Suara klakson memecahkan suasana kami. Aku bersyukur karena aku tak perlu menjawab perkataannya. Aku segera berlari ke dalam mobil yang ternyata disetir oleh ibu.

"Kau depan saja," ujarku yang akhirnya berbicara juga. Greyson pun menuruti perintahku, alhasil aku duduk di belakang.

***

"Bagaimana perkemahannya, anak-anak?" tanya ibu. Aku terdiam sambil terus memerhatikan jendela. Tetesan-tetesan air hujan perlahan bergerak ke bawah.

"Winter?" ia kembali bertanya.

"Ia tidak mau berbicara daritadi, bu."

Aku memutar bola mataku.

"Seru," jawabku singkat, padat, dan jelas. Kemudian aku melihat bayangan putih pucat di jendela depan sedang memerhatikanku lewat jendelanya. Greyson ternyata daritadi memerhatikanku dari sana. "Winter," bisiknya. Aku mengabaikannya.

"Grey, why is she like that?" tanya ibu pelan.

"Ceritanya panjang, you don't need to know mom."

Kemudian ibu memasang muka marah ke arahnya. Aku pun melanjutkan lamunanku.

***

'Akhirnya,' gumamku. Aku pun segera masuk ke dalam rumah sembari membawa barang-barangku. Aku langsung merebahkan tubuhku ke kasur kamarku karena kelelahan.

Tiba-tiba, ibu mendatangiku.

"Hey Winter, what's wrong with you, sweetheart?" tanyanya. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku.
"Tidak, bu, aku hanya lelah," jawabku sambil tersenyum. Ia menyuruhku untuk beristirahat. Setelah ia keluar dari kamarku, aku pun langsung mengunci pintu kamar dan kembali merebahkan diri.

"Hm, apakah aku harus memaafkannya atau tidak? Ah, entahlah. Tapi sepertinya ia benar-benar menyesal," pikirku. Aku memainkan Fluffy. Entahlah, hari ini menjadi sangat aneh. Aku tak tahu harus melakukan apa setelah perkemahan itu.

"Sepertinya, ia benar-benar tidak bermaksud untuk mengatakan itu. Mengapa jadi aku sekarang yang jahat? Saat Greyson mengetahui aku menyukai Hunter, ia sangat memaklumi dan membiarkanku menyukainya, tapi kini, ia dekat dengan Brianna, sepertinya aku sangat mengekangnya," ujarku. Pikiranku mulai terbuka, dan kini aku yang merasa bersalah.

"Tapi, soal kakak kandung," lanjutku.

"Aku tak yakin, semoga ia hanya bergurau, pasti ia bergurau, aku tahu itu," ujarku meyakinkan diri. Saat itu juga, aku berniat untuk memaafkan Greyson. Sebelumnya, aku memutuskan tidur siang sebentar.

***

Seusai tidur siang, aku melihat jam dindingku. Aku mengganti bajuku dan bersiap untuk pergi ke kamar Greyson. Aku melihat diriku di cermin dan menarik nafasku dalam-dalam.

'Tumben sekali, biasanya Greyson jam siang begini mengajakku main sepeda atau jalan-jalan, entahlah mungkin ia lelah,' pikirku.

Aku pun segera membuka daun pintu dan bergegas menuju kamarnya.

Toktoktok

Aku mengetuk pintu kamarnya sebanyak tiga kali sambil tersenyum. Ya, aku akan memaafkannya.

"Grey?"

panggilku.

Perlahan, aku membuka pintunya, ternyata tidak dikunci. Aku tak melihat Greyson sama sekali, hanya Whiskey yang sedang tertidur di ranjangnya yang terlihat rapi seperti belum disentuh.

"Whiskey, di mana Greyson?" tanyaku sambil menggaruk-garuk lehernya. Whiskey terbangun dan kepalanya mengarah ke jendela sambil mengeluarkan lidahnya.

Vous avez atteint le dernier des chapitres publiés.

⏰ Dernière mise à jour : Apr 08, 2016 ⏰

Ajoutez cette histoire à votre Bibliothèque pour être informé des nouveaux chapitres !

Dear, Brother.. [Greyson Chance Story]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant