Seungcheol berhasil memerangkapku dalam pelukannya.

Tenagaku kalah kuat darinya.

Sialan.

Entah bagaimana saat ini posisiku menjadi meringkuk miring menghadap tembok dengan tangan Seungcheol melingkari perpotongan antara perut dan dadaku sehingga ada sebelah lengannya yang aku tindih di bawah tubuhku dan sebelahnya lagi melingkar di atasku dan kemudian jari-jarinya menaut di depan perutku, mengunciku dalam pelukannya. Punggungku menempel pada dada Seungcheol dan kepalaku tepat berada di bawah dagunya. Aku bisa merasakan hembusan napasnya di atas kepalaku.

"Jeonghan?"

Biarkan saja Seungcheol berbicara sendiri dengan keheningan.

"Maafkan aku kalau aku membuatmu marah karena menyebutmu seperti wanita."

Terserah.

Dan kau Yoon Jeonghan, kendalikan detak jantungmu! Dalam keheningan seperti ini sudah pasti Seungcheol akan mendengarnya.

"Jeonghan?" Seungcheol kembali menyebutkan namaku, dan kali ini dengan lebih lembut. "Katakan padaku kesalahan apa yang telah kuperbuat sampai-sampai kau kesal padaku seperti ini."

Aku tidak menjawab panggilan Seungcheol dan hanya mengerucutkan bibirku, meskipun saat ini aku tahu bahwa Seungcheol tidak akan bisa melihat ekspresi kesalku saat ini.

"Kalau kau tidak mau menjawab pertanyaanku, kita akan terus begini sampai kau mengatakan apa salahku."

Aku, entah keberapa sekian kalinya, mengehela napas.

"Kau tidak melakukan kesalahan sedikitpun," gumamku. "Aku tidak marah padamu."

"Benarkah?"

"Ya."

"Kalau begitu kenapa dari tadi kau hanya diam?"

Aku mendengus. "Aku hanya sedang dalam mood yang buruk dan membuatku malas untuk mengobrol."

Kurasakan Seungcheol tengah menempelkan bibirnya di atas puncak kepalaku. "Kenapa moodmu bisa memburuk?"

Demi Tuhan! Bisa-bisanya Seungcheol mengambil kesempatan dengan mengecup puncak kepalaku di saat aku ingin berbicara serius dengannya seperti ini.

Jantung, Jeonghan! Jantungmu!

"Kau tahu di mana Jisoo?" tanyaku berusaha mengabaikan kecupan Seungcheol, juga detak jantungku yang semakin cepat.

Seungcheol terdiam sejenak. "Memangnya ada apa dengan Jisoo?"

"Sejak kemarin aku tidak melihatnya dan tidak menemukannya di manapun," jelasku. "Tidak di asrama, di kampus, ataupun di tempat latihan tenis."

"Benarkah?" Seungcheol terdengar lebih penasaran dari sebelumnya yang acuh tak acuh. "Apa kau sudah menanyakannya ke Seokmin? Seungkwan? Atau ke penghuni asrama lainnya?"

"Belum. Aku baru akan menanyakan besok ke Seungkwan dan Seokmin."

"Aku juga akan bertanya pada Mr. Shin. Mungkin saja Jisoo meminta izin pada Mr. Shin sebelum meninggalkan asrama."

"Terima kasih."

"Tidak masalah. Bagaimanapun aku adalah ketua asrama dan sudah menjadi tugasku untuk memantau penghuni asrama lainnya..." Seungcheol berdehem. "Apa kau sangat khawatir pada Jisoo, Jeonghan?"

Aku mengernyit mendengar pertanyaan Seungcheol, juga nada suaranya yang menurutku sedikit aneh. "Tentu saja aku khawatir. Dia adalah teman baikku dan aku tidak bisa menghubunginya lagi setelah kemarin aku tidak mengangkat panggilan teleponnya."

Bunga Iris dan TakdirWhere stories live. Discover now