Chapter 10

76.6K 4.5K 117
                                    


Siang ini rasa kantuk begitu terasa. Entah karena AC yang terasa begitu dingin di lantai tempatku bekerja atau suasana yang terlalu tenang di lantai ini. Aku kembali menatap layar komputerku dengan bosan. Berharap jam makan siang cepat datang. Penghuni di dalam perutku sudah mulai memberontak minta diisi. Tapi sayangnya jam seakan sedang bermusuhan denganku. Aku menarik nafas dalam-dalam sebelum dengan terpaksa kembali fokus pada pekerjaanku.

Beberapa menit kemudian ponselku bergetar, aku meraih benda kecil tanpa tombol itu lalu melihat pesan yang tertulis dari nomor tidak dikenal.

Let's have lunch together. Aku akan menjemputmu di lobby kantor.
Refand.

Mataku membesar setelah membaca pesan tersebut. Apa-apaan dia? Seenaknya saja mengajakku untuk makan siang bersama. Aku tidak akan datang!

Akhirnya jam makan siang tiba. Perasaan bahagia seakan mendapatkan sebuah piala memenuhi hatiku. Setelah mematikan komputer dan tanpa berpikir panjang aku menuju lift untuk turun ke bawah. Aku menekan tombol lift, sengaja aku bergerak sedikit lambat, berharap pria itu pergi karena kebosanan menunggu aku.

Ting!

Pintu lift terbuka, seketika tubuhku kaku. Kedua mataku membelalak. Di dalam lift, Refand sedang berdiri tegak dengan kedua tangannya yang berada di saku celananya. Ia tampak tampan dan rapi dengan pakaian kerjanya. Jas abu-abu dan kemeja putih dipadu dasi bergaris dark blue. Tak ada niat dalam hatiku untuk memasuki lift yang sekarang hanya tinggal ia seorang. Yang lain telah turun dari dalam lift. Pintu lift perlahan akan menutup. Aku masih bertahan diam di tempatku berdiri. Semuanya bergerak dengan cepat, sebelah tangannya terayun menarik tubuhku hingga aku memekik terkejut dan sedetik kemudian aku telah berada di dalam lift dengan pintu yang telah tertutup rapat bersama Refand.

"Hey!" protesku sambil berusaha melepaskan lenganku dari genggamannya.

"Bukan hey nona, tapi hai," katanya dengan santai.

Aku mengabaikan ucapannya. Melipat kedua tangan di dadaku dan mengalihkan pandanganku darinya.

"Bagaimana jika kita makan siang nasi padang? Ada restauran padang yang ingin aku cobai," katanya tanpa menoleh dengan kedua tangannya yang kembali di masukkannya ke dalam saku celananya. Ia berdiri di tengah-tengah lift. Ingin rasanya aku memukul kepalanya.

"Aku tidak akan makan siang denganmu."

"Beri aku alasan yang tepat."

Aku melirik wajahnya, ia tampak tenang. Berbeda dengan diriku yang sudah jengkel akan sikapnya tadi.

"Why are so persistent? I dont know you and you don't even know me. End of story," kataku dengan nada sedikit meninggi. "Jadi tidak ada alasan untuk melanjutkan perjodohan yang sangat tidak masuk akal."

Pintu lift terbuka, beberapa orang mulai memasuki lift. Sehingga sekarang tubuh Refand berada di sebelahku. Sesekali lengan kami bersinggungan. Rasanya seperti tersengat listrik, padahal hanya kemejanya dan kemejaku yang bersentuhan.

Refand memutar kepalanya, sehingga bibirnya sekarang berada dekat sekali dengan telingaku. Sedangkan aku masih tetap bertahan memandang lurus ke depan.

"By the way, i like it when you wearing pencil skirt."

Refleks aku menolehkan kepalaku dengan cepat karena perkataannya yang mengejutkan. Bagaimana bisa ia berbisik seperti itu di dalam lift yang penuh ini? Ingin rasanya aku menampar mulutnya. Namun, ketika aku hendak menggerakkan bibirku untuk membalas perkataannya, dorongan dari lift yang penuh oleh karyawan kantor membuat tubuh Refand semakin menempel dengan tubuhku. Sebelah tangannya yang kokoh menahan tubuhnya. Bertahan supaya tidak menekan tubuhku. Wajah kami pun hanya berjarak tidak lebih dari sejengkal. Kami sempat saling bertukar pandang. Ada desiran lembut di hatiku ketika pandangan kami bertemu. Tapi dengan cepat aku mengalihkan pandanganku dari wajahnya. Walaupun aku masih bisa merasakan tatapan tajam miliknya yang masih menatapku terus.

Ting!

Pintu lift terbuka, ternyata kami telah tiba di lantai dasar. Satu persatu karyawan keluar dari lift. Save by the lift. Dengan segera aku mendorong tubuh besar milik Refand. Namun gerakanku tadi tak memiliki efek besar baginya. Ia hanya mundur selangkah akibat doronganku.
Lalu dengan segera aku berjalan cepat keluar dari lift. Berharap pria itu tidak mengejarku.

Tapi sepertinya aku salah. Karena sekarang tiba-tiba sebuah tarikan pada lenganku membuatku kembali memekik kecil.

"Aku tidak ada masalah jika kamu ingin kita menjadi pusat perhatian orang sekantor. Kecuali kamu diam dan ikut bersamaku," desisnya.

Perkataannya membuat aku berpikir bahwa ucapannya kali ini benar. Menjadi pusat perhatian bukanlah hobiku. Terpaksa aku berjalan mengikutinya, atau lebih tepatnya dipaksa berjalan mengikuti langkahnya. Dengan jemari kami yang entah sejak kapan saling bertautan.

***

Setelah makan siang paksaan itu yang berlanjut terus menerus hampir setiap hari. Bukannya aku mau, tapi sudah beberapa kali aku menolak atau mencoba melarikan diri namun gagal. Akhirnya dengan terpaksa aku selalu berakhir duduk manis di dalam mobilnya.

Honestly, aku tidak tahu mengapa Refand berada di kantorku. Apakah ia salah satu karyawan disini atau ia adalah bosku? Dilihat dari pekerjaan ayahnya yang seorang nakhoda sepertinya tak mungkin ia seorang direktur. Terdengar tidak nyambung, bukan? Aku harus menanyakannya nanti padanya.

Siang ini, tidak ada ajakan makan siang darinya. Hal yang aneh setelah apa yang telah ia lakukan selama beberapa hari ini.

Aku kembali membuka kunci ponselku. Dan di layar tak ada satu pesan pun yang muncul. Aku menghela nafas dan meletakkan ponselku ke atas meja.

C'mon El, jangan bilang kalau kamu sedang menunggu ajakan makan siang darinya!

Eh!? Of course no! bantahku. Beberapa detik kemudian, ponselku bergetar. Dengan cepat aku meraih ponselku untuk mengetahui siapa gerangan yang mengirimiku pesan. Mataku membesar, saat itu juga jantungku berdenyut nyeri ketika membaca isi pesan di dalamnya.

Do u mind having lunch with me?

Azka

Aku memandang lurus, tatapanku kosong. Tidak tahu harus menerima atau menolak ajakan makan siang darinya.

***




Im Not Cinderella (Published By Elexmedia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang