4. Tak seimbang

2.1K 317 77
                                    

Keiza kembali melirik jam tangannya yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Pukul setengah tujuh tepat. Kedua matanya terus menyapu halaman parkir sekolah Keenan. Biasanya Keenan akan sampai di sekolahnya tepat pukul enam lebih empat puluh lima menit.

Sudah seminggu lebih, Keiza memiliki kebiasaan baru di setiap pagi dan siang hari. Terkecuali di hari sabtu dan minggu. Menunggu kedatangan dan kepulangan Keenan di sekolah dari dalam mobilnya. Rindunya seakan terobati ketika melihat Keenan dari jauh.

Hal ini adalah sebagian resiko yang telah Keiza ambil saat memutuskan untuk membantu suaminya, Abyan, kala itu. Hanya saja, ia tak menyangka jika suaminya, Abyan, akan bertindak sejauh ini. Melarangnya bertemu dengan Keenan. Seharusnya Keenan memang tak ikut serta di acara pertemuan antara dirinya dan juga Doni. Namun, rengekan Keenan membuatnya tak tega untuk pergi sendiri.

Kedua sisi bibir Keiza tersungging ke atas, ketika ia melihat Keenan baru saja turun dari mobil neneknya. Namun, senyum itu memudar saat melihat raut wajah Keenan yang murung dan tak bersemangat. Membuat pandangan Keiza mengabur. Rasanya ia ingin segera turun dan memeluk Keenan sekarang. Membuat Keenan kembali tersenyum dan tertawa seperti biasanya. Tapi ia harus menahannya, karena sudah bisa dipastikan jika ada beberapa orang yang sedang memperhatikannya saat ini. Orang - orang kepercayaan suaminya, Abyan, yang entah bersembunyi di mana.

"Bunda di sini, Bang. Bunda akan selalu ada buat Abang," gumam Keiza menahan air matanya yang akan menetes.

Ia segera menyeka air bening yang baru saja menetes dari salah satu sudut matanya. Helaan nafas Keiza terdengar ketika mencoba meredakan emosinya agar tak menangis. Hingga ketukan di kaca mobil, membuat Keiza terperanjat kaget. Jantungnya seakan jatuh merosot ketika melihat siapa yang mengetuk kaca mobilnya. Dengan ragu, Keiza menurunkan kaca mobilnya.

"Umi," ucap Keiza yang disambut senyum manis dari ibu mertuanya, Prilly.

"Umi boleh masuk?" tanya Prilly yang dibalas anggukan oleh Keiza.

Keiza terdiam. Memperhatikan ibu mertuanya yang sedang memutari bagian mobil depannya. Senyum kikuknya menyambut kehadiran ibu mertuanya yang sudah duduk di kursi sebelahnya.

"Apa kabar, Kei?" tanya Prilly menatap wajah menantunya yang sedikit memucat.

"Keiza baik, Umi. Umi, apa kabar? Abi sehat kan?" cerca Keiza berbasa - basi menutupi kebingungannya.

"Umi dan Abi baik, Kei. Cucu - cucu Umi juga sehat kan di sini?" tanya Prilly sembari mengelus perut Keiza.

Keiza terdiam. Sekuat tenaga ia menahan air matanya agar tak menetes kembali. Tenggorokannya serasa kering saat ini.

"Mereka baik, Umi." Jawab Keiza singkat.

Prilly mengangguk sembari tersenyum. Tangan kanannya terulur untuk menggenggam tangan kiri menantunya, Keiza. Membuat Keiza tersentak.

"Yang kuat ya, Kei. Umi tidak tahu, apa yang sedang Keiza dan Abyan hadapi saat ini. Tapi Umi percaya, cobaan dari Allah ini akan membuat Keiza dan Abyan menjadi semakin kuat," tutur Prilly yang membuat air mata Keiza menetes.

Prilly menghapus air mata Keiza dengan tangan kirinya.

"Jangan pernah meninggalkan Abyan, apapun yang terjadi. Dia masih membutuhkan kamu, Kei. Sama seperti Keenan yang membutuhkan Bundanya. Kamu pasti sudah hafal, bagaimana watak keras suami kamu bukan?" tanya Prilly yang dibalas anggukan kepala dari Keiza.

"Keiza nggak akan pernah meninggalkan Abyan, Umi. Nggak akan," ujar Keiza dengan berlinang air mata.

"Bertahanlah, Kei. Demi Keenan dan adik - adiknya," ucap Prilly, "Umi akan selalu ada buat Keiza. Jangan pernah merasa sendirian." Tambah Prilly memberi semangat.

YOU Extended VersionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang