R.O STORY Chapter 3 : On His Majesty's Order

642 10 12
                                    

Chapter 3 : On His Majesty’s Order

"Kalian tak perlu bersiap untuk bertarung seperti itu, aku bukan monster," ujar seseorang dari arah belakang mereka, Jun, Arthur dan Erlen terkesiap dan segera berbalik, ternyata orang itu adalah Raja Tristan. Secepat kilat Arthur berlutut dan memberi hormat pada Raja diikuti oleh Jun dan Erlen.

"Maafkan kami Yang Mulia, kami telah sangat tidak sopan kepada anda." Ujar Arthur saat berlutut di hadapan sang Raja.

“Sudahlah, tak apa....Sekarang bangkitlah anak-anak...” jawab Baginda dengan lembut kepada ketiga orang di hadapannya yang perlahan bangkit namun masih terus menunduk, tak berani menatapnya. “Terima kasih Yang Mulia.” Ketiga orang itu berkata lirih. Sang Raja tersenyum lembut lalu duduk di kursi emasnya. Ia pun mempersilahkan mereka untuk duduk di dekatnya. Rambutnya yang telah memutih dan panjang hingga ke bahu terlihat dari balik Mahkota emas bertahtakan berbagai macam batu mulia yang ia kenakan, dengan kerutan yang banyak muncul di wajahnya tetap tak menyurutkan karismanya sebagai seorang raja, dan ia masih seorang  yang terlihat  tegas dan kokoh sekalipun di usia senjanya . Tatapan matanya tajam saat mengamati mereka bertiga seakan memastikan mereka adalah orang yang benar-benar tepat, namun segera melembut setelah ia yakin bahwa memang ketiga orang itulah yang ia cari.

“Baiklah, sebelum aku menjelaskan mengapa aku mengundang kalian kemari, apakah kalian sudah saling kenal?” tanya Baginda Raja. Jun, Arthur dan Erlen mengangguk lalu saling berpandangan dan mendengus pelan menahan tawa, mengingat kekonyolan masing-masing saat bertemu tadi.

“Bagus, kalau begitu aku tak ingin membuang banyak waktu, jadi langsung saja. Aku membutuhkan kalian untuk mengantarkan ini,” Raja Tristan mengambil sesuatu dari dalam jubahnya, yaitu sebuah amplop kecil putih bersih tanpa ada tulisan apapun di atasnya, bahkan stempel kerajaan pun tidak ada. Arthur mengrenyit menatap amplop itu, sama seperti Arthur,  Jun memandang amplop itu dengan penuh tanda tanya. Raja Tristan hanya tersenyum kecil melihat ekspresi yang tersirat dan tak dapat disembunyikan oleh ketiga orang tersebut.

“Sebuah surat?? Untuk apa kami mengantar sebuah surat?” celetuk Erlen sambil menyilangkan kedua tangan di depan dadanya. Jun buru-buru menyikut Erlen hingga ia meringis kesakitan, seraya berbisik di telinganya, “Jaga omonganmu Erlen!” ujarnya dengan nada penuh ancaman. Erlen mengangguk perlahan seraya menahan rasa sakit karena siku Jun benar-benar tepat sasaran, mengenai tulang rusuk bagian bawahnya.

Arthur pun segera menambahkan, “Maafkan dia Baginda, ia jelas tak bermaksud berbicara seperti itu.” Baginda Raja kembali tersenyum, Jun sampai berpikir bahwa hobi Raja Tristan adalah tersenyum, entah sudah berapa kali ia tersenyum pada mereka sejak bertemu tadi.

“Tenang saja, Ms. Meyer tidak salah. Tentu saja kalian bingung mengapa aku tidak memakai jasa Pos Istana tapi malah repot-repot meminta kalian bertiga hanya untuk mengantarkan surat ini, bukan?” ujarnya kalem, sambil memainkan surat itu di tangannya,

“Alasannya mungkin tak bisa ku katakan sekarang, yang jelas aku hanya berharap kalian menerima dan menjalankan dengan baik permohonan seorang lelaki tua yang telah renta ini." lanjutnya sambil menatap ketiga orang di hadapannya seraya tersenyum lembut, sedangkan ketiga orang itu menjadi benar-benar merasa bersalah dengan sikap Raja Tristan yang seperti itu,

"Tugas yang ku berikan ini tidak sulit, kalian hanya perlu mengantarkan surat ini kepada Pemimpin Kavaleri III di Al de Baran, Sir Freo de Rogaland. Dan yang paling penting kalian harus mengantarkan surat ini lewat Jalur Darat…” Baginda kembali melanjutkan seraya memberikan surat yang ada  di tangannya kepada Arthur. Ketiga orang di depannya itu cukup terkejut. Jalur Darat? Mengapa mereka harus mengambil jalur darat? pikir mereka. Apalagi pada kata harus yang Raja Tristan tekankan tadi. Apakah itu membuat mereka tak ada pilihan lain selain mengambil Jalur Darat? Jun menatap Erlen dan berbisik padanya, “Skill-mu lebih cenderung kemana?” Erlen menjawab singkat, “Acid demonstration.” Jun bertambah cemas,padahal ia sudah berharap Erlen cenderung pada skill-skill support/penyembuh seperti Potion Pitcher (menyembuhkan tenaga/luka anggota grup dengan melemparkan Potion tertentu sesuai kebutuhan) dan sebagainya, karena seingatnya dulu saat masih di Akademi, ia pernah melakukan Ekspedisi menuju Al de Baran lewat jalur darat dengan rombongan akademi yang berjumlah sepuluh orang, dua di antaranya merupakan Priest sewaan yang bertugas sebagai penyembuh anggota lainnya. Dengan dua priest saja anggota Ekspedisi cukup kewalahan menghadapi monster-monster yang menghadang perjalanan mereka. Apalagi saat ini, Jun hanya bertiga. Jun kembali mengalihkan tatapannya pada Arthur untuk menanyakan hal yang sama, namun sebelum ia sempat membuka mulut Arthur yang sudah melihat ekspresi  Jun hanya menggeleng lemah seraya berkata,”Aku tipe defense, skill heal-ku hanya sedikit”. Wajah Jun bertambah kusut. Sekarang ia tak tahu bagaimana nasibnya kelak.

Tiba-tiba Arthur mendongak menatap Baginda dengan tatapan seserius mungkin, “Mmm...sebelumnya saya meminta maaf Baginda, karena menurut pengalaman saya daerah Jalur darat dari Prontera menuju Al de Baran cukup berbahaya, dan kami hanya bertiga. Tak ada yang bisa menjadi penyembuh diantara kami. Seperti yang anda tahu kami hanyalah seorang Defender tipe bertahan (defense), Knight tipe Penyerang (Striker) dan Alchemist yang juga tipe penyerang (bomber). Kalau pun anda ingin kami melaksanakan tugas ini dengan baik, kami ingin mendapat jaminan pendukung seperti Priest sewaan… Bagaimana Baginda?” jelasnya panjang lebar. Baginda mengangguk-angguk seraya merogoh jubahnya lagi dan mengeluarkan kantung hitam berukuran sedang dan bergemerincing pelan. Sepertinya itu uang.

“Ambillah ini,”ujarnya seraya memberikan kantung itu pada Arthur, “Terima kasih Baginda.” Kata Arthur saat menerima kantung itu lalu mengangguk singkat padanya. “Gunakan itu untuk menyewa Priest, pastikan ia orang yang jujur dan bisa dipercaya.” Lanjutnya lagi. Kemudian Raja Tristan berdiri diikuti dengan Arhur, Jun, dan Erlen.

“Aku rasanya cukup untuk pertemuan kita, ku harap kalian dapat menjalankan yang aku perintahkan tadi, dan satu lagi yang paling penting, kalian tidak boleh mengatakan apa pun tentang pertemuan kita dan misi yang Aku berikan kepada siapa pun serta rahasiakan perjalanan kalian ini agar tidak ada orang lain yang tahu, mengerti?”

“Mengerti, Yang Mulia.”ujar mereka serempak.

“Bagus, kalau begitu kalian boleh meninggalkan tempat ini, dan semoga Thor selalu melindungi kalian.” Kata Raja Tristan sambil menyerahkan surat kepada Arthur. Kemudian Ketiga orang tersebut membungkuk hormat kepada Baginda dan berbalik pergi.

oOo

Di depan Gerbang Istana,

Arthur menghentikan langkahnya setelah keluar dari Gerbang depan istana, Jun dan Erlen yang mengikuti di belakangnya pun ikut berhenti.

“Baiklah ladies, besok pagi pukul 6 kita sudah berkumpul di alun-alun Prontera. Jangan lupa persiapkan perlengkapan kalian untuk besok. Kita akan menyewa Priest terlebih dahulu, baru setelah itu kita berangkat saat malam hari agar tak ada yang melihat sesuai perintah Baginda. Ok?” jelas Arthur.

“Ok!”jawab Jun & Erlen serempak. Kemudian kelompok kecil itu berpisah dan berbalik pergi kearah yang berbeda.

Asrama Akademi Knight Prontera.

10.15 p.m

Nampak Aula Utama Asrama masih cukup ramai dipenuhi dengan murid-murid Akademi yang tengah berpesta akan kelulusan mereka. Jun menarik salah satu Knight yang lewat di depannya dan menanyakan apakah Keith masih ada dalam pesta, tapi Knight itu mengatakan Keith sudah kembali ke kamarnya beberapa waktu yang lalu. Jun kembali berlari menuju kamar Keith. Ia benar-benar  tak sabar menceritakan peristiwa yang ia alami sepanjang sore hingga malam tadi. Memang Raja Tristan melarang keras untuk menceritakan misi yang diberikan padanya, namun Jun tak bisa menahan keinginannya untuk menceritakan semua hal itu  kepada Keith. Lagi pula ia rasa Keith merupakan seseorang yang dapat dipercaya.

BRAKKK!!! Pintu kamar Keith terbanting keras, Jun yang terengah-engah langsung memasuki kamar Keith, “Hei Keith! Kau tahu apa yang aku alami sore tadi?? Aku di beri tugas….”rentetan kata Jun terhenti saat ia menyadari  ‘Sang Empunya Kamar’ sama sekali tak mendengarnya. Keith tergeletak  di ranjangnya dengan dengkuran super keras dan bau alkohol yang menyengat.

“Ugh, menjijikkan!” ujar Jun. seraya menendang  baju zirah Keith yang tergeletak sembarangan di lantai. “Sial! Dia mabuk berat… Huh bagaimana aku bisa bercerita padanya kalau begini...” Jun mengomel  seraya menggeleng-gelengkan kepala. Ia pun memilih kembali ke kamarnya untuk beristirahat sekaligus menyiapkan barang-barang yang akan ia bawa untuk menjalankan misi dari Raja Tristan dan memutuskan untuk bercerita pada Keith esok pagi.

Ragnarok Online (R.O) StoryWhere stories live. Discover now