"APA!! Feby KRITIS?" Setelah Dimas mengetahui dengan jelas apa yang dikatakan Brian, kini gantian dia yang berteriak.

Sampai membuat pengunjung kantin yang lain melihatnya penuh selidik dan Dimas menjadi pusat perhatian setelah dia dengan lemas terduduk dilantai, membiarkan tumpukan-tumpukan bukunya berserakan.

❤❤❤

Dimas segera menaiki pesawat dengan tujuan Singapura setelah Brian memberikan alamat lengkap tentang keberadaan Feby.

Disepanjang perjalanan tak henti-hentinya dia mengusap-usap tangannya dengan gusar.

Air matanya pun tak berhenti mengalir. Membuat beberapa pramugari yang menawarinya camilan bingung dan membuat penumpang lainnya bertanya-tanya tragedi apa yang membuat laki-laki muda begitu tersedu-sedu.

"Lo brengsek. Keadaan Feby kayak gini semua gara-gara lo. Kalo lo masih punya hati cepet dateng sebelum lo gak bisa liat dia selamanya. Abis ini gue kirim alamatnya." Itu kalimat-kalimat terakhir Brian sebelum dia mematikan teleponnya.

Kata-kata yang sukses membuat Dimas meraung-raung seperti orang gila di kantin.

Membuat para lautan manusia yang seang berada satu tempat dengannya berkumpul mengelilinginya sembari bertanya-tanya ada apa sebenarnya.

Yang Dimas rasakan saat ini adalah rasa sesak yang begitu dalam didadanya.

Dimas tidak bisa bernapas secara teratur. Matanya begitu sembab. Pakaiannya compang-camping seperti orang habis berkelahi.

Dia tidak peduli akan tatapan-tatapan disekitarnya. Bahkan dia sangat ingin langsung berada di dekat Feby saat ini juga.

Membayangkan bagaimana ucapan terakhir kali Brian saja itu sangat mengerikan bagi Dimas.

Seolah-olah keadaan Feby mencapai puncak terburuknya. Jika yang dikatakan Brian itu benar, maka seumur hidupnya Dimas tidak akan pernah bisa memaafkan dirinya sendiri. Karena orang yang paling dicintai Feby yang justru mengantarkannya pada kehidupan abadinya.

❤❤❤

Para keluarga beserta sahabat-sahabat Feby sudah berkumpul di ruang ICU rumah sakit tempat Feby berbaring. Hiruk pikuk ruangan begitu mencekam. Semua menunjukkan kesedihan mendalamnya.

Roni, Brian dan Angel duduk berdampingan dengan lemas dilantai depan pintu ruang ICU. Masing-masing dari mereka menatap kosong kearah yang berbeda.

Tatapan sendu mereka menggambarkan bahwa telah banyak air mata yang mereka keluarkan untuk menangisi sahabat yang paling mereka sayang.

Seakan tak pernah surut, air mata mereka kembali mengalir deras setelah beberapa dokter berlarian menuju kamar Feby dengan tergesa-gesa.

Orangtua dan para keluarga Feby pun keluar dari ruang ICU. Tidak ada satupun dari mereka yang berjalan dengan tegap. Semuanya penuh dengan linangan air mata. Batin mereka semua tersayat oleh keadaan Feby.

Sesaat ruang ICU terbuka, para dokter ingin membawanya kembali ke UGD. Menampakkan keadaan Feby yang tak berdaya dan mata yang masih terpejam dengan berbagai alat rumah sakit yang menempel pada tubuhnya. Membuat mamanya tidak kuasa meneriaki nama Feby dan seketika langsung kehilangan kesadarannya.

❤❤❤

Dimas tergopoh-gopoh ketika sudah sampai di depan area rumah sakit tempat Feby dirawat.

Berkali-kali dia menabrak beberapa orang yang sedang berlalu-lalang dan beberapa kali terjatuh tanpa sedikitpun menoleh atau mengucapkan kata maaf membuat mereka bersumpah serapah.

Dimas menyusuri lorong demi lorong rumah sakit yang begitu besar, tanpa bertanya terlebih dahulu kebagian pendaftaran untu mengetahui kamar Feby.

Dimas tidak memperdulikan keadaan kakinya yang sebenarnya sangat ngilu akibat beberapa kali bertabrakan dan jatuh tadi.

Setelah lama Dimas menyusuri lorong demi lorong, akhirnya langkah kaki Dimas berhenti ketika kedua bola matanya menatap suasana yang begitu mencekam dihadapannya.

Ada mama Feby yang tergeletak tak berdaya, kak Ten dan para sahabat Feby yang terus berlinang air mata, sang papa yang berkali-kali menekan dada bidangnya seperti menahan rasa sesak dan para orang-orang yang tidak lain adalah kelaurga Feby saling berpelukan untuk sama-sama menguatkan.

Saat kedua kaki Dimas mulai melangkah mendekati mereka, tiba-tiba saja para dokter yang menangani Feby keluar dari ruang UGD. Membuat langkah kaki Dimas kembali terhenti namun jaraknya kini lebih dekat dan Dimas bisa mendengar apa yang dokter bicarakan.

"Kami tim dokter sudah berusaha semaksimal mungkin..," kalimat dokter itu menggantung.

"Lalu dok? Bagaimana keadaan sahabat saya? Dia sadar kan dok? Iyakan dok?" Angel mendekati tim dokter sembari menuntut untuk mengiyakan pertanyan-pertanyaannya. Angel ingin mendengar kalau Feby sekarang sudah siuman dan bisa dia ajak bercengkrama seperti dulu lagi.

"Maaf. Dia sudah pergi dan tenang dialam sana."

Secret Admirer (TAMAT)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora