gelas anggur yang dipegangnya ke dinding. "ini kesempatan terakhirmu. Bawa gadis itu padaku. dan bunuh siapapun yang menghalangimu. Aku tak terima kegagalan, kau paham itu. Pergilah"

Dengan anggukan pelan, remaja itu menghilang dalam pusaran angin. Dan lelaki itupun, dengan berlahan mengambil gelas anggur yang baru sambil tersenyum keji.


TBC


Maaf jika chapter ini singkat. Ini pertama kali saya buat cerita dengan tema seperti ini. tolong tinggalkan jejak ya, mau vote atau saran atau apalah. terima kasih dan sampai ketemu dichapter depan.

Love YouWo Geschichten leben. Entdecke jetzt