1 - Lukisan yang Bisa Bicara

529 44 25
                                    


SUNGGUH, menghabiskan hari Minggu dengan mengunjungi galeri lukisan sama sekali bukan ide Darren. Itu ide ibunya. Kalau ditanya, remaja berambut pirang itu akan dengan senang hati membungkus tubuh kurusnya dengan selimut, menjadi kepompong, lalu tidur sepanjang hari di kamarnya yang wangi lemon dan nyaman. Tapi, ibunya ternyata punya pendapat lain. Menurut Mrs Johnson, akhir pekan itu mesti dihabiskan dengan melakukan hal-hal yang bermanfaat, seperti menyeret putra satu-satunya ke sebuah galeri lukisan di jalan New Bond.

"Mom, demi Tuhan dan seluruh penghuni Surga, ini hari Minggu!" Darren mengerang saat Mrs Johnson menarik selimutnya. Darren memejamkan mata kembali, rapat-rapat, seolah setelah selimutnya, Mrs Johnson juga akan menarik kelopak matanya hingga membuka.

"Aku tahu," balas Mrs Johnson riang. Wanita itu berjalan menghampiri jendela dan menyibak gorden. Ketika ia bicara lagi, nada suaranya secerah sinar matahari yang merobos masuk. "Dan kau sudah berjanji akan menemaniku ke Ontinic hari ini."

Darren membuka mata yang sewarna aquamarine, mengawasi Mrs Johnson yang mendekat, lalu duduk di tepi ranjang. Kemudian, masih dengan berbaring, Darren mengerutkan kening, mengingat-ingat kapan tepatnya ia membuat janji pengusik-tidur-di-hari-Minggu itu.

"Jangan berlagak lupa," ujar Mrs Johnson. "Kau sudah berjanji Selasa kemarin."

Mata Darren melebar. "Mom pasti tidak berpikir aku serius waktu itu."

Mrs Johnson diam.

"Mom!" seru Darren keberatan. "Kau tidak boleh menganggapku serius waktu itu. Aku berjanji hanya agar kau memberiku uang untuk membeli sepatu baru. Aku sama sekali tidak serius."

"Sayang sekali, aku menganggap serius semua janji yang diucapkan oleh khususnya laki-laki."

"Tidak adil!" protes Darren. "Sepatu lamaku sudah tidak layak pakai. Mom tidak boleh mengambil keuntungan dari sepatu butut itu."

"Pelajaran pertama di Minggu yang cerah ini, Darren," balas Mrs Jameson ringan, "Jangan mengucapkan janji yang tidak mau kaupenuhi. Akibatnya kadang-kadang di luar perkiraanmu."

"Kecuali kalau kau punya kepentingan mendesak seperti sepatu butut yang butuh segera diganti," tandas Darren datar. "Aku mau tidur." Ia menarik selimutnya sampai melewati kepala. Matanya bahkan belum terpejam genap dua detik ketika selimutnya kembali tertarik ke bawah.

"Bangun, pemalas."

"Tidak."

"Darren..."

"Mom..."

"Darren Brian Johnson...!"

Pada akhirnya, Darren beringsut keluar dari kepompong selimutnya yang hangat dan bangun dengan ogah-ogahan. Saran seorang Darren Johnson kepada kalian semua: kalau orangtua kalian sudah memanggil nama kalian selengkap-lengkapnya, berhenti sajalah bersikap keras kepala. Karena kalau tidak, biasanya hal-hal buruk bakal menimpamu dan—mengutip kata-kata ibunya—akibatnya kadang-kadang di luar perkiraanmu.

Yah, walau terkadang hal buruk tetap menimpamu sekalipun kau sudah bersikap manis, seakan-akan mekanisme magnet serta-merta menjadi hukum alam—positif menarik negatif, kebaikan menarik keburukan. Percaya pada Darren untuk yang satu ini, ia tahu betul.


***


Darren menghabiskan satu jam penuh untuk bersiap-siap, lalu setengah jam dengan duduk di dalam mobil sementara ibunya menyetir, lalu setengah jam yang lain dengan mengekori ibunya berpindah dari satu koridor ke koridor lain, dari satu ruang pajang ke ruang pajang lain.

Darren Johnson and the Mark of the Great ChaosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang