Part 5

6.7K 580 14
                                    

Di kamar tidur tamu itu telah tersedia peralatan lengkap .Krystal berganti pakaian, membersihkan wajahnya sebelum menyelinap di balik selimut lembut dan dingin .Ia langsung tertidur, namun begitu terjaga  pada pagi hari, sesaat ia agak bingung dengan keadaan sekelilingnya. sampai kemudian ia teringat di mana dan mengapa ia berada di tempat ini. Tempat tidurnya memang nyaman, namun ia tidak meringkuk di pelukan Jongin. baru semalam mereka tidur terpisah, tapi ia sudah merindukan dekapan Jongin,yang biasa di lakukan ketika ia tidur. Ia rindu merasakan detak jantung Jongin yang teratur serta kehangatan tubuh pria itu. Ia rindu pada kepekaan Jongin yang seolah tahu kapan ia terjaga, pada cara pria itu memeluk dan mengecup lekuk bahunya.

Krystal berbaring , matanya menatap langit-langit kamar yang gelap. Hari masih terlalu pagi untuk turun dari tempat tidur dan melakukan kegiatan, tapi ia tidak mungkin untuk kembali tidur lagi. Krystal bisa saja menyelinap ke kamar tidur utama mengambil beberapa keperluan yang ia butuhkan untuk pergi ke kantor. tapi jika ia melakukan itu, ia akan bertemu dengan Jongin....sesuatu yang tak mungkin ia hindari,meski ia lebih suka bertemu ketika sudah berpakaian rapi. Dan itu berarti ia harus menunggu sampai pukul tujuh, karena biasanya Jongin pergi ke pusat kebugaran yang berada di lantai bawah.

Setelah mandi, merapikan tempat tidur, dan mengumpulkan baju yang di pakainya semalam, ia berjalan menuju kamar tidur utama. Tempat tidur besar itu menjadi saksi kehadiran Jongin di situ. selimut yang acak-acakan, dan bantal yang bertebaran di sana sini. Krystal sudah menduga, Jongin juga tidak bisa tidur nyenyak semalam. ia berjalan menghampiri lemari berdinding besar yyang berada di sudut kamar. pakaian adalah segalanya, jadi ia mengenakan pakaian dalam paling seksi, stoking paling tipis, dan memadukannya dengan setelan baru yang di belinya dua hari yang lalu, lalu mengenakan sepatu berhak tinggi. ia hanya tinggal merias wajahnya dengan sempurna sedikit sentuhan parfum, maka ia bersiap menghadapi hari ini, apapun yang akan terjadi.

Semua harapannya untuk keluar dari apartemen ini sebelum Jongin pulang langsung sirna begitu ia masuk dapur dan mendapati pria itu tengah duduk di meja makan sambil menikmati kopi dan membaca koran. Biasanya, sepulang berolahraga Jongin terus mandi, berpakaian, sarapan, lalu berangkat ke kantor. Pagi ini sepertinya Jongin memutuskan untuk mengubah kebiasaanya. melihat sosok pria itu yang berkeringat, dan rambut acak-acakan membuatnya terlihat sangat mempesona.Jongin mengangkat kepalanya, dan tatapan mata mereka bertemu.

"Kopinya masih panas."

krystal memilih teh, menambahkan susu, mengolesi roti dengan madu dan membawanya ke meja makan.Mulailah dengan rencanamu, katanya dalam hati.

"Beberapa hari mendatang aku akan mencari apartemen." katanya tenang.Ia menarik napas panjang, lalu menghembuskannya pelan-pelan.

"Kau pikir aku akan mengijinkanmu melakukan itu?" tanya Jongin tenang. terlalu tenang malah.

Krystal berani bersumpah ia berhenti bernapas, dan selama beberapa detik, ia tidak mampu merangkai kata-kata.

"Kau tidak berhak membuat keputusan." sahut Krystal akhirnya.

"Tidak berhak?" nada lembut yang mewarnai ucapan itu meenyiratkan makna yang tak ingin di ketahui Krystal.

"Ini anakku, dan tubuhku."seolah Krystal sudah nekat menghancurkan diri sendiri.

"Anak kita dan keputusan kita." koreksi Jongin

Krystal mempertahankan pendiriannya, "Aku sudah mengambil keputusan."

"Ubah keputusanmu itu."

Krystal melirik arlojinya. "Aku harus pergi, aku sudah terlambat." Ia meraih tas kerjanya lalu keluar dari apartemen itu.

Memusatkan perhatian pada pekerjaannya nyaris menyita seluruh konsentrasinya. makan siangnya hanya berupa sandwich yang ia beli dari restoran, dan ia santap di meja kerja sambil menelepon beberapa agen real estat. Semakin cepat ia mnandatangani kontrak sewa apartemen akan semakin baik.Dalam perjalanan pulang, sesuatu membuat matanya terbuka.Ia ssangat menyadari bahwa apartemen beserta isinya adalah milik Jongin, meski beberapa potong pakaian dan sebagian perhiasan benar-benar miliknya.

Suara ponselnya menggema dari dalam tasnya. Ia mengeluarkan benda itu dan memperhatikan nomor si penelepon.

"Kau ada di mana?"

"Sudah di jalan,sedang tertahan di lampu merah."

"Sekarang sudah hampir jam delapan. apa tidak terpikir olehmu untuk menelepon dan memberi kabar kalau kau pulang terlambat?"

"Aku lupa waktu." Lampu merah berganti hijau dan mobil di depannya mulai bergerak. "Sudah dulu ya." Ia mematikan telepon sebelum Jongin sempat menjawab.

Jongin berdiri di ruang tamu dengan tangan terbenam di dalam saku celana panjangnya saat Krystal memasuki ruangan. Posisi santainya itu bertolak belakang dengan ketegangan yang tampak di wajahnya.

"Mungkin kau mau menjelaskan?"

"Aku tadi melihat apartemen bersama seorang broker." tak ada gunanya berbohong batinnya.

Krystal mulai melepas kancing jasnya, tetapi gerakan itu terhenti ketika ia teringat di balik jas itu ia hanya mengenakan pakaian dalam.....bra yang sangat kecil, bisa di bilang hanya secarik kain merah bertali. Krystal melihat Jongin membelalak, kemudian sorot matanya berubah dingin saat ia mengancingkan jasnya kembali.

"Percuma saja. Kau tak boleh pindah kemana pun."

Tenang. Ia harus tetap tenang. "sepertinya kau tidak berhak mengatur apa yang boleh dan tidak boleh kulakukan."

"Buat apa pindah kalau kita bisa tinggal bersama di apartemen ini." kata Jongin sambil menunjuk kamar di ruangan itu.

Dan bertemu denganmu setiap pagi, setiap malam? tidur di kamar terpisah, makan sendiri-sendiri, bicara dengan sopan? Dan mati pelan-pelan.

"Kurasa tidak." sahutnya

"Krystal." Suara Jongin mengandung peringatan tapi tidak di hiraukannya.

"Aku tak berniat meningkari aksesmu," kata Krystal tenang.

"Untuk bertemu denganmu?"

Krystal memahami maksudnya. "Untuk bertemu dengan anak kita." sahutnya.

"Dengan waktu tidak terbatas. di rumahku atau di rumahmu, tapi aku tidak boleh menginap?"

"Aku tidak ingin anak ini merasa ayahnya hanya sesosok makhluk yang bisa mengilang dari hidupnya sewaktu-waktu."

Sorot mata Jongin nampak dingin. "Kau pasti sudah tahu, aku takkan pernah melakukkan hal itu."

"Mungkin tidak, tapi mungkin calon istrimu kelak tidak mau meenerima anak dari hubungan cintamu yang terdahulu."

"Karena kau yang akan menjadi istriku, tentu saja kesimpulanmu itu tidak berlaku."

"Kau melamarku lagi dan berharap aku mau menerimanya. padahal aku tahu, kalau bukan karena anak ini kau tidak akan menikah. terima kasih, tapi aku tidak mau."

"Aku belum pernah bilang aku tidak berniat menikah." otot rahang pria itu mengeras.

"Maaf aku harus menyegarkan diri, aku sudah terlambat." kata Krystal sambil melirik jam tanganya dan menyeringai muram.

"Terlambat untuk apa?" Suara Jongin terdengar kesal, tapi Krystal tidak peduli.

"Bertemu Sehun."

The Marriage ProposalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang