17

1.6K 108 1
                                    

Mungkin kita tidak memiliki kemampuan untuk memutar kembali waktu. Tapi kita memiliki kemampuan untuk memanfaatkan setiap detik watu yang akan terus berlalu - Brian.

Saat kamu merasa bahwa dirimu adalah orang yang paling menderita diseluruh penujuru dunia ini, maka kamulah orang yang paling terbodoh yang pernah ada.

Saat kamu merasa hidupmu sia-sia lantas ingin segera mengakhirinya hanya karena keegoisan hati, lihatlah di luar sana berapa banyak lautan manusia berjuang mati-matian dengan linangan air mata yang tak terhitung sudah berapa kali ingin memiliki waktu lebih lama lagi, berjuang sampai titik terakhir yang ia dapat capai.

Di ruangan yang tenang ada dua makluk Tuhan yang masih bisa merasakan perihnya hati saat melihat orang yang mereka sayang sama-sama terluka karena menyadari keadaan satu sama lain.

Keduanya saling menatap tanpa ada aktivitas lain. Feby dengan posisinya yang masih berdiri dan terpaku, dan Brian yang berada dipembaringan.

Dua insan yang sudah satu bulan tidak bertemu itu kemudian saling memberikan senyuman kecil.

Brian mengangkat kedua tangannya dan mulai membuka nebul-alat bantu nafas- agar dia bisa dengan jelas jika ingin melontarkan kata-kata kepada Feby.

"Apa kabar?" Brian memecah keheningan.

Namun Feby tetap saja terpaku sama seperti sebelumnya. "Feby, kamu apa kabar?" Brian kembali mengulangi pertanyaannya sambil meraih tangan kanan Feby.

"A-eh iya Brian loh kok itunya dilepas?" Feby menunjuk nebul yang kini sudah tak berada di tempatnya.

"Kamu melamun ya?" kata Brian lembut sembari menyimpulkan senyum kecil.

"Eng-enggak kok." Celus Feby lalu menggaruk-garuk tungkak bukan karena gatal, tapi itu kebiasaan aneh Feby saat dia sedang kebingungan.

"Hmm..Sahabatku yang satu ini apa kabar?" Brian mengulang pertanyaan itu untuk ketiga kalinya dengan menambahi embel-embel sahabat diawalnya yang membuat Feby mengerjapkan mata beberapa kali.

"Gak baik Bri," Feby menunduk.

"Loh kenapa? Kambuh lagi? Emang apa sih yang kamu lakuin sampek kayak gini?" Brian kaget mendengar jawaban Feby apalagi melihatnya langsung menunduk.

"Bukan itu maksudku. Aku ngerasa jahat aja jadi sahabatmu," Feby mendongak dan tampak ia menyeka air mata. "Aku gak tau keadaan kamu, aku gak ngerti selama satu bulan ini kamu berjuang sembuh melawan semua luka-luka parah itu."

"Feb," Brian menarik Feby agar duduk di ranjangnya. "Kamu gak pantes bilang kayak gitu, dan kamu sampai sekarang adalah sahabat dan gadis yang paling aku sayang." Brian berbicara mencoba menyakinkan.

"Tapi,"

Ceklek..

Belum sempat Feby berbicara tapi Dokter Richard sudah membuka pintu tanda kalau waktu sepuluh menitnya sudah habis.

"Bagaimana Brian keadaan kamu?" Dokter Richard bertanya, sedangkan Feby menoleh pada Dokter Richard yang ternyata sudah berada disampingnya.

"Baik Dok. Berkat dia," Brian menunjuk Feby dengan semangat. Sementara Feby beralih menoleh kepada Brian dengan tatapan butuh penjelasan.

Terdengar gelak tawa antara Dokter Richard dan Brian melihat ekspresi Feby yang sangat lucu dan imut membuat Brian sadar kalau dia sangat merindukan gadis yang ada disampingnya itu.

"Obat yang saya bawa sangat manjur ya buat kamu Brian?"

"Sangat Dok."

Untuk kedua kalinya antara Dokter dan pasien kembali tertawa membuat Feby seperti gadis bodoh berada di tengah-tengah mereka.

Secret Admirer (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang