2

904 215 55
                                    

     Langit mulai gelap, dengan awan-awan yang seperti kapas berterbangan. Dengan di temani berjuta-juta bintang di langit, dan juga si bulan. Mereka terlihat kompak dan sangat cantik jika di lihat dari menara yang sangat tinggi atau gedung pencakar langit. Tapi apa dayaku, hanya bisa melihat dari kaca jendela kamar yang sangat besar dengan sentuhan gorden berwana putih.

     Aku berharap ada bintang yang jatuh, agar aku bisa memohon satu pertmintaan. Tapi entah itu real atau hanya sebuah bualan dan omong kosong orang-orang tentang memohon pada saat bintang jatuh.

     Sebenarnya itu bukanlah bintang jatuh, dan jika bintang jatuh ke bumi, mungkin bumi ini akan hancur. Bintang lebih besar daripada bumi. Dan sebenarnya bintang jatuh itu adalah bintang berekor atau yang sering kita sebut komet.

     Entah mengapa pada saat aku marah, sedih, galau, cemas. Rasa itu akan hilang jika aku melihat kecantikan berjuta-juta bintang yang menghiasi angkasa. Moodku kembali dengan cepat, mungkin lebih cepat daripada kau bernapas, dan itu sangatlah cepat.

     Tok...tok...tok! suara ketukan pintu kamarku.

     "Masuk aja, enggak dikunci kok pintunya!" ucapku dengan suara yang keras higga terdengar hingga keluar kamar.

     Pintu yang sedari tadi tertutup rapat, terbuka dengan dorongan papa dengan berpakaian yang sangat rapih. Aku penasaran

     'kenapa papa tiba-tiba masuk ke kamarku dengan pakaian yang rapih?' ucapku dalam batin.

     "Andini, papa mau pergi ke mall sebentar, cuman mau ngopi sebentar, kamu mau ikut atau enggak?" ucap papaku dengan memasukan kancing yang terdapat di pergelangan tangannya.

     "Mm... ikut deh, sekalian mau beli  buku. Papa tunggu aja di mobil, entar aku nyusul, aku mau ganti baju dulu," ucapku.

     "Oh, yaudah jangan lama-lama," ucap papaku.

     "Iya ah, papa cerewet hahahaha," ucapku dengan tertawa kecil.

                                   ✯✯✯

     Saat di perjalanan, aku melihat jalanan yang penuh sesak dengan kendaraan, lampu lalu lintas yang berganti warna setiap 2 menit. Jalan tol yang panjang dengan ditemani lampu-lampu di sepanjang jalan.

     "Andini, umurmu berapa sekarang?" ucap ayahku dengan mata ke arah jalanan yang macet.

     "Ih papa mah, masa lupa sama umur anaknya sendiri. Aku ini 16 tahun pa," ucapku dengan kesal karena papa tidak mengetahui usiaku.

     "Wah! Udah gede aja anak papa." ucap papa.

     "Oiya kan kamu udah mau umur 17, kamu ada kepikiran buat pacaran enggak,  Perasaan dari dulu papa enggak pernah denger kata 'pacar' di kamus besar Andini," sambung papaku sambil membelokan mobil ke arah kanan.

     "Iih kok papa nanyanya gitu?, lagian aku masih mau fokus ke sekolah, trus jadi apa yang aku pengin, baru deh pacaran." jelasku kepada ayah.

     "Oh gitu, bukannya punya pacar itu tambah semangat buat sekolah ya?" ucap papaku dengan senyuman jail.

     "Ha? Papa aneh-aneh aja, kalo pacaran buat penyemangat sekolah, kenapa anak tk enggak sekalian pacaran aja? Lagian papa nanyanya aneh-aneh, hahahaha," ucapku dengan tertawa kecil.

     Akhirnya kami sampai di tempat tujuan kami. Aku dan papa berjalan memalui basement menuju pintu masuk bawah. Aku sempat mencium bau yang tidak sedap, aku rasa itu wajar, aku pikir semua basement mempunyai bau masing-masing.

Hope [STOP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang