3.

7.7K 379 10
                                    

Bersiap menghadapi hari esok, yang pastinya akan sangat menantang.

Tunggu aja gimana nanti kucing manis berubah jadi harimau, honey.

----

"Selamat pagi!"

Luna menghampiri ketiga keluarganya yang sedang berkumpul di meja makan. Kehadiran Luna sepertinya yang paling terlambat.

Bagaimana ia tidak lambat, ia menimang-nimang apa yang harus ia pakai hari ini. Kembali menjadi Luna yang messy atau Luna yang nerdy.

Benar. Tepat sekali, Luna akhirnya memutuskan untuk memakai tampilan anak-anak pandai. Kenapa? Karena menjadi pusat perhatian itu membosankan.

Come on, Luna butuh sesuatu yang baru.

Sammuel memandang Luna dari atas ke bawah, "Ada apa nih? Sok kalem banget ya, tumben."

Luna menganggap ucapan kakaknya hanya angin lalu. Ia sedang tidak minat untuk menanggapi omong kosong kakaknya.

"Udah ah, Luna mau berangkat sekarang aja ya. Jangan lupa mingkem. Luna tau kok hari ini Luna cantik banget," Luna melambaikan tangannya dan terburu-buru jalan menuju halte menunggu bus yang menuju arah sekolahnya.

Tak menunggu lama bus yang ditunggu tiba, mengantarkan Luna menuju sekolah-Nya.

Iya, sekolah swasta miliknya.

Ketika hendak memasuki gerbang, Luna tidak bisa menahan decakan kagum didalam hatinya. Ini adalah sekolah impiannya dulu yang sering ia katakan kepada Ayahnya.

Ah rasanya Luna menyesal tidak bersekolah disini sejak dulu.

Tampilan Luna sekarang tampaknya masih belum bisa menyembunyikan keindahan wajahnya. Luna kali ini memakai kacamata dan mengkuncir kuda rambutnya, hanya saja pakaiannya kelewat sangat sopan.

Wajah Luna tampak asing dimata siswa SMA Bakti Nusantara ini, sehingga kali ini semua tatapan mata jatuh kepada Luna.

Luna merasakan bahunya disenggol seseorang, "Anak baru ya lo?" Suaranya terdengar ketus, menunjukkan bahwa kehadiran Luna sangat mengganggunya.

"Iya." Luna masih belum mau mencari musuh disaat pertama masuk sekolah. Apalagi menghadapi wanita jadi-jadian didepannya.

"Inget ya lo. Disini nggak usah macem-macem, apalagi nantangin gue."

Luna tampah acuh tak acuh, serius ia sama sekali tidak peduli hal seperti ini. "Iya, ngerti kok."

"Bagus, minggir lo awas, gue mau lewat!"

Kalau Luna berubah pikiran, disini bisa saja sudah terjadi adegan jambak-jambakan. Tapi Luna masih punya harga diri dan ia tidak mau dicap sebagai siswi jadi-jadian juga.

Luna melanjutkan langkahnya menyusuri sekolah, mencari keberadaan ruang kepala sekolah. Cih, koruptor.

Tentu saja semua tatapan mengarah ke Luna, tapi Luna tidak ambil pusing. Toh ini apa yang Luna mau, bukan yang orang lain mau.

Setelah menemukan plang bertuliskan 'Ruang Kepala Sekolah' Luna mengetuk pintu dan memasuki ruangan tersebut. Sebenarnya tanpa hal rumit seperti inipun Luna bisa masuk kelas sesuka hatinya, tapi Ayahnya bilang Luna harus mengikuti apa yang telah ayahnya rencanakan.

Tapi Luna sama sekali tidak tau rencana itu apa! Ah.

Luna mencari posisi ternyaman duduk dihadapan Kepala Sekolahnya. "Kamu Aluna Lucia?" Tanya sang Bapak dengan ketus.

"Iya Pak."

"Heran saya rakyat miskin kayak kamu masuk sekolah elit gini. Udah, nanti kamu masuk ke kelas 11-IPA2."

Shit, minta digampar banget mulutnya.

"Udah keluar sana. Ke ruang guru cari walikelas kamu, kalau bisa cari kelas sendiri."

Tanpa mengucapkan hal apapun, Luna keluar dari ruangan Kepala Sekolah. Satu kata dipikiran Luna, sumpek!

---

Akhirnya Luna bertemu dengan walikelasnya, sudah terlihat menua. Ibu Hilda.

Ia menyambut Luna dengan senyuman agak masam, tampaknya dipandangan Ibu Hilda, ia meremehkan Luna.

Luna sadar itu. Tapi ia tidak mempedulikannya sama sekali.

Dibalut sepatu yang lusuh, kakinya melangkah memasuki kelas bersama Ibu Hilda.

Kelas yang tadinya ramai, mulai hening seiring kedatangan Luna, semua mata menatap Luna. Oh tak usah ditanya, ya menatap dengan sorot penghinaan.

"Ayok nak, perkenalkan diri kamu."

Luna kembali menatap sekelilingnya, "Hai. Nama gue Aluna Lucia."

Mereka semua tampak acuh tak acuh akan kehadiran Luna. Bahkan bisa disebut mengabaikan. Good, Luna suka itu.

"Ya Luna, duduk disana ya."

Ibu Hilda menunjuk salah satu bangku kosong. Tepat bersebelahan dengan seorang pria yang sedari tadi menyeringai ke arah Luna.

Luna berjalan kearah tempat duduknya dan salah satu siswa sengaja menempatkan kakinya di tengah lantai, bermaksud agar Luna jatuh.

Karena Luna peka, dia dapat menghindari itu dan langsung duduk di kursi yang telah disediakan.

"Hai cupu."

Luna tidak menggrubis omongan lelaki disebelahnya, Luna sekarang memang telah menjadi sosok cupu.

Ya! Tetap saja itu terdengar menyebalkan, damn.

***
Hella! Apa kabar?
Maaf ya lama, aku cuma mengharapkan feedback dari kalian. Bukan cuma nyuruh cepet cepet update plus protes ini itu doang ㅠㅠ

Yaudah lah ya. Vote and comment jangan lupa!♡

[Publish, Sunday, 1 July 2018]

Keep It Secret, HiatusWhere stories live. Discover now