Dalam suasana hati yang mendung tapi begitu gerah, aku menulis seperti ini.

"Apakah kalian pernah mendengarkan pembicaraan orang lain yang sedang membicarakan kalian secara diam-diam? Jika kalian pernah digunjing atau dibicarakan oleh orang lain, apa yang mereka bicarakan tentang kalian waktu itu? apakah tentang ketampanan kalian, tentang betapa kerennya kalian saat main basket atau futsal? Atau hanya sekedar iseng membicarakan tentang segala kelebihan yang melekat pada diri kalian?

Ya, itu mungkin yang akan kalian -Para Remaja Normal- dengar ketika menguping pembicaraan teman-teman kalian di kelas atau di kantin sekolah. Itu adalah hal yang wajar, karena kalian adalah orang yang normal, dengan kehidupan yang normal dan menyenangkan. Aku menyebut orang-orang seperti kalian normal, karena kalian memang memenuhi kaidah-kaidah hukum kenormalan.

Sesuatu dianggap normal jika sesuatu itu mayoritas. Seperti halnya mayoritas burung yang ada di bumi ini memiliki dua sayap di kiri dan kanannya, maka hal itu akan dianggap normal, sedangkan burung yang bersayap empat akan dianggap tidak normal, karena tidak sama dengan sebagian besar burung lainnya. Tapi pada kondisi dimana semisal burung dengan empat sayap jumlahnya lebih banyak dari burung yang bersayap dua, maka yang akan dianggap normal adalah burung yang bersayap empat, dan yang dianggap tidak normal adalah burung yang hanya memiliki dua sayap.

Itulah hukum kenormalan yang berlaku di dunia ini.

Dan sebagai akibat atau konsekwensi dari adanya hukum normal dan ketidaknormalan itu, adalah munculnya sebuah perlakuan atau tindakan yang akan diterima oleh penyandang status normal atau tidak normal. Orang dengan dua mata, tentunya akan mendapatkan perlakukan yang normal dari orang lain. sedangkan orang yang hanya memiliki satu mata, pasti akan mendapatkan perlakuan yang tidak normal (tentu itu adalah bahasa yang halus jika tidak mau disebut sebagai perlakuan yang buruk atau bahkan tidak manusiawi).

Karena orang yang tidak normal seringkali dianggap tidak sama dengan manusia, atau bahkan bukan manusia. Sehingga ia menerima perlakuan yang tidak selayaknya diterima oleh manusia.

Dari hukum-hukum keduniawian itu, aku kembali lagi ke soal apa yang dibicarakan orang lain di belakangku tentang diriku. Sebagai penyandang status tidak normal, meskipun ketidaknormalanku tidak secara fisik, aku juga tidak lepas dari perlakuan buruk teman-teman sekolah. Dari apa yang aku dengar dan ketahui dengan telingaku sendiri, aku bisa mengetahui kalau mereka menganggapku sebagai "anak yang aneh".

Mereka menganggapku seperti anak yang keluar dari kapsul luar angkasa atau dari pesawat UFO yang jatuh di tengah persawahan. Jadi, jika ada anak yang pendiam, penyendiri dan tidak pernah bergaul dengan orang lain di kelas, maka dapat dipastikan kalau dia pastilah sebangsa dan sejenis denganku. Malah mungkin dia dulunya satu UFO denganku dalam perjalanan ke bumi.

Semua penilaian dan penghakiman orang-orang di sekitarku itu hanya berdasarkan asumsi dan persepsi diri mereka sendiri yang tanpa dibarengi dengan sikap empati, melainkan hanya dengan ego yang tinggi dan rasa ketidakmanusiawian. Aku menertawakan lemahnya pikiran manusia untuk memikirkan hal sederhana semacam itu. Aku tidak tahu, kenapa sesuatu yang ada dalam diriku mereka anggap salah. Apa yang salah dengan diriku yang seperti ini?"

Dan itulah tulisan yang kuberikan kepada guru bimbingan konselingku. Dan ia membacanya sambil terbengong-bengong dan geleng-geleng kepala. Aku tidak paham apa maknanya.

***

Setiap hari, hal yang sering kudengar dari orang lain dan membuatku bosan adalah kalimat-kalimat seperti ini,

"Kau terlalu pendiam."

"Kau terlalu banyak bersembunyi di dalam kepalamu."

"Keluarlah dari cangkangmu."

The Introvert (sudah diterbitkan. tunggu POnya atau beli di toko buku)Where stories live. Discover now