AWAL DARI SEGALANYA

Start from the beginning
                                    

"Oh, jadi kalian itu ibu perawat?" Sekali lagi, nada suaranya seperti mengejek.

"Calon." Aku menarik napas panjang. "Kamu baru tau? Emangnya udah berapa lama kenal sama Airin?"

"Baru 10 menit yang lalu."

"Ow... pantas!"

Kenapa Airin harus ngenalin aku sama orang yang baru aja dia kenal? Sok banget juga orangnya.

"Kamu sendiri? Kuliah atau kerja?" Tanyaku, tak ingin kehilangan topik pembicaraan. Meski Harry ini agak menyebalkan, tapi masih lebih baik dari pada bicara sendiri.

"Fekon UN***T, tapi aku baru aja ngambil cuti kuliah."

"Ow..."

Sebenarnya, kalimat yang ingin keluar dari mulutku adalah 'kenapa cuti?'. Tapi segera aku ralat. Setidaknya aku sudah tau kalau dia pernah duduk di bangku kuliah.

"Kalau kamu ngambil cuti, berarti ada rencana lain dong, Har?"

"Iya. Rencananya aku mau nyari kerja dulu."

"Mau nyari kerja di mana emang?"

Kok, aku jadi kepo, ya?

"Di mana aja, yang penting kerja. Kerja di rumah kamu juga bisa."

"Oya? Kebetulan aku lagi nyari orang buat ngobatin sakit hati, bisa?"

"Kalo itu, aku enggak bisa."

Bukan jawaban yang aku harapkan, dan membuatku kehabisan kata-kata. Kenapa juga aku melontarkan kata-kata seperti itu? Kasihan harga diriku.

"Jam segini kok kamu belum tidur?" Tanya Harry.

"Belum ngantuk aja. Kamu sendiri, kok jam segini masih keluyuran? Kayak kelelawar aja."

"Kalau aku kayak kelelawar, terus teman kamu Airin kayak apa? Kupu-kupu malam? Alasan aku masih keluyuran jam segini kan gara-gara dia."

Ops! Aku lupa.

"Sebenarnya kalian mau ke mana sih? Ini kan udah hampir tengah malam," ujarku.

"Aku cuma diminta buat ngantar Airin sama sepupunya pulang, tapi Airin masih mampir beli martabak."

Aku tersenyum. Tak perlu heran. Martabak memang makanan kesukaan sahabatku yang satu itu.

"Mending kamu cepat tidur deh. Enggak baik anak perawan masih melek jam segini."

Aku tertawa. "Tenang, Har. Aku sudah enggak perawan kok."

"Oya, bagus dong."

"Hah? Apanya yang bagus? Bagus karena aku udah enggak perawan?"

"Bagus karena kamu jujur."

"Kamu kayak udah kenal aku aja."

Tawanya pun terdengar.

"Ya, sudah. Tolong antar temenku sampe tujuan dengan selamat, ya, Har?"

"Tentu, Sasi."

"See you!"

"OK."

"Selamat malam."

"Malam."

Panggilan terputus.

Sungguh sebuah percakapan yang singkat dan tak ada kepastian akan berlanjut. Aku akan sangat senang jika orang yang bernama Harry itu, mau menghubungiku lagi dengan ponselnya sendiri. Tapi jika pun tidak. Aku bisa mengerti.

***

Ku tarik tas yang asik bergelantungan di tempatnya. Aku sedang buru-buru. 30 menit lagi mata kuliah pertama akan dimulai. Bukannya aku takut terlambat, tapi aku takut tak mendapatkan contekan tugas.

Dosen yang mengajar mata kuliah Keperawatan Anak adalah salah satu yang paling killer. Aku tak ingin bermasalah dengan beliau hanya karena satu tugas yang tak aku buat karena alat komunikasi yang tak memungkinkanku untuk menggunakan internet.

Maklum saja. Aku tak punya modem. Selain itu, aku masih setia menggunakan Nokia model 105 disaat dunia sedang di ambil alih oleh Samsung dan Iphone. Warnet memang menjadi pilihan terakhir. Tapi ini tanggal tua. Belum waktunya kiriman dari orang tuaku datang, aku harus irit.

Aku disambut dengan pemandang orang-orang yang telah duduk berkelompok untuk menyalin tugas, saat tiba di kelas. Aku segera menuju ke belakang dan mulai mengambil alih empat kursi, untukku dan ketiga temanku. Seperti biasa.

"Uli, aku mau liat tugasmu dong," pintaku, setengah merengek.

"Tapi ini pasti salah, Si."

"Sudah, enggak apa-apa. Mau benar atau salah, aku enggak peduli, yang penting tugasku selesai."

"Ya, udah. Ini..." Uli menyerahkan selembar kertas HVS padaku. Aku tersenyum.

"Sasi, Sasi..., kamu udah buat tugas belum?" Teriak Nanda, yang baru saja masuk ke kelas, disusul oleh Airin.

"Ini baru mau nyalin punya Si Uli," jawabku.

"Aku juga mau nyalin dong."

"Ayo, ayo, cepetan!"

Nanda dan Airin segera duduk di kursi yang sudah aku ambil alih tadi, lalu menggeser kursi mereka mendekatiku.

"Enzhu belum datang, Si?" Tanya Airin.

"Belum, Kak Rin. Mending enggak usah khawatirin dia, tugasnya pasti udah selesai sebelum ibu Merlin ngasih ni tugas."

"Iya juga sih." Airin mendengus."Terus, gimana yang semalam, Si?"

"Semalam? Oh, Harry?"

"Iya. Gimana menurut kamu?"

"Orangnya... asik sih diajak ngobrol. Tapi dia ganteng, enggak?"

"Dia ganteng, Sasi. Manis lagi, enggak bakalan bosan deh kamu ngeliatin dia terus."

"Bener nih?"

"Ya, iyalah. Cuma... Kak Rin enggak bisa nilai dia secara keseluruhan, soalnya dia enggak mau turun dari motor dan enggak mau lepasin helm-nya."

"Oh."

"Kalau kamu enggak mau, Kak Rin mau comblangin dia sama..."

"Enggak usah, Kak Rin. Aku mau kok."

Airin terkekeh.

Segenteng apa sih Harry itu? Apa kata-kata Airin bisa dipegang? Aku jadi penasaran.

------------------------------------------------
Hai, hai...
Kenalin, aku Avrinka.
Ini cerita pertamaku loh. Semoga bisa dinikmati, ya?

Minta sarannya juga, ya. Biar bisa tau dimana letak kekurangannya.

Salam.

My Weird BoyfriendWhere stories live. Discover now